Mikoko Pamoja, Proyek Karbon Biru untuk Ketahanan Iklim di Kenya

Foto: Ihsan Adityawarman di Pexels.
Krisis iklim adalah kenyataan yang sangat terasa, ditandai dengan peningkatan suhu global yang signifikan. Pemanasan global memicu berbagai masalah, termasuk krisis keanekaragaman hayati, peristiwa cuaca ekstrem, bencana alam, kerawanan pangan dan air, gangguan ekonomi, dan bahkan konflik di berbagai penjuru dunia. Di Kenya, masyarakat Teluk Gazi meluncurkan Mikoko Pamoja, sebuah proyek karbon biru yang secara aktif melindungi dan memulihkan hutan mangrove, untuk mendukung aksi iklim dan ketahanan masyarakat pesisir.
Ekosistem Karbon Biru
Selama 200 tahun terakhir, aktivitas manusia—terutama penggunaan bahan bakar fosil—telah menjadi penyebab utama perubahan iklim. Meningkatnya suhu global telah memicu dan memperburuk masalah yang ada seperti kekeringan, kebakaran hutan, kenaikan permukaan laut, banjir, mencairnya gletser, dan menurunnya keanekaragaman hayati.
Solusi berbasis alam, seperti pemulihan dan konservasi ekosistem pesisir, menawarkan cara untuk mengatasi masalah ini. Dalam hal ini, karbon biru dapat berperan.
Karbon biru merujuk pada karbon yang tersimpan dalam ekosistem pesisir seperti hutan mangrove, rawa pasang surut dan rawa asin, serta lamun. Ekosistem ini dapat menyerap karbon hingga sepuluh kali lebih banyak daripada hutan tropis setiap tahun dan menyimpan tiga hingga lima kali lebih banyak karbon per satuan luas, sehingga sangat penting untuk mengurangi emisi karbon. Lebih dari itu, ekosistem pesisir berfungsi sebagai penopang dasar bagi keanekaragaman hayati laut dan masyarakat pesisir, termasuk dalam ketahanan pangan, pendapatan, dan perlindungan garis pantai.
Proyek Mikoko Pamoja
Pada tahun 2010, masyarakat Teluk Gazi di Kenya meluncurkan Mikoko Pamoja, sebuah inisiatif berbasis masyarakat yang menggabungkan konservasi ekosistem pesisir dengan pembangunan sosial ekonomi. Proyek ini menjual kredit karbon dari restorasi mangrove untuk mencapai tiga tujuan: mengurangi perubahan iklim, melestarikan keanekaragaman hayati, dan meningkatkan mata pencaharian masyarakat.
Ekosistem mangrove di Kenya telah menurun hingga 20% antara tahun 1990 hingga 2020. Di Teluk Gazi sendiri, penurunan ini terjadi karena deforestasi, penebangan liar, degradasi lahan, dan perubahan iklim. Untuk mengatasi masalah ini, Inisiatif Mikoko Pamoja berupaya melestarikan 117 hektare hutan mangrove, yang setara dengan hampir 16% ekosistem mangrove Teluk Gazi. Proyek ini juga mendukung restorasi pantai dengan menanam kembali 4.000 pohon mangrove, sebagai bagian dari upaya mengatasi masalah sedimentasi dan erosi akibat penebangan liar. Selain itu, proyek ini telah membentuk polisi masyarakat dan menandai batas-batas cagar alam yang dilindungi untuk mencegah deforestasi.
Pendapatan yang diperoleh melalui perdagangan kredit karbon dalam proyek ini dikembalikan kepada masyarakat untuk meningkatkan akses terhadap air bersih dan pendidikan bagi warga. Proyek ini juga telah melatih 12 guru lokal tentang konservasi mangrove.
Mendorong Konservasi dan Kolaborasi
Mikoko Pamoja menunjukkan bagaimana inisiatif berbasis alam yang dipimpin masyarakat dapat menawarkan solusi iklim yang potensial sekaligus memberi manfaat langsung bagi penduduk setempat. Selain itu, inisiatif ini juga menggarisbawahi potensi proyek karbon biru dalam mengatasi tantangan lingkungan dan sosial ekonomi di wilayah pesisir. Implementasi yang efektif dan bertanggung jawab dari proyek-proyek sejenis mengharuskan pemerintah, masyarakat lokal, dan sektor swasta untuk bekerja sama berinvestasi dalam konservasi berbasis komunitas, memastikan mekanisme kredit karbon yang adil, dan memperkuat kebijakan yang melindungi ekosistem pesisir.
Penerjemah: Abul Muamar
Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa Inggris di Green Network Asia

Berlangganan Green Network Asia – Indonesia
Perkuat pengembangan kapasitas pribadi dan profesional Anda dengan wawasan lintas sektor tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia.