GRI Luncurkan Standar Keberlanjutan Baru tentang Perubahan Iklim dan Energi
Foto: Freepik.
Emisi karbon yang terus meningkat merupakan sinyal untuk segera mengambil tindakan. Meskipun upaya dekarbonisasi telah menjadi sorotan di seluruh dunia, terutama sejak Perjanjian Paris, perlu ada standar untuk memandu implementasi dan dampaknya. Terkait hal ini, Global Reporting Initiative (GRI) telah menerbitkan standar keberlanjutan baru terkait Perubahan Iklim dan Energi untuk mendorong organisasi melakukan aksi iklim.
Peningkatan Emisi Karbon
Emisi karbon global terus meningkat. Pada tahun 2024, emisi CO2 global mencapai 37,8 gigaton (Gt), meningkat 0,8% dari tahun sebelumnya. Meningkatnya permintaan energi yang terkait dengan pertumbuhan ekonomi dan populasi merupakan faktor utama peningkatan ini.
Sebagian besar emisi karbon global berasal dari bisnis. Penelitian oleh Carbon Majors yang menguji emisi CO2 global antara tahun 1854 hingga 2022 menunjukkan bahwa lebih dari 70% karbon yang dipancarkan dapat dikaitkan dengan 78 entitas produksi perusahaan dan negara.
Selain emisi karbon, kegiatan bisnis ekstraktif juga berkaitan dengan kasus penurunan keanekaragaman hayati dan eksploitasi pekerja. Hal ini menggarisbawahi peran penting bisnis dalam memastikan akuntabilitas operasi mereka dan beralih ke praktik bisnis yang lebih bertanggung jawab dalam menghormati hak asasi manusia dan lingkungan.
Standar Keberlanjutan GRI yang Diperbarui
Salah satu cara bagi bisnis dan organisasi untuk menunjukkan komitmen mereka terhadap sosial dan lingkungan yang bertanggung jawab adalah dengan mengadopsi standar keberlanjutan. Selama ini, berbagai standar keberlanjutan telah muncul untuk menjawab kebutuhan lintas sektor, beberapa di antaranya termasuk standar GRI 101: Keanekaragaman Hayati 2024, standar IFRS S1 dan IFRS S2 oleh Dewan Standar Keberlanjutan Internasional (ISSB), dan Standar Pelaporan Keberlanjutan Eropa.
Pada Juni 2025, GRI menerbitkan standar keberlanjutan Perubahan Iklim dan Energi yang diperbarui untuk mendorong akuntabilitas dan mempercepat aksi iklim dari organisasi. Standar GRI 102: Perubahan Iklim menetapkan target pengurangan emisi berbasis sains yang selaras dengan tujuan iklim global. Salah satu sorotan utama dalam standar ini adalah penggabungan prinsip-prinsip transisi yang adil, yang mencakup metrik untuk menilai dampaknya terhadap pekerja, komunitas lokal, dan Masyarakat Adat.
Sementara itu, GRI 103: Energi memusatkan penggunaan energi secara bertanggung jawab dalam pendekatan mitigasi perubahan iklim perusahaan. Beberapa pembaruan penting dari versi 2016 mencakup penggabungan pengungkapan kebijakan dan komitmen energi; konsumsi dan pembangkitan energi dalam organisasi dan rantai nilainya; intensitas energi; dan pengurangan konsumsi energi.
GRI juga menyoroti interoperabilitas standar tersebut dengan standar lain yang sudah ada, termasuk IFRS S2 dan Protokol GHG. “Dengan menggunakan landasan umum untuk data emisi, perusahaan dapat memenuhi kebutuhan pelaporan global secara efisien dan konsisten. Interoperabilitas ini membantu mengurangi duplikasi, meningkatkan transparansi, dan mempercepat aksi iklim yang bermakna,” kata Pankaj Bhatia, Co–Director di Protokol GHG (WRI).
Memperkuat Akuntabilitas Perusahaan
Kedua standar tersebut akan mulai berlaku pada 1 Januari 2027. Standar-standar ini akan membantu bisnis untuk berpartisipasi dalam mengurangi emisi, serta memperkuat akuntabilitas perusahaan mereka dari perspektif investor dan konsumen. Partisipasi ini, bersama dengan dukungan dan kolaborasi dari pemerintah dan masyarakat sipil, diharapkan dapat menciptakan kemajuan yang berarti menuju tujuan akhir, yakni menghentikan krisis iklim.
Penerjemah: Abul Muamar
Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa Inggris di Green Network Asia
Madina is the Assistant Manager for Digital Publications at Green Network Asia. She graduated from Universitas Indonesia with a bachelor's degree in English Literature. She has three years of professional experience working on GNA international digital publications, programs, and partnerships particularly on social and cultural issues.

Menilik Simpul Antara ‘Gajah Terakhir’ dan Banjir di Sumatera
Meningkatnya Angka Pengangguran Sarjana dan Sinyal Putus Asa di Pasar Kerja Indonesia
Wawancara dengan May Tan-Mullins, CEO dan Rektor University of Reading Malaysia
Memperkuat Ketahanan Masyarakat di Tengah Meningkatnya Risiko Bencana
UU KUHAP 2025 dan Jalan Mundur Perlindungan Lingkungan
Wawancara dengan Eu Chin Fen, CEO Frasers Hospitality