Tingginya Angka Pengangguran Kaum Muda Indonesia, Bagaimana Mengatasinya?
Pekerjaan adalah aspek krusial dalam kehidupan manusia. Tidak hanya sebagai sumber penghidupan, pekerjaan sangat menentukan kondisi kesehatan dan kesejahteraan. Namun, di tengah dunia yang terus berkembang, memperoleh pekerjaan dirasa semakin sulit, termasuk oleh generasi muda yang sangat membutuhkan. Di Indonesia, angka pengangguran kaum muda saat ini semakin mengkhawatirkan. Lantas, apa penyebabnya dan bagaimana mengatasinya?
Pengangguran Kaum Muda
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), terdapat 9,89 juta (22,25%) penduduk usia muda berusia 15-24 tahun yang tidak memiliki pekerjaan, tidak menempuh pendidikan, atau tidak menjalani pelatihan (Not in Employment, Education or Training atau NEET) pada tahun 2023. Meski menurun dibanding pada masa Pandemi COVID-19, persentase NEET kaum muda Indonesia masih lebih tinggi dibanding rata-rata dunia, yakni 21,6%. Beberapa faktor yang membuat tingginya angka kaum muda NEET menurut BPS di antaranya adalah kurangnya akses pendidikan, keterbatasan finansial, kewajiban rumah tangga, dan disabilitas.
Perempuan muda masih mendominasi jumlah kaum muda NEET, dengan angka mencapai 5,72 juta atau 26,54% dari total jumlah penduduk perempuan usia 15-24 tahun. BPS mengaitkan hal ini dengan tingginya keterlibatan perempuan muda dalam pekerjaan domestik yang menghambat mereka untuk melanjutkan pendidikan, memperoleh pelatihan untuk meningkatkan keterampilan, hingga mendapatkan pekerjaan.
Penyebab
Terdapat sejumlah faktor utama yang menyebabkan kaum muda di Indonesia tidak memperoleh pekerjaan ataupun pendidikan dan pelatihan. Salah satunya terkait kesenjangan keterampilan dan ketidaksesuaian (mismatch) antara pendidikan dan pelatihan yang diterima dengan kebutuhan industri. Pada saat yang sama, jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia tidak mampu menandingi jumlah kaum muda saat ini, termasuk untuk kaum muda berpendidikan tinggi.
Di samping itu, terbatasnya akses pendidikan yang terjangkau juga turut berkontribusi terhadap masalah ini. Biaya pendidikan yang tinggi, terutama untuk memperoleh pendidikan berkualitas, telah menjadi hambatan signifikan bagi kaum muda dan orang tua mereka. Hambatan ini terutama dirasakan oleh masyarakat kelas menengah ke bawah, terutama mereka yang kesulitan atau tidak dapat mengakses beasiswa pendidikan.
Lebih lanjut, perkembangan dunia kerja yang semakin kompetitif di tengah lapangan kerja yang semakin sempit juga turut menjadi penyebab. Tanpa bekal keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan era kiwari dan gambaran dunia kerja masa depan, kaum muda akan semakin sulit untuk mendapatkan pekerjaan.
Tindakan yang Diperlukan
Mengatasi pengangguran kaum muda dan menyediakan pekerjaan yang layak untuk semua merupakan hal fundamental dalam mewujudkan masyarakat yang sehat dan sejahtera. Tingginya angka pengangguran di kalangan generasi muda dapat memukul mundur segala kemajuan yang telah dicapai dalam menghapus kemiskinan dan ketimpangan. Pengangguran akan membuat kaum muda, terutama dari kelompok masyarakat miskin dan rentan miskin, semakin sulit untuk merasakan kehidupan yang layak dan pada akhirnya membuat tujuan pembangunan berkelanjutan gagal tercapai.
Memang, harapan selalu ada. Laporan ILO bertajuk “Tren Ketenagakerjaan Global untuk Kaum Muda 2024” memperkirakan bahwa angka pengangguran kaum muda secara global akan turun pada tahun 2024 dan 2025. Pemulihan kondisi perekonomian pascapandemi di banyak kawasan, termasuk di Asia Tenggara, merupakan salah satu landasan prediksi tersebut. Namun, tanpa intervensi yang jelas untuk mewujudkan hal tersebut, kondisi di Indonesia berpotensi tidak akan membaik –bahkan bisa memburuk– pada tahun-tahun mendatang, terutama mengingat ketidakpastian politik dalam negeri dan geopolitik global yang turut dipengaruhi oleh perubahan iklim dan berbagai krisis lainnya.
“Tak seorang pun dari kita dapat menantikan masa depan yang stabil ketika jutaan anak muda di seluruh dunia tidak memiliki pekerjaan yang layak dan akibatnya, mereka merasa tidak aman dan tidak mampu membangun kehidupan yang lebih baik bagi diri mereka sendiri dan keluarga mereka. Masyarakat yang damai bergantung pada tiga unsur utama: stabilitas, inklusi, dan keadilan sosial; dan pekerjaan yang layak bagi kaum muda merupakan jantung dari tiga unsur tersebut,” kata Direktur Jenderal ILO Gilbert F Houngbo.
Laporan tersebut menyoroti lima aspek kebijakan yang memerlukan perbaikan untuk mengatasi masalah pengangguran kaum muda. Lima aspek tersebut meliputi kebijakan terkait ketenagakerjaan dan ekonomi untuk meningkatkan penciptaan lapangan kerja dan akses terhadap keuangan; pendidikan dan pelatihan untuk memudahkan transisi dari sekolah ke dunia kerja dan mencegah ketidaksesuaian keterampilan; kebijakan pasar tenaga kerja yang menargetkan lapangan kerja bagi kaum muda yang kurang beruntung; kebijakan kewirausahaan untuk membantu kaum muda yang potensial untuk menjadi pengusaha; dan hak-hak buruh yang didasarkan pada standar-standar ketenagakerjaan internasional untuk memastikan kaum muda menerima perlakuan yang sama dan mendapatkan hak-hak mereka di tempat kerja.
Untuk mendukung penguatan di lima aspek kebijakan tersebut, termasuk untuk mengatasi ketimpangan gender dan ketidakadilan dalam pasar tenaga kerja, laporan ILO memaparkan empat tindakan yang diperlukan, yakni:
- Libatkan kaum muda dalam penentuan kebijakan, serta perkuat dialog sosial yang inklusif bagi kaum muda.
- Perkuat fokus penciptaan lapangan kerja melalui kebijakan makroekonomi dan sektoral yang responsif gender, dan pastikan bahwa intervensi ini melibatkan penciptaan lapangan kerja bagi perempuan muda.
- Tingkatkan intervensi dari sisi penawaran yang sudah terbukti dampaknya dan berorientasi untuk memenuhi permintaan tenaga kerja, termasuk melalui penguatan kelembagaan, serta intervensi yang bertujuan untuk menghilangkan hambatan dalam akses ke pendidikan dan pengembangan keterampilan, terutama bagi kelompok rentan.
- Tingkatkan kerja sama internasional, kemitraan publik-swasta, dan pendanaan untuk menutup kesenjangan global.
Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.
Amar adalah Manajer Editorial Indonesia di Green Network Asia. Ia adalah lulusan Magister Filsafat dari Universitas Gadjah Mada, dan Sarjana Ilmu Komunikasi dari Universitas Sumatera Utara. Ia memiliki lebih dari sepuluh tahun pengalaman profesional di bidang jurnalisme sebagai reporter dan editor.