Menilik Fenomena Pengolahan Sampah Plastik menjadi Bahan Bakar di Tingkat Akar Rumput
Foto: Ivuvisual di Wikimedia Commons.
Sampah plastik telah menjadi salah satu isu lingkungan mendesak di Indonesia dalam beberapa dekade terakhir. Berbagai upaya dan inovasi lantas bermunculan untuk mengatasi persoalan ini di tengah masyarakat, termasuk di tingkat tapak. Kini, banyak gerakan komunitas akar rumput di berbagai daerah yang berupaya memanfaatkan tumpukan sampah plastik, salah satunya dengan mengolahnya menjadi bahan bakar alternatif melalui metode pirolisis sederhana. Gerakan ini memicu pertanyaan penting: apakah inovasi lokal ini dapat menjadi bagian penting dari solusi energi sekaligus mengurangi tekanan sampah plastik di Indonesia?
Bagaimana Sampah Plastik Bisa Menjadi Bahan Bakar?
Di banyak tempat, sampah plastik kerap kali berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA), atau mencemari lingkungan baik di darat maupun di laut. Beberapa pihak memang telah berupaya melakukan daur ulang, namun proses ini tidak selalu menjadi solusi yang bermakna, sebab tidak semua jenis plastik dapat didaur ulang atau kualitasnya mengalami penurunan setelah melalui proses daur ulang. Di sisi lain, proses pembakaran dapat menghasilkan abu limbah, logam berat, dan emisi gas yang berbahaya jika dibakar pada suhu tinggi.
Namun, dengan melihat karakteristik plastik yang berbasis hidrokarbon, solusi lain muncul untuk mengatasi permasalahan ini. Melalui proses pirolisis, yaitu proses pemanasan tanpa oksigen, rantai karbon pada plastik dapat diurai untuk menghasilkan minyak sebagai salah satu produknya. Pada dasarnya, pirolisis menghasilkan tiga produk utama berupa minyak, gas, dan residu padat. Minyak pirolisis kemudian dapat diolah lebih lanjut melalui proses pemurnian sehingga dapat digunakan sebagai bahan bakar sintetis.
Bukan hanya dilakukan oleh industri besar, teknologi ini mulai menarik perhatian komunitas akar rumput karena dapat dioperasikan secara sederhana dan tidak membutuhkan fasilitas skala industri. Bagi komunitas, minyak pirolisis menjadi produk yang berguna karena dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk mesin diesel, generator, alat pertanian, bahkan kendaraan bermotor. Inilah alasan mengapa kelompok-kelompok lokal melihat teknologi ini sebagai jalan tengah untuk mengurangi sampah sekaligus menciptakan sumber energi yang bisa digunakan langsung. Ketika harga bahan bakar fosil terus berfluktuasi dan biaya operasional kerap membengkak, kemampuan mengubah sampah menjadi bahan bakar alternatif memberikan nilai tambah yang nyata.
Di Banjarnegara, misalnya, kerjasama antara Bank Sampah Banjarnegara (BSB) dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dalam pengolahan sampah plastik telah menghasilkan bahan bakar PETASOL dengan teknologi fast pyrolysis. Melalui hasil uji laboratorium BRIN dan LEMIGAS, PETASOL dinyatakan memenuhi standar setara solar B0. Di Banyuwangi, reaktor pirolisis sederhana dibuat menggunakan alat-alat yang dapat ditemukan di lingkungan sekitar. Inovasi itu bahkan diprediksi dapat meningkatkan taraf perekonomian masyarakat setempat melalui penjualan bahan bakar hasil pirolisis dengan harga terjangkau.
Selain inisiatif sporadis, ada pula gerakan yang lebih mapan seperti yang digagas oleh Yayasan Get Plastic Indonesia di beberapa daerah, yang sejak tahun 2016 telah mengembangkan pendekatan pendidikan dan advokasi, serta telah membangun 15 prototipe mesin pirolisis guna mengolah sampah plastik menjadi bahan bakar minyak (BBM).
Peluang Besar dan Tantangan yang Tak Bisa Diabaikan
Fenomena konversi sampah plastik menjadi BBM membuka peluang yang tidak kecil. Di banyak daerah, teknologi pirolisis skala komunitas menjadi cara nyata untuk mengurangi volume sampah plastik yang selama ini tidak terkelola. Plastik-plastik bernilai rendah yang biasanya berakhir di sungai atau dibakar di tempat terbuka, kini menjadi bernilai. Ketika bank sampah mulai membeli plastik jenis ini karena dapat diolah menjadi bahan bakar, rantai ekonomi baru pun tercipta. Pemulung sampah mendapat tambahan pemasukan dan desa-desa yang terletak jauh dari Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) mendapatkan sumber energi alternatif yang lebih terjangkau. Keberadaan bahan bakar hasil pirolisis juga memberi ruang baru bagi operasional pertanian skala kecil. Seperti yang terjadi di Banjarnegara, misalnya, PETASOL telah membantu petani menggerakkan mesin pertanian tanpa harus bergantung pada solar bersubsidi.
Kemudian, tingkat emisi BBM pirolisis juga patut menjadi perhatian. Sejumlah studi menunjukkan bahwa kualitas pembakaran bahan bakar pirolisis sangat bergantung pada jenis mesin. Pada mesin bensin, campuran kecil plastik dapat menurunkan emisi karbon monoksida dan hidrokarbon pada putaran tinggi, tetapi emisi kembali naik ketika proporsi plastik meningkat karena pembakaran menjadi kurang sempurna. Sementara pada mesin diesel, emisi karbon monoksida dan hidrokarbon menjadi semakin tinggi seiring dengan semakin besarnya porsi plastik, meskipun karbon dioksida terlihat menurun akibat pembakaran yang tidak optimal.
Tantangan lainnya adalah pada aspek legal dan keselamatan. Hingga kini, Indonesia belum memiliki regulasi yang jelas untuk produksi BBM berbasis sampah plastik di tingkat komunitas. Akibatnya, penggunaan teknologi pirolisis sering berjalan tanpa panduan keselamatan yang baku untuk mencegah kebocoran gas, kebakaran, atau paparan kimia berbahaya. Padahal, risiko tersebut sangat nyata terutama bagi kelompok masyarakat yang mengoperasikan reaktor buatan sendiri dengan bahan dan desain sederhana.
Selain itu, ada pula pertanyaan yang lebih besar perihal sejauh mana teknologi ini sejalan dengan komitmen pengurangan sampah plastik dan ekonomi sirkular. Pirolisis sampah plastik mungkin menyelesaikan permasalahan sampah jangka pendek, tetapi tidak mengurangi ketergantungan pada plastik. Tanpa kebijakan yang menekan produksi plastik sekali pakai atau memperkuat daur ulang mekanis dan kimiawi yang lebih bersih, pirolisis sampah plastik berisiko menjadi solusi parsial yang menunda perbaikan sistemik dan menyeluruh.
Menuju Penggunaan Teknologi yang Aman dan Berkelanjutan
Pirolisis sampah plastik menjadi BBM menunjukkan bahwa inovasi tidak selalu lahir dari pusat riset atau industri besar. Namun agar inovasi ini benar-benar memberi manfaat jangka panjang, perlu penataan fondasi yang lebih matang. Langkah pertama adalah memastikan adanya standar nasional yang jelas, termasuk panduan mutu dan keselamatan. Tanpanya, kualitas bahan bakar hasil pirolisis akan terus bervariasi dan risiko operasional akan sulit dikendalikan. Pengujian dan sertifikasi untuk bahan bakar pirolisis, mulai dari parameter angka setana hingga batas residu, sangat krusial agar proses konversi dapat berlangsung secara aman.
Lebih lanjut, pembinaan teknis berbasis komunitas juga perlu diperluas. Dalam hal ini, kolaborasi antara lembaga riset dan komunitas lokal diperlukan. Riset akademik dapat menyediakan data performa jangka panjang yang kemudian dapat didesiminasikan kepada komunitas untuk mempercepat penyempurnaan teknologi. Dengan pendampingan yang terstruktur, kapasitas warga dalam menjalankan teknologi bisa meningkat tanpa mengorbankan keselamatan.
Namun teknologi tidak bisa berdiri sendiri tanpa kebijakan yang tepat. Dalam ekosistem ekonomi sirkular, konversi plastik menjadi energi seharusnya bukan solusi utama, melainkan pilihan terakhir setelah upaya reduce dan reuse. Regulasi yang mendorong pengurangan produksi plastik sekali pakai, insentif untuk daur ulang mekanis, dan infrastruktur pemilahan sampah yang lebih baik harus berjalan bersamaan agar pirolisis tidak menjadi justifikasi untuk tetap memproduksi dan menggunakan plastik tanpa batas.
Jika seluruh aspek ini dirangkai, teknologi pirolisis tidak hanya menjadi alternatif untuk mengurangi sampah plastik, tetapi juga bagian dari gerakan menuju pengelolaan sampah yang lebih cerdas dan penyediaan energi yang lebih inklusif.
Editor: Abul Muamar
Join Membership Green Network Asia – Indonesia
Jika Anda menilai konten ini bermanfaat, dukung gerakan Green Network Asia untuk menciptakan dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan melalui pendidikan publik dan advokasi multi-stakeholder tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia. Dapatkan manfaat khusus untuk pengembangan pribadi dan profesional Anda.
Jadi Member Sekarang
Pink Tax dan Beratnya Ongkos Menjadi Perempuan
Mengatasi Risiko Konsumsi Minuman Berpemanis dalam Kemasan
Bagaimana Insentif Positif dapat Hentikan Penurunan Keanekaragaman Hayati
Mengatasi Deprivasi Hak Anak Multidimensi untuk Dukung Kesejahteraan Anak
Langkah Singapura dalam Melindungi Korban Kekerasan Siber
Melihat Kemajuan Proyek Great Green Wall dengan Merangkul Pengelolaan Lahan Adat