Skip to content
  • Tentang
  • Bermitra dengan Kami
  • Beriklan
  • GNA Internasional
  • Jadi Member
  • Log In
Primary Menu
  • Terbaru
  • GNA Knowledge Hub
  • Topik
  • Wilayah
    • Dunia
    • Jawa
    • Kalimantan
    • Maluku
    • Nusa Tenggara
    • Papua
    • Sulawesi
    • Sumatera
  • Kabar
  • Ikhtisar
  • Infografik
  • Video
  • Opini
  • Akar Rumput
  • Muda
  • Siaran Pers
  • Corporate Sustainability
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Mengarusutamakan Tekstil Ramah Lingkungan untuk Dukung Keberlanjutan Industri Pakaian

Menggunakan tekstil ramah lingkungan dalam produksi pakaian dapat membantu mengurangi limbah dan dampak lingkungan.
Oleh Attiatul Noor
16 Juni 2025
Kain putih dikeringkan di tali jemuran

Foto: Maria Tsegelnik di Pexels.

Industri pakaian tumbuh begitu pesat—setidaknya dalam hal volume. Namun, pertumbuhan ini disertai dengan meningkatnya masalah limbah, seperti yang dapat kita saksikan di Gurun Atacama, Chile. Mengembangkan tekstil ramah lingkungan dapat menjadi solusi potensial untuk mengurangi masalah limbah dan mendukung industri pakaian yang lebih berkelanjutan.

Limbah dari Industri Pakaian

Industri pakaian membutuhkan sumber daya dan menghasilkan limbah dalam jumlah yang signifikan. Industri ini merupakan konsumen air terbesar kedua di dunia, yang menghabiskan sekitar 215 triliun liter air setiap tahunnya. Selain itu, bahan kimia berbahaya yang digunakan dalam pemrosesan tekstil dapat merusak kesuburan tanah, dan proses pewarnaan dan penyelesaian pakaian menyebabkan sekitar 20% polusi air global. Industri ini juga menghasilkan 2-8% emisi gas rumah kaca secara global.

Industri pakaian juga memunculkan masalah mikroplastik. Tingginya permintaan akan pakaian murah dan trendy (fast fashion) telah mendorong perusahaan menggunakan bahan sintetis yang lebih murah seperti poliester, nilon, dan akrilik. Penelitian yang dilakukan oleh European Parliamentary Research Service mengungkap bahwa satu tumpukan cucian yang mengandung bahan-bahan tersebut dapat melepaskan hingga 700.000 serat mikroplastik, yang pada gilirannya mencemari lingkungan dan masuk ke dalam tubuh manusia.

Tekstil Ramah Lingkungan

Salah satu cara untuk mendukung keberlanjutan dalam industri pakaian adalah dengan menggunakan kain yang lebih berkelanjutan. Tekstil ramah lingkungan biasanya bersumber dari bahan berbasis bio atau serat daur ulang dan diproduksi dengan penggunaan air, energi, dan bahan kimia yang jauh lebih sedikit.

Inovasi di bidang ini kini sedang berkembang pesat. Contohnya lyocell, kain semi-sintetis yang terbuat dari selulosa pohon eukaliptus. Meski diproses secara kimia, lyocell diproduksi melalui sistem loop tertutup menggunakan pelarut organik. Contoh lainnya adalah piñatex, yang terbuat dari serat kulit dari daun nanas yang biasanya dibuang begitu saja, dapat menjadi alternatif pengganti kulit hewan atau sintetis.

Lebih jauh, penelitian menunjukkan bahwa penggunaan kapas organik juga membantu menghemat air dan menjaga kesehatan tanah, sementara serat daur ulang yang diolah dari limbah plastik dapat mengurangi ketergantungan pada bahan baru dan dapat meminimalkan limbah. Selain itu, kain yang terbuat dari rami dan bambu juga dapat menjadi pilihan yang layak untuk tekstil ramah lingkungan, karena sama-sama dapat terurai secara alami.

Berbagai entitas bisnis di berbagai belahan dunia telah muncul untuk mendukung perubahan ini. Misalnya, Shroff Industries di India memproduksi kain bertekstur dari serat batang pisang, sementara perusahaan seperti Archroma dan Colorifix mengembangkan metode pewarnaan berkelanjutan menggunakan limbah pertanian dan mikroorganisme. Di Indonesia, ada Batik Si Putri yang memakai pewarna alami dan menanam kembali tanaman-tanaman yang mereka manfaatkan untuk produksi.

Perlu Kolaborasi

Tidak ada satu solusi tunggal untuk mengatasi masalah limbah dalam industri pakaian. Menggunakan tekstil ramah lingkungan adalah salah satu solusi potensial yang juga dapat menghadirkan peluang bagi eksplorasi dan inovasi oleh perusahaan pakaian dalam upaya keberlanjutan mereka.

Sementara itu, transisi menuju industri pakaian berkelanjutan juga memerlukan dukungan dan partisipasi dari pemerintah dan pembuat kebijakan untuk membuat dan menerapkan peraturan, kebijakan, dan program yang tegas. Sebagai konsumen, kita juga dapat menentukan pilihan yang penuh kesadaran dalam membeli dan merawat pakaian kita agar dapat bertahan selama mungkin. Melalui upaya kolaboratif, kita dapat membentuk masa depan di mana pakaian menjadi sarana untuk mengekspresikan diri dan industri yang ramah lingkungan dan bertanggung jawab secara sosial.

Penerjemah: Abul Muamar

Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa Inggris di Green Network Asia

Join Green Network Asia – Ekosistem Nilai Bersama untuk Pembangunan Berkelanjutan.

Belajar, berbagi, berjejaring, dan terlibat dalam gerakan kami untuk menciptakan dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan melalui pendidikan publik dan advokasi multi-stakeholder tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia.

Jadi Member Sekarang

Continue Reading

Sebelumnya: Kolaborasi Indonesia-PBB dalam Penyediaan Lapangan Kerja dan Perlindungan Sosial
Berikutnya: Mengulik Dampak Lingkungan dan Kesehatan dari Industri Nikel di Teluk Weda

Lihat Konten GNA Lainnya

Fasilitas LNG di dekat laut. Menilik Dampak Proyek LNG di Tengah Pusaran Transisi Energi
  • GNA Knowledge Hub
  • Ikhtisar

Menilik Dampak Proyek LNG di Tengah Pusaran Transisi Energi

Oleh Andi Batara
29 Oktober 2025
Sebuah nampan berisi ikan yang di sekitarnya terdapat sikat, pisau, dan makanan laut lainnya. Memanfaatkan Limbah Makanan Laut sebagai Peluang Ekonomi Biru yang Berkelanjutan
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Memanfaatkan Limbah Makanan Laut sebagai Peluang Ekonomi Biru yang Berkelanjutan

Oleh Attiatul Noor
29 Oktober 2025
Pembangkit listrik tenaga nuklir dengan dua menara pendingin besar yang mengeluarkan uap di malam hari, dikelilingi lampu-lampu dan struktur industri lainnya. Menilik PLTN Terapung: Potensi dan Tantangan Energi Nuklir di Indonesia
  • GNA Knowledge Hub
  • Ikhtisar

Menilik PLTN Terapung: Potensi dan Tantangan Energi Nuklir di Indonesia

Oleh Niken Pusparani Permata Progresia
28 Oktober 2025
Seorang pria menjual dan mengipas jagung bakar di samping meja yang penuh dengan kelapa muda. Mengintegrasikan Keberlanjutan dalam Upaya Gastrodiplomasi Indonesia
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Mengintegrasikan Keberlanjutan dalam Upaya Gastrodiplomasi Indonesia

Oleh Nazalea Kusuma dan Dina Oktaferia
28 Oktober 2025
Cover buku We are Eating the Earth: The Race to Fix Our Food System and Save Our Climate oleh Michael Grunwald. Bagaimana Memberi Makan Sembilan Miliar Orang Sembari Mendinginkan Langit?
  • GNA Knowledge Hub
  • Kolom Penasihat GNA
  • Resensi Buku

Bagaimana Memberi Makan Sembilan Miliar Orang Sembari Mendinginkan Langit?

Oleh Jalal
27 Oktober 2025
orang-orang diatas pohon saling membantu naik ke atas Bukan Sekadar Memimpin, tapi Juga Melakukan Transformasi: Bagaimana Perempuan Membentuk Kembali Keadilan Iklim di Asia
  • GNA Knowledge Hub
  • Opini

Bukan Sekadar Memimpin, tapi Juga Melakukan Transformasi: Bagaimana Perempuan Membentuk Kembali Keadilan Iklim di Asia

Oleh Cut Nurul Aidha dan Aimee Santos-Lyons
27 Oktober 2025

Tentang Kami

  • Surat CEO GNA
  • Tim In-House GNA
  • Jaringan Penasihat GNA
  • Jaringan Author GNA
  • Panduan Artikel Opini GNA
  • Panduan Laporan Akar Rumput GNA
  • Layanan Penempatan Siaran Pers GNA
  • Program Magang GNA
  • Ketentuan Layanan
  • Kebijakan Privasi
© 2021-2025 Green Network Asia