Mewujudkan Kota yang Ramah Pejalan Kaki
Berjalan kaki dapat menjadi aktivitas yang penting bagi kesehatan manusia, termasuk bagi warga perkotaan. Selain itu, berjalan kaki juga dapat mendukung keberlanjutan lingkungan dan membantu mengurangi polusi perkotaan. Namun sayangnya, dalam era urbanisasi yang pesat, desain kota seringkali berorientasi pada efisiensi kendaraan bermotor, dan meninggalkan pejalan kaki sebagai pihak yang terabaikan. Demi menciptakan ruang hidup yang lebih sehat dan inklusif bagi semua, membangun kota yang ramah pejalan kaki menjadi hal yang krusial.
Kurangnya Tata Kota yang Ramah Pejalan Kaki
Indonesia mengalami peningkatan populasi yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir, terutama di wilayah perkotaan. Badan Pusat Statistik mencatat 56,7 persen penduduk Indonesia saat ini tinggal di wilayah perkotaan.
Tingginya populasi wilayah perkotaan seringkali tidak disertai dengan tata kelola pemerintahan yang baik, sehingga menimbulkan berbagai masalah, mulai dari tingginya angka pengangguran, kemiskinan, polusi, hingga masalah infrastruktur yang tidak ramah terhadap pejalan kaki. Kurangnya infrastruktur pendukung pedestrian seperti trotoar, jalur khusus pejalan kaki, dan jalur penyeberangan jalan telah menjadi salah satu penyebab utama rendahnya minat masyarakat untuk berjalan kaki. Hal ini pada akhirnya menyebabkan aktivitas jalan kaki menjadi “asing” bagi warga perkotaan.
Di beberapa kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Medan, dan Surabaya, ketersediaan trotoar masih sangat terbatas. Di Jakarta, misalnya, hanya 8,71 persen atau 610 kilometer dari total ruas jalan (7.000 kilometer) yang memiliki trotoar. Sementara itu, di Kota Medan, sarana pedestrian seperti bollard trotoar, jembatan penyeberangan, dan halte masih jarang ditemukan. Meskipun jalur pemandu ada di setiap trotoar, namun keadaannya memprihatinkan–ada yang terputus dan terhalangi oleh tiang listrik dan objek lainnya, sehingga tidak ideal bagi disabilitas netra.
Selain itu, di berbagai kota, telah menjadi pemandangan umum bahwa trotoar dijadikan sebagai lapak berjualan pedagang atau lahan parkir sehingga seringkali membuat pejalan kaki terpaksa berjalan di jalur kendaraan yang membahayakan. Semua hal ini pada akhirnya membuat masyarakat enggan berjalan kaki.
Mewujudkan Kota yang Lebih Ramah Pejalan Kaki
Berjalan kaki dapat memberikan dampak positif yang signifikan bagi kehidupan perkotaan. Selain baik untuk kesehatan, berjalan dapat membantu menciptakan mobilitas perkotaan yang lebih ramah lingkungan.
Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 mengatur bahwa setiap jalan yang digunakan untuk lalu lintas umum wajib dilengkapi dengan fasilitas untuk pejalan kaki dan orang dengan disabilitas. Berdasarkan ketentuan legal tersebut, terdapat keharusan bagi kota untuk menyediakan fasilitas pendukung pejalan kaki yang memadai.
Ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk mewujudkan kota yang ramah pejalan kaki. Mengevaluasi infrastruktur pedestrian yang ada saat ini adalah langkah pertama yang perlu dilakukan untuk memastikan kelayakannya. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan metode walkability untuk mengukur sejauh mana suatu jalur pejalan kaki dapat memberi rasa nyaman, aman, dan menarik bagi pejalan kaki.
Memperbaiki jalur pedestrian, trotoar, jembatan penyebrangan, dan fasilitas penunjang lainnya merupakan langkah berikutnya yang perlu dilakukan. Menciptakan jalur pedestrian yang terkoneksi dengan fasilitas publik lainya adalah strategi yang penting untuk mendorong masyarakat lebih banyak berjalan kaki..
Selain itu, membatasi penggunaan moda transportasi dan memberi ruang khusus bagi pejalan kaki di jalur-jalur tertentu juga dapat menjadi strategi yang efektif untuk mewujudkan kota yang lebih ramah pejalan kaki.
Meningkatkan Inklusivitas Perkotaan
Menyediakan jalur pedestrian yang memadai merupakan salah satu aspek penting dalam meningkatkan inklusivitas perkotaan sekaligus dapat mendukung kehidupan yang lebih sehat bagi warga. Namun, rancangan dan pembangunan infrastruktur pejalan kaki juga harus memperhatikan kebutuhan kelompok rentan seperti perempuan, ibu hamil, anak-anak, lansia, dan orang dengan disabilitas. Hal ini penting mengingat kelompok rentan sering kali tidak dapat memanfaatkan fasilitas publik secara optimal.
Pada akhirnya, mewujudkan kota yang ramah pejalan kaki membutuhkan kolaborasi yang kuat antara semua pemangku kepentingan. Pemerintah, perencana kota, pengembang, dan masyarakat sipil harus bergandengan tangan dalam merancang dan mengimplementasikan solusi yang berkelanjutan dan inklusif. Pemerintah perlu mengedepankan kebijakan yang mendukung infrastruktur pedestrian dan mobilitas perkotaan yang berkelanjutan, sementara perencana kota dan pengembang harus memastikan bahwa desain perkotaan memprioritaskan kenyamanan dan keselamatan para pejalan kaki.Editor: Abul Muamar
Editor: Abul Muamar
Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.
Agung adalah Reporter Magang di Green Network Asia. Ia adalah lulusan Ilmu Komunikasi Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga. Ia memiliki minat dalam bidang jurnalisme, penelitian, filsafat, serta isu-isu seputar ekonomi dan politik.