Skip to content
  • Tentang
  • Bermitra dengan Kami
  • Beriklan
  • GNA Internasional
  • Jadi Member
  • Log In
Primary Menu
  • Terbaru
  • GNA Knowledge Hub
  • Topik
  • Wilayah
    • Dunia
    • Jawa
    • Kalimantan
    • Maluku
    • Nusa Tenggara
    • Papua
    • Sulawesi
    • Sumatera
  • Kabar
  • Ikhtisar
  • Infografik
  • Video
  • Opini
  • Akar Rumput
  • Muda
  • Siaran Pers
  • Corporate Sustainability
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Gradasi: Pengelolaan Sampah dengan Pendekatan Agama

Melalui pendekatan agama, Gerakan Sedekah Sampah Indonesia (Gradasi) berusaha meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pengelolaan sampah dengan menjadikan rumah ibadah sebagai basisnya.
Oleh Seftyana Khairunisa
20 Maret 2024
beberapa pria berdiri di depan banner, terdapat sekantong sampah yang ditimbang di tengah

Peresmian Gerakan Sedekah Sampah Indonesia (Gradasi) di Masjid Raya Bintaro Jaya, Tangerang Selatan, Banten. | Foto: Gradasi.

Agama dapat menjadi sarana untuk menyebarkan kesadaran mengenai isu-isu lingkungan dan sosial di masyarakat. Mengingat mayoritas penduduk Indonesia merupakan pemeluk agama, agenda lingkungan yang dikaitkan dengan nilai dan ajaran agama dapat relevan dan diterima oleh lapisan masyarakat yang lebih luas. Salah satu upaya untuk membangun kesadaran tersebut dilakukan melalui Gerakan Sedekah Sampah Indonesia (Gradasi). Gerakan ini menggunakan pendekatan agama untuk mendorong kebiasaan pemilahan dan pengelolaan sampah di masyarakat. 

Peran Komunitas Agama dalam Isu Pengelolaan Sampah

Indonesia merupakan negara dengan mayoritas masyarakat yang religius. Sebuah survei tahun 2020 dari The Pew Research Center menyebutkan bahwa 98% responden Indonesia memandang agama sebagai suatu hal yang penting bagi kehidupan mereka. Namun sayangnya, peran komunitas agama masih belum optimal dalam penanganan isu-isu lingkungan. Padahal, komunitas agama memiliki potensi besar untuk mengatasi berbagai persoalan menyangkut lingkungan, sesuai ajaran dan nilai-nilai dalam agama. Kurangnya kesadaran, keterbatasan sumber daya dan kapasitas, tantangan budaya dan tradisi, serta adanya prioritas lain turut mempengaruhi keterbatasan peran komunitas agama dalam hal ini. 
.
Dengan potensi yang dimiliki, komunitas agama dapat memainkan peran penting dalam pendidikan dan kesadaran lingkungan melalui khotbah, ceramah, atau program pendidikan agama. Komunitas agama juga dapat mempromosikan praktik-praktik ramah lingkungan seperti menerapkan konsep bangunan hijau dalam pembangunan rumah ibadah, menggunakan energi terbarukan, serta mendaur ulang dan mengurangi limbah. Lebih dari itu, komunitas agama juga dapat terlibat dalam aksi-aksi iklim seperti penanaman pohon, pembersihan sungai dan pantai, atau membantu komunitas yang terkena dampak bencana dan perubahan iklim. Dengan demikian, komunitas agama tidak hanya membantu mengatasi masalah lingkungan, tetapi juga memberikan manfaat sosial kepada mereka yang membutuhkan.

Untuk memperluas pengaruh dan dampaknya, komunitas agama dapat membangun kolaborasi lintas-agama. Melalui dialog antaragama tentang tanggung jawab umat manusia terhadap alam semesta, komunitas agama dapat bekerja sama untuk mengidentifikasi solusi bersama dan mengimplementasikannya di seluruh tingkatan, baik lokal, nasional, hingga global.

Gerakan Sedekah Sampah Indonesia

Gradasi merupakan sebuah upaya untuk menanamkan perubahan perilaku masyarakat dalam mengolah sampah dengan pendekatan keagamaan. Gerakan ini diinisiasi oleh Tim Koordinasi Nasional Penanganan Sampah Laut (TKN-PSL) sejak tahun 2021 dalam rangka mengajak masyarakat untuk mengurangi pencemaran plastik dengan melakukan sedekah berupa sampah plastik di masjid. Gerakan ini juga merupakan hasil kerja sama antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Agama, Majelis Ulama Indonesia (MUI), Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), serta didukung oleh UNDP Indonesia.

Sampah yang dapat disedekahkan utamanya adalah sampah rumah tangga yang telah dipilah dan layak dijual, seperti sampah kertas, plastik, hingga yang terbuat dari logam dan kaca. Gerakan ini melibatkan partisipasi masyarakat dalam melakukan pemilahan sampah untuk kemudian dapat diserahkan ke masjid yang diteruskan ke pengepul maupun bank sampah. Hasil dari penjualan sampah tersebut digunakan sebagai sumber dana untuk aktivitas masjid sekaligus disalurkan untuk membantu fakir miskin, anak yatim piatu, dan janda, terutama yang berada di sekitar lingkungan masjid. 

Pada awalnya, Gradasi dilakukan di enam masjid di Jakarta, Tangerang, Bekasi, dan Yogyakarta sebagai proyek percontohan, yang bernama Masjid Penggerak. Sosialisasi dan edukasi yang dilakukan di berbagai daerah membuat gerakan ini berkembang luas, dan kini sudah lebih dari 50 masjid yang menjadi Masjid Penggerak.

Tidak hanya hanya dilakukan di masjid, gerakan ini juga  ada yang berbasis Gereja Katolik, yakni di Gereja Maria Bunda Segala Bangsa War Kesambi, Labuan Bajo. Gerakan kolekte sampah di gereja tersebut menggandeng Kole Project, sebuah perusahaan lokal yang bergerak di bidang daur ulang sampah di Labuan Bajo. Sampah yang dibawa oleh umat ke gereja akan dicatat dan dipilah oleh pengurus gereja yang kemudian dibeli oleh Kole Project dan hasilnya dan dimanfaatkan untuk keperluan gereja.

Skala Gradasi di lapangan jauh lebih besar dan tidak hanya berbasis rumah ibadah. Misalnya, di Malang, sudah terdapat 200 komunitas Gradasi yang tersebar masjid, gereja, sekolah, pesantren, universitas, hingga kantor pemerintahan dan komunitas yang total telah mengumpulkan 183 ton sampah. 

Meningkatkan Peran Komunitas Agama

Komunitas agama memiliki potensi besar untuk membantu meningkatkan kesadaran masyarakat tentang lingkungan, khususnya soal pengelolaan sampah. Pesan-pesan yang disampaikan oleh tokoh-tokoh atau pemuka agama dapat mendorong perubahan paradigma dalam masyarakat untuk melihat sampah sebagai suatu hal yang bermanfaat ketika dikelola dengan baik. 

Usaha untuk meningkatkan kesadaran masyarakat juga harus didukung dengan fasilitas dan kelembagaan yang memadai, seperti yang dilakukan Gradasi yang menjadikan rumah ibadah sebagai basis kegiatannya. Gerakan semacam ini penting untuk mendorong masyarakat untuk menerapkan produksi dan konsumsi berkelanjutan dan memahami bahwa kegiatan seperti pemilahan dan pengelolaan sampah adalah hal yang bermanfaat bagi pribadi maupun sosial dan lingkungan.

Seftyana Khairunisa
Reporter at Green Network Asia | Website |  + postsBio

Nisa adalah reporter dan asisten peneliti di Green Network Asia. Ia adalah lulusan Sarjana Ilmu Hubungan Internasional dari Universitas Gadjah Mada. Ia memiliki minat di bidang penelitian, jurnalisme, dan isu-isu seputar hak asasi manusia.

  • Seftyana Khairunisa
    https://greennetwork.id/author/seftyanaauliakhairunisa/
    Mekanisme Anti-SLAPP Lewat Putusan Sela: Harapan Baru bagi Pembela Lingkungan?
  • Seftyana Khairunisa
    https://greennetwork.id/author/seftyanaauliakhairunisa/
    Memajukan Sektor Pangan Akuatik untuk Mendukung Ketahanan Pangan
  • Seftyana Khairunisa
    https://greennetwork.id/author/seftyanaauliakhairunisa/
    Deklarasi Sira: Memperjuangkan Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Adat
  • Seftyana Khairunisa
    https://greennetwork.id/author/seftyanaauliakhairunisa/
    Mengupayakan Keadilan Ekologis

Continue Reading

Sebelumnya: Tingkat Kesuburan Korea Selatan Terus Menurun hingga ke Rekor Terendah
Berikutnya: Listrik Paraguay 100 Persen Bersumber dari Energi Terbarukan

Lihat Konten GNA Lainnya

Pembangkit listrik tenaga nuklir dengan dua menara pendingin besar yang mengeluarkan uap di malam hari, dikelilingi lampu-lampu dan struktur industri lainnya. Menilik PLTN Terapung: Potensi dan Tantangan Energi Nuklir di Indonesia
  • GNA Knowledge Hub
  • Ikhtisar

Menilik PLTN Terapung: Potensi dan Tantangan Energi Nuklir di Indonesia

Oleh Niken Pusparani Permata Progresia
28 Oktober 2025
Seorang pria menjual dan mengipas jagung bakar di samping meja yang penuh dengan kelapa muda. Mengintegrasikan Keberlanjutan dalam Upaya Gastrodiplomasi Indonesia
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Mengintegrasikan Keberlanjutan dalam Upaya Gastrodiplomasi Indonesia

Oleh Nazalea Kusuma dan Dina Oktaferia
28 Oktober 2025
Cover buku We are Eating the Earth: The Race to Fix Our Food System and Save Our Climate oleh Michael Grunwald. Bagaimana Memberi Makan Sembilan Miliar Orang Sembari Mendinginkan Langit?
  • GNA Knowledge Hub
  • Kolom Penasihat GNA
  • Resensi Buku

Bagaimana Memberi Makan Sembilan Miliar Orang Sembari Mendinginkan Langit?

Oleh Jalal
27 Oktober 2025
orang-orang diatas pohon saling membantu naik ke atas Bukan Sekadar Memimpin, tapi Juga Melakukan Transformasi: Bagaimana Perempuan Membentuk Kembali Keadilan Iklim di Asia
  • GNA Knowledge Hub
  • Opini

Bukan Sekadar Memimpin, tapi Juga Melakukan Transformasi: Bagaimana Perempuan Membentuk Kembali Keadilan Iklim di Asia

Oleh Cut Nurul Aidha dan Aimee Santos-Lyons
27 Oktober 2025
siluet pabrik dengan asap yang keluar dari cerobong dan latar belakang langit oranye dan keabuan Menyoal Akuntabilitas dalam Tata Kelola Perdagangan Karbon
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Menyoal Akuntabilitas dalam Tata Kelola Perdagangan Karbon

Oleh Seftyana Khairunisa
24 Oktober 2025
fotodari atas udara mesin pemanen gabungan dan traktor dengan trailer yang bekerja di ladang yang berdekatan, satu berwarna hijau dan yang lainnya berwarna keemasan Transformasi Sistem Pangan Dunia untuk Bumi yang Sehat
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Transformasi Sistem Pangan Dunia untuk Bumi yang Sehat

Oleh Kresentia Madina
24 Oktober 2025

Tentang Kami

  • Surat CEO GNA
  • Tim In-House GNA
  • Jaringan Penasihat GNA
  • Jaringan Author GNA
  • Panduan Artikel Opini GNA
  • Panduan Laporan Akar Rumput GNA
  • Layanan Penempatan Siaran Pers GNA
  • Program Magang GNA
  • Ketentuan Layanan
  • Kebijakan Privasi
© 2021-2025 Green Network Asia