Jerman Danai Proyek SETI untuk Dekarbonisasi Sektor Bangunan dan Industri di Indonesia

Foto: CHUTTERSNAP di Unsplash.
Bangunan dan industri merupakan sektor penting dalam mendukung kehidupan manusia. Namun, pada saat yang sama, dua sektor ini turut berkontribusi dalam menyebabkan peningkatan suhu global yang memicu perubahan iklim dengan emisinya yang signifikan. Oleh karena itu, dekarbonisasi sektor bangunan dan industri menjadi hal yang krusial dalam upaya mitigasi perubahan iklim dan mendukung keberlanjutan ekonomi.
Emisi Sektor Bangunan dan Industri
Sektor bangunan dan industri menyumbang proporsi emisi karbon yang signifikan dalam struktur emisi nasional Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Menurut data Climate Transparency 2022, sektor bangunan menyumbang emisi langsung sebesar 4,6% dari total emisi karbon dioksida terkait energi, sedangkan emisi tidak langsungnya mencapai 24,5%. Emisi langsung sektor bangunan muncul dari penggunaan bahan bangunan berintensitas karbon tinggi seperti semen dan baja, serta dari aktivitas konstruksi yang melibatkan mesin berat berbahan bakar fosil. Sementara itu, emisi tidak langsungnya berasal dari konsumsi energi selama masa operasional bangunan, terutama dari penggunaan listrik untuk pendingin ruangan, penerangan, dan peralatan elektronik lainnya, yang sebagian besar masih bersumber dari pembangkit berbahan bakar fosil.
Sementara itu, sektor industri di Indonesia secara langsung menyumbang 22,9% emisi CO2, dan secara tidak langsung sebesar 15,6%. Produksi baja dan pembuatan baja merupakan salah satu sumber emisi signifikan yang sulit didekarbonisasi–di samping semen, pupuk, dan tekstil yang masih bergantung pada energi fosil. Selain itu, polusi udara dan air dari limbah industri turut memperburuk dampak lingkungan, mengancam kesehatan masyarakat, dan meningkatkan risiko dampak sosial-ekonomi.
Proyek SETI di Indonesia
Terkait hal ini, pemerintah Indonesia telah menjalin kerja sama dengan pemerintah Jerman dengan meluncurkan proyek Sustainable Energy Transition in Indonesia (SETI). Dengan pendanaan sebesar 15 juta euro dari Kementerian Federal Jerman untuk Urusan Ekonomi dan Aksi Iklim (BMWK), SETI berfokus pada penguatan ekosistem energi berkelanjutan, dekarbonisasi sektor industri dan sektor bangunan, serta percepatan pembangkitan energi terbarukan dan efisiensi energi di Indonesia.
Proyek SETI bertujuan untuk mengembangkan kebijakan pendukung dan model bisnis yang dapat meningkatkan investasi swasta dalam energi bersih serta mendorong pengetahuan publik dan inovasi dalam praktik berkelanjutan. Selain itu, SETI juga bertujuan untuk mengembangkan ekosistem kelembagaan, regulasi, dan keuangan yang efektif. Proyek yang akan berlangsung selama lima tahun hingga 2028 ini memiliki empat target output, yakni:
- Kebijakan transisi energi berkelanjutan yang diwujudkan melalui beberapa kegiatan dalam bentuk kajian, capacity building, serta sosialisasi.
- Pendanaan transisi energi berkelanjutan yakni memunculkan opsi-opsi insentif dan inovasi transisi energi termasuk dengan mempertemukan lembaga pendanaan dan pelaku usaha.
- Pelaksanaan transisi energi di sektor industri besi dan baja, tekstil, pulp and paper, serta kawasan industri.
- Transisi energi di perkotaan dengan fokus pada pemanfaatan sumber energi bersih untuk mendukung aktivitas di gedung serta melaksanakan efisiensi energi di sektor bangunan.
Proyek ini dilaksanakan oleh konsorsium yang terdiri dari GIZ, IESR, WRI, dan Yayasan CERAH, serta melibatkan Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, dengan Kota Surabaya dan Kota Batam dipilih sebagai daerah percontohan.
Memastikan Efektivitas
Pada akhirnya, perlu komitmen kuat dari semua pihak terkait untuk memastikan proyek ini berjalan efektif dan mencapai dampak yang diharapkan. Pemerintah perlu mengintegrasikan proyek ini dengan agenda dekarbonisasi nasional yang lebih luas, termasuk dengan mendorong penerapan teknologi rendah karbon di sektor industri dan sektor bangunan melalui insentif fiskal dan pemberlakuan standar keberlanjutan secara ketat dalam perizinan dan operasional. Di tengah krisis iklim yang menuntut dunia untuk bertransformasi, dekarbonisasi sektor bangunan dan industri dan mengarusutamakan bangunan hijau dan industri hijau menjadi tantangan yang semakin mendesak.
Amar adalah Manajer Publikasi Digital Indonesia di Green Network Asia. Ia adalah alumnus Magister Filsafat dari Universitas Gadjah Mada, dan Sarjana Ilmu Komunikasi dari Universitas Sumatera Utara. Ia memiliki lebih dari sepuluh tahun pengalaman profesional di bidang jurnalisme sebagai reporter dan editor untuk beberapa media tingkat nasional di Indonesia. Ia juga adalah penulis, editor, dan penerjemah, dengan minat khusus pada isu-isu sosial-ekonomi dan lingkungan.