Skip to content
  • Tentang
  • Bermitra dengan Kami
  • Beriklan
  • GNA Internasional
  • Jadi Member
  • Log In
Primary Menu
  • Terbaru
  • GNA Knowledge Hub
  • Topik
  • Wilayah
    • Dunia
    • Jawa
    • Kalimantan
    • Maluku
    • Nusa Tenggara
    • Papua
    • Sulawesi
    • Sumatera
  • Kabar
  • Ikhtisar
  • Infografik
  • Video
  • Opini
  • Akar Rumput
  • Muda
  • Siaran Pers
  • Corporate Sustainability
  • GNA Knowledge Hub
  • Ikhtisar

Mengulik Dampak Lingkungan Konflik Bersenjata

Dampak lingkungan akibat konflik bersenjata sangat besar dan berjangka panjang. Untuk itu, penguatan komitmen internasional dan tindakan konkret untuk menjaga lingkungan di tengah konflik merupakan sebuah urgensi.
Oleh Fiqrulloh Fajrin dan Nazalea Kusuma
15 Februari 2024
asap bom membumbung di pemukiman Gaza yang berpenduduk padat.

Asap bom membumbung di Kota Gaza, Palestina. | Foto: Mohammed Ibrahim di Unsplash.

Dalam konflik bersenjata, kehidupan manusia selalu menjadi korban utama. Namun, konflik bersenjata juga berdampak terhadap berbagai aspek lain, seperti ekonomi, budaya, hingga lingkungan. Dalam 60 hari pertama serangan Israel di Gaza, Palestina, emisi yang dihasilkan diperkirakan melampaui emisi tahunan dari 20 negara dan wilayah. Perhitungan ini belum termasuk jejak karbon dari infrastruktur yang dibangun.

Dampak Lingkungan Konflik Bersenjata

Dampak lingkungan akibat konflik bersenjata sangat besar dan berjangka panjang. Berikut beberapa dampak konflik bersenjata terhadap Bumi:

  • Eksploitasi Sumber Daya Alam

Konflik bersenjata mencakup persenjataan, amunisi, infrastruktur, kendaraan militer, dan lain-lain. Pada masa persiapan, kebutuhan bahan baku yang berasal dari alam meningkat. Hal ini dapat memperluas deforestasi dan aktivitas penambangan yang berlebihan. Eksploitasi sumber daya alam biasanya melampaui batas negara karena sumber daya alam merupakan bagian yang menguntungkan dalam perdagangan internasional.

Selain itu, militer memerlukan wilayah darat dan laut yang luas untuk dijadikan pangkalan dan tempat latihan. Pembangunan infrastruktur ini seringkali mengganggu ekosistem, dan penggunaannya memperparah kerusakan akibat pelepasan bahan kimia dan polutan dari senjata dan kendaraan militer.

  • Emisi Gas Rumah Kaca

Menurut Conflict and Environment Observatory (CEOBS), militer bertanggung jawab atas 5,5% dari seluruh emisi gas rumah kaca secara global. Angka ini bahkan mungkin terlalu rendah karena kurangnya transparansi dari pihak militer.

Salah satu sumber emisi langsung terbesar dari konflik bersenjata adalah bahan bakar fosil atau solar untuk mengoperasikan pesawat terbang, kapal angkatan laut, dan tank. Ada juga emisi dari senjata yang digunakan, seperti misil dan bom. Selain itu, penting untuk dicatat bahwa jejak karbon aktivitas militer tidak hanya berasal dari emisi langsungnya, tetapi juga dari seluruh rantai pasok militer.

  • Penurunan Keanekaragaman Hayati

Hewan, tumbuhan, dan makhluk hidup lainnya juga menjadi korban konflik bersenjata. Perusakan habitat menyebabkan kematian banyak hewan dan tumbuhan. Antara tahun 1946 hingga 2010, misalnya, jumlah satwa liar menurun di kawasan lindung Afrika yang terkena dampak konflik bersenjata. Di lautan, hewan laut menderita akibat latihan angkatan laut, dimana penyakit dekompresi dan trauma akustik menjadi patologi yang umum. 

Dalam konflik bersenjata, kekerasan bukan satu-satunya ancaman terhadap keanekaragaman hayati. Kelaparan dan pengungsian juga merupakan masalah yang dapat memicu konflik antara manusia dan satwa liar. Di Sudan Selatan, kelompok bersenjata non-negara, pasukan pemerintah, dan bahkan warga sipil membunuh hewan-hewan liar untuk bertahan hidup saat mereka bergulat dengan kelaparan.

  • Kerusakan Ekosistem dalam Jangka Panjang

Limbah kimia dan polutan dari konflik bersenjata akan tertinggal di alam jauh setelah konflik tersebut berakhir. Selain merusak alam, hal tersebut juga berdampak pada orang-orang yang menggantungkan hidupnya pada alam selama beberapa generasi mendatang.

Misalnya, tiga dekade setelah perang Iran-Irak, terjadi peningkatan konsentrasi unsur-unsur beracun seperti kromium, timbal, dan antimon semi-logam di tanah bekas medan perang, demikian menurut sebuah penelitian. Contoh lainnya adalah setelah Perang Dunia II, diperkirakan 40.000 ton amunisi kimia dibuang ke Laut Baltik. Para peneliti menemukan jejak zat yang mengandung arsenik dan produk gas mustard dalam sedimen dan ikan di dekat tiga lokasi pembuangan senjata

Akuntabilitas, Penegakan, dan Pembangunan Perdamaian

potongan kertas berbentuk orang yang mengelilingi bola dunia
Foto: Freepik.

Militer dan kekuatan pertahanan tidak terikat oleh perjanjian iklim internasional untuk melaporkan atau mengurangi emisi karbon mereka. Hal ini terjadi karena emisi militer tidak disertakan dalam Protokol Kyoto 1997 tentang pengurangan gas rumah kaca, dan juga dikecualikan dari Perjanjian Paris tahun 2015. Faktanya, emisi militer dan konflik secara resmi dibahas untuk pertama kalinya dalam COP27 setelah invasi Rusia ke wilayah Ukraina.

Untuk itu, penguatan komitmen internasional dan tindakan konkret untuk menjaga lingkungan di tengah konflik merupakan sebuah urgensi. Hal ini termasuk menuntut transparansi dan akuntabilitas dari badan-badan militeristik dan kekuatan pertahanan.

Menghentikan pemanasan global dan mengurangi emisi juga memerlukan pertimbangan dampak lingkungan dari konflik bersenjata. Tentunya, lingkungan bukanlah satu-satunya fokus dalam konflik bersenjata. Manusia, perdamaian, kemakmuran, dan keberlanjutan Bumi juga tidak kalah pentingnya. Karena itu, pendekatan holistik yang dapat mengatasi semuanya dalam upaya pembangunan perdamaian sangatlah penting.

Perdamaian adalah prasyarat pembangunan. Oleh karena itu, mengatasi akar penyebab konflik bersenjata sangat penting untuk mengakhiri penderitaan yang diakibatkannya dan menciptakan ruang bagi pembangunan berkelanjutan.

Penerjemah: Abul Muamar

Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa Inggris di Green Network Asia.

Dukung Green Network Asia dan terlibat dalam gerakan kami untuk menciptakan dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan melalui pendidikan publik dan advokasi multi-stakeholder tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia.

Jadi Member Sekarang

Fiqrulloh Fajrin
Website |  + posts Bio

Fiqri adalah Intern Social Media Campaigner di Green Network Asia. Ia adalah lulusan Arkeologi dari Universitas Indonesia. Ia memiliki minat di bidang penelitian dan advokasi dengan topik seputar isu sosial atau humaniora.

  • Fiqrulloh Fajrin
    https://greennetwork.id/author/fiqri/
    Mempertimbangkan Kembali Konsumsi Susu Hewani
  • Fiqrulloh Fajrin
    https://greennetwork.id/author/fiqri/
    Perihal UKT dan Pentingnya Pendanaan yang Berkelanjutan di Perguruan Tinggi Negeri
Nazalea Kusuma
Managing Editor at Green Network Asia | Website |  + posts Bio

Naz adalah Manajer Publikasi Digital Internasional di Green Network Asia. Ia pernah belajar Ilmu Perencanaan Wilayah dan Kota dan tinggal di beberapa kota di Asia Tenggara. Pengalaman pribadi ini memperkaya persepektifnya akan masyarakat dan budaya yang beragam. Naz memiliki sekitar satu dekade pengalaman profesional sebagai penulis, editor, penerjemah, dan desainer kreatif.

  • Nazalea Kusuma
    https://greennetwork.id/author/nazalea/
    SEAblings dan Gerakan Solidaritas Akar Rumput di Tengah Berbagai Krisis
  • Nazalea Kusuma
    https://greennetwork.id/author/nazalea/
    Langkah Mundur India dalam Kebijakan Emisi Sulfur Dioksida
  • Nazalea Kusuma
    https://greennetwork.id/author/nazalea/
    Pentingnya Ruang Terbuka Hijau Perkotaan yang Aksesibel dan Inklusif untuk Semua
  • Nazalea Kusuma
    https://greennetwork.id/author/nazalea/
    Mengulik Tren Gaya Hidup Minimalis di TikTok

Continue Reading

Sebelumnya: Menjaga Kesehatan Diri dan Lingkungan dengan Pola Makan Berkelanjutan
Berikutnya: Perihal UKT dan Pentingnya Pendanaan yang Berkelanjutan di Perguruan Tinggi Negeri

Lihat Konten GNA Lainnya

dua buah kakao berwarna kuning di batang pohon Bagaimana Kerja Sama Indonesia-Prancis dalam Memperkuat Industri Kakao
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Bagaimana Kerja Sama Indonesia-Prancis dalam Memperkuat Industri Kakao

Oleh Abul Muamar
14 Oktober 2025
Beberapa orang berada di dalam air untuk memasang kerangka jaring persegi berwarna hijau, sementara lainnya berdiri di pematang tambak dengan pagar bambu sederhana di bagian belakang. Rehabilitasi Mangrove Berbasis Komunitas dengan Silvofishery
  • GNA Knowledge Hub
  • Ikhtisar

Rehabilitasi Mangrove Berbasis Komunitas dengan Silvofishery

Oleh Niken Pusparani Permata Progresia
13 Oktober 2025
Dua perempuan menampilkan tarian Bali di hadapan penonton. Menghidupkan Kembali Warisan Budaya Bersama di Asia Tenggara
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Menghidupkan Kembali Warisan Budaya Bersama di Asia Tenggara

Oleh Attiatul Noor
13 Oktober 2025
perempuan yang duduk di batang pohon besar, laki-laki berdiri di sampingnya dan dikelilingi rerumputan; keduanya mengenakan pakaian tradisional Papua Deklarasi Sira: Memperjuangkan Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Adat
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Deklarasi Sira: Memperjuangkan Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Adat

Oleh Seftyana Khairunisa
10 Oktober 2025
stasiun pengisian daya dengan mobil listrik yang diparkir di sebelahnya. Proyeksi Pengembangan dan Peluang Transportasi Energi Terbarukan
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Proyeksi Pengembangan dan Peluang Transportasi Energi Terbarukan

Oleh Kresentia Madina
10 Oktober 2025
seorang pria tua duduk sendiri di dekat tembok dan tanaman Mengatasi Isu Kesepian di Kalangan Lansia
  • GNA Knowledge Hub
  • Ikhtisar

Mengatasi Isu Kesepian di Kalangan Lansia

Oleh Abul Muamar
9 Oktober 2025

Tentang Kami

  • Surat CEO GNA
  • Tim In-House GNA
  • Jaringan Penasihat GNA
  • Jaringan Author GNA
  • Panduan Artikel Opini GNA
  • Panduan Laporan Akar Rumput GNA
  • Layanan Penempatan Siaran Pers GNA
  • Program Magang GNA
  • Ketentuan Layanan
  • Kebijakan Privasi
© 2021-2025 Green Network Asia