Negara Bagian Victoria Sahkan RUU Perjanjian Pertama Australia dengan Masyarakat Adat
Foto: Stewart Munro on Unsplash.
Masyarakat adat Australia telah memperjuangkan hak dan pengakuan selama berabad-abad. Namun, perkembangannya lambat dan bahkan terhenti. Pada tahun 2025, negara bagian Victoria mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perjanjian Seluruh Negara Bagian, yang mengakui hak masyarakat adat untuk menentukan nasib sendiri. Apa isi peraturan tersebut?
Diskriminasi Sistemik terhadap Masyarakat Adat Australia
Orang-orang Aborigin dan Kepulauan Selat Torres, atau Masyarakat Adat Australia, telah mendiami benua ini setidaknya selama 60.000 tahun. Saat ini, mereka mewakili sekitar 3,8% dari total populasi Australia dengan ratusan identitas budaya dan bahasa yang berbeda.
Namun, lebih dari 200 tahun penjajahan telah membuat Masyarakat Adat Australia mengalami perampasan tanah yang brutal. Mereka kehilangan hampir 90% populasi mereka, beserta tanah, bahasa, dan budaya mereka.
Bahkan hingga saat ini, Masyarakat Adat Australia masih menghadapi diskriminasi sistemik yang menghalangi mereka dalam mengakses keadilan, kesehatan, pendidikan, dan politik. Mereka masih kurang terwakili di ruang publik dan kebijakan Australia. Misalnya, hanya 1,5% Anggota Parlemen Federal pada tahun 2018 yang merupakan orang adat.
Yang memprihatinkan, meskipun telah menjadi bagian dalam perjanjian internasional tentang hak asasi manusia, Australia menolak mengakui masyarakat Aborigin dan Kepulauan Selat Torres dalam Konstitusi mereka. Mayoritas warga Australia masih memilih “Tidak” pada referendum yang diusulkan pada tahun 2023 untuk mengakui hak tersebut. Meskipun ada seruan untuk perjanjian nasional dan reformasi hak-hak masyarakat adat, belum pernah ada perjanjian yang diakui secara resmi antara pemerintah dan Masyarakat Adat, sebelum akhirnya negara bagian Victoria mengesahkan perjanjian formal pertamanya.
RUU Perjanjian Seluruh Negara Bagian
Victoria adalah negara bagian Australia pertama yang menandatangani perjanjian formal dengan Masyarakat Adat. RUU Perjanjian Seluruh Negara Bagian diloloskan oleh parlemen pada Oktober 2025 dan disahkan menjadi undang-undang pada 12 November 2025.
Perjanjian ini merupakan langkah penting yang telah lama tertunda untuk mencapai rekonsiliasi dengan mengakui ketidakadilan historis dan terus berlanjut yang dihadapi oleh Masyarakat Adat. Perjanjian ini juga mendorong pengakuan hak-hak asasi dan penentuan nasib sendiri Masyarakat Adat serta menegaskan hubungan mereka dengan tanah mereka.
Ada beberapa poin penting yang diatur dalam RUU Perjanjian Seluruh Negara Bagian ini. RUU ini membentuk badan perwakilan bernama Gellung Warl, yang melibatkan Masyarakat Adat dalam forum pengambilan keputusan. Badan ini terdiri dari tiga bagian utama.
Yang pertama akan bertugas memberi nasihat kepada Parlemen dan pemerintah Negara Bagian mengenai undang-undang dan kebijakan yang memengaruhi Masyarakat Adat. Selanjutnya, badan pengungkapan kebenaran bernama Nyerna Yoorrook Telkuna akan memfasilitasi pengungkapan kebenaran non-yudisial dan yang ditentukan sendiri di seluruh wilayah Victoria. Hal ini akan memungkinkan Masyarakat Adat dan warga Victoria lainnya untuk berbagi pengalaman dan sejarah mereka guna mendukung rekonsiliasi. Yang ketiga adalah badan akuntabilitas bernama Nginma Ngainga Wara, yang bertujuan untuk memberikan pengawasan independen dan akuntabilitas yang lebih besar bagi Pemerintah.
Langkah Penting dalam Mencapai Rekonsiliasi
Selain badan perwakilan, RUU Perjanjian Negara Bagian ini juga meletakkan dasar bagi serangkaian langkah lain yang mencerminkan komitmen untuk menegakkan hak-hak Masyarakat Adat, seperti pendanaan untuk fasilitas dan infrastruktur, mengintegrasikan sejarah Masyarakat Adat ke dalam kurikulum sekolah, dan penamaan lebih banyak tempat dengan nama-nama adat.
“Ini merupakan langkah maju yang penting dalam perjalanan kita menuju pengungkapan kebenaran dan rekonsiliasi di Victoria. Dengan memastikan Masyarakat Adat memiliki suara dalam pengambilan keputusan, kita meletakkan dasar bagi perubahan yang berarti. Perjanjian ini mencerminkan keberanian dan tekad Masyarakat Adat Victoria dan upaya kita untuk menatap masa depan di mana keadilan dan kesetaraan menjadi inti dari semua yang kita lakukan,” ujar Natalie Hutchins, Menteri Perjanjian dan Masyarakat Adat.
Pada akhirnya, masih banyak yang harus dilakukan di seluruh penjuru Australia untuk mengakui hak-hak masyarakat Aborigin dan Kepulauan Selat Torres. Harapannya, perjanjian ini dapat menjadi pendorong bagi seluruh wilayah negara tersebut untuk mengadopsi langkah-langkah rekonsiliasi serupa yang dibangun atas dasar saling menghormati dan hak asasi manusia.
Penerjemah: Abul Muamar
Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa Inggris di Green Network Asia.
Join Membership Green Network Asia – Indonesia
Jika Anda menilai konten ini bermanfaat, dukung gerakan Green Network Asia untuk menciptakan dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan melalui pendidikan publik dan advokasi multi-stakeholder tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia. Dapatkan manfaat khusus untuk pengembangan pribadi dan profesional Anda.
Jadi Member Sekarang
Melibatkan Masyarakat Pesisir dalam Menangani Polusi Jaring Hantu di Laut
Mengatasi Pengangguran Disabilitas: Eksklusi Sistemik dan Diskriminasi yang Terus Berlanjut
Wawancara dengan Jasmin Lim, Chief Marketing Officer di BH Global
Mengintegrasikan Program MBG dengan Tata Kelola Gizi dan Sistem Kesehatan
Bagaimana Proyek PLTB Monsun Dukung Transisi Energi Lintas Batas di Asia Tenggara
Menilik Fenomena Pengolahan Sampah Plastik menjadi Bahan Bakar di Tingkat Akar Rumput