Mengenal Konsep Pemakaman Ramah Lingkungan untuk Lingkungan yang Lebih Sehat
Foto: Melissa Mullin di Unsplash.
Selama ribuan tahun, manusia telah menyiapkan tempat-tempat khusus untuk memakamkan orang-orang yang telah meninggal dunia. Namun tahukah Anda, proses pemakaman konvensional dapat membawa berbagai dampak buruk terhadap lingkungan? Terkait hal ini, konsep pemakaman ramah lingkungan dapat menjadi solusi.
Dampak Lingkungan Pemakaman Konvensional
Pemakaman berkaitan erat dengan budaya serta keyakinan suatu masyarakat. Karena itu, dampaknya terhadap lingkungan sangat jarang dipertanyakan. Kenyataannya, pemakaman konvensional berdampak buruk terhadap lingkungan, mulai dari degradasi tanah, pencemaran air, hingga ancaman penyebaran penyakit. Pengawetan jenazah, misalnya, dapat mencemari tanah dan air sekitar pemakaman dari penggunaan zat-zat kimia seperti formaldehida, fenol, metanol, dan gliserin.
Selain itu, pemakaman konvensional umumnya menggunakan banyak material yang tidak ramah lingkungan yang dikubur bersama jenazah. Contohnya, peti mati yang terbuat dari besi atau logam. Material tidak ramah lingkungan ini sangat sulit terurai, serta mengeluarkan sejumlah zat kimia, mencemari tanah dan air di sekitarnya.
Pemakaman konvensional juga membutuhkan lahan yang sangat luas. Pada beberapa pemakaman tertentu yang dikenal dengan “Memorial Park”, dibutuhkan sangat banyak air, pupuk kimia, dan pestisida, untuk menjaga tampilan pemakaman agar tetap hijau dan asri. Bahan-bahan kimia ini, sekali lagi, dapat mencemari tanah dan air, serta berdampak pada kehidupan hewan liar di sekitar pemakaman.
Selain itu, pemakaman di lokasi dan kondisi tanah yang buruk (seperti berpasir atau berkerikil) juga dapat menimbulkan ancaman polusi dan penyakit bagi masyarakat di sekitarnya karena proses penguraian jasad yang tidak berlangsung dengan baik.
Kremasi juga memberi dampak lingkungan yang tidak lebih baik. Dalam prosesnya, kremasi yang umumnya menggunakan tenaga gas, dapat menghasilkan emisi karbon dalam jumlah yang tidak sedikit dari proses pembakaran, serta dapat melepaskan zat kimia lainnya yang berasal dari jenazah manusia. Satu kali kremasi diperkirakan menghasilkan 535 pon CO2, setara perjalanan mobil sejauh 974 km dengan mobil berukuran rata-rata.
Mengenal Pemakaman Ramah Lingkungan

Pemakaman ramah lingkungan atau green burials bertujuan utama untuk mengurangi dampak lingkungan dari proses pemakaman. Beberapa prinsip pemakaman ramah lingkungan, di antaranya:
- Penggunaan kain kafan atau peti yang dapat terurai (biodegradable casket). Peti mati yang dapat terurai mulai banyak diproduksi, dengan bahan baku bambu maupun kayu yang tidak dipernis.
- Pemakaman jenazah dilakukan di lokasi khusus yang disebut natural burial grounds (kuburan alami), yang sekaligus mendukung konservasi lingkungan.
- Tidak menggunakan bahan kimia berbahaya dalam proses pengawetan jenazah.
- Menggunakan nisan yang bahan bakunya ramah lingkungan, seperti potongan kayu sederhana.
- Upacara pemakaman dilakukan dengan sederhana, sedikit menghasilkan sampah.
Ragam Praktik Pemakaman Ramah Lingkungan di Dunia
Meski masih sedikit, pemakaman ramah lingkungan mulai populer di berbagai lokasi di dunia. Dalam praktiknya, pemakaman ramah lingkungan dapat dilakukan dengan berbagai bentuk, di antaranya:
- Pemakaman Natural (Natural Burials), yang mendorong keluarga menggunakan kain kafan serta perawatan jenazah yang minim bahan kimia.
- Pemakaman Konservasi (Conservation Burial), yang mendorong keluarga untuk menguburkan jenazah pada suatu lahan khusus yang umumnya berupa hutan konservasi, di mana jenazah akan dimakamkan secara sederhana dan keluarga atau pengunjung dapat menanam pohon sebagai tanda kuburan seseorang.
- Pengomposan Jenazah (Human Composting), yang cara kerjanya mirip dengan proses pengomposan pada umumnya, namun menggunakan teknologi dan etika perawatan khusus. Metode ini, selain ramah lingkungan, juga menghemat lahan untuk pemakaman karena tidak dibutuhkan lahan yang luas.
- Aquamation (Water Cremation), yaitu kremasi jenazah menggunakan 95% air dan 5% sodium hidroksida. Hasil dari kremasi air ini adalah bubuk yang berasal dari tulang jenazah, sama seperti yang dihasilkan dalam proses kremasi konvensional. Perbedaannya, kremasi air tidak menghasilkan emisi karbon dan membutuhkan energi lebih sedikit. Sama seperti pengomposan jenazah, kremasi air juga tidak membutuhkan lahan untuk pemakaman.
Di tengah krisis iklim yang memaksa kita untuk bertindak lebih dalam menjaga kelestarian lingkungan, konsep pemakaman ramah lingkungan ini mungkin dapat diarusutamakan. Konsep ini juga perlu didukung dengan konsep berkabung yang sederhana, tidak bermewah-mewah, serta minim limbah, dan berfokus pada upacara mengingat dan mengenang mendiang. Namun, pengurangan dan pencegahan pencemaran lingkungan harus dilakukan pula melalui upaya-upaya lain, utamanya dengan mengadopsi gaya hidup berkelanjutan.
Editor: Abul Muamar
Di tengah tantangan global yang semakin kompleks saat ini, membekali diri, tim, dan komunitas dengan wawasan interdisipliner dan lintas sektor tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) bukan lagi pilihan — melainkan kebutuhan strategis untuk tetap terdepan dan relevan.
Titis is a Reporter at Green Network Asia. She is currently studied undergraduate program of Law at Brawijaya University.

Paparan Merkuri pada Burung: Sinyal Bahaya bagi Manusia dan Lingkungan
Menakar Efektivitas Model Insentif Konservasi TFFF untuk Atasi Deforestasi
Kepemimpinan Keberlanjutan di Tengah Kelelahan Global: Refleksi dari Survei Pemimpin Keberlanjutan 2025
Merenungkan Pemahaman Kita tentang Bencana
Menilik Aturan Baru tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove
Melihat Kembali Pangan Lokal untuk Pola Makan Sehat yang Terjangkau