Octopus: Meningkatkan Kualitas Hidup dengan Ekosistem Pengelolaan Sampah yang Baik
Persoalan Sampah di Indonesia
Indonesia, negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki masalah khusus dalam pengelolaan sampah. Sistem pengelolaan sampah negara berjibaku menghadapi populasi yang terdesentralisasi dan terus meningkat, serta kerangka kerja politik dan struktural yang terbatas dalam mengikuti tren modern dan mengurangi akumulasi sampah.
Menurut Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID), Indonesia harus berupaya membangun sistem pengelolaan sampah yang lebih kuat untuk meminimalkan kerusakan lingkungan. Hal ini mencakup optimalisasi pengumpulan, pengkategorian sampah untuk didaur ulang, dan penerapan metode pembuangan yang ramah lingkungan.
Untuk mencapai hal tersebut, diperlukan peningkatan kemampuan dan sumber daya pemerintah daerah, infrastruktur, partisipasi dan kesadaran masyarakat, serta model bisnis untuk daur ulang dan penggunaan kembali produk limbah. Seperti halnya Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, ini membutuhkan peran semua pihak – dari berbagai sektor dan aktor untuk bekerja bersama secara terintegrasi dengan mengumpulkan sumber daya keuangan, pengetahuan, dan keahlian.
Apa itu Octopus?
Didirikan pada tahun 2019, Octopus adalah platform ekonomi sirkular yang memungkinkan produsen melacak dan mengumpulkan produk pasca-pemakaian konsumen mereka untuk bahan yang dapat didaur ulang dan yang tidak. Platform ini juga memungkinkan produsen untuk secara langsung memberi penghargaan kepada pemangku kepentingan terverifikasi mereka. Mekanisme pengumpulan menjamin transparansi untuk keuntungan pemangku kepentingan sampah lokal, dan teknologi AI menawarkan model penetapan harga yang efisien untuk industri daur ulang.
Octopus telah bekerja sama dengan 1.700 bank sampah dan 14.600 pemangku kepentingan sampah lokal yang telah mendapatkan pelatihan konservasi dan telah terverifikasi. Memperluas ekosistem meningkatkan nilai pemangku kepentingan limbah lokal dan upaya untuk mengejar Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
Octopus berupaya melindungi lingkungan, menciptakan lapangan kerja, memperbaiki kondisi kehidupan pemulung lokal, mempromosikan bisnis mikro, mengurangi jejak karbon secara signifikan, dan memberdayakan perempuan.
Dampak Octopus
Hingga kini, Octopus telah mengumpulkan 9,1 juta keping plastik, mencegah akumulasi sampah plastik di dalam perairan. Ekosistem tersebut juga dapat memantau dan mengurangi jejak karbon barang-barang konsumsi, dan 80% yang telah tercapai. Octopus juga membantu bisnis rongsokan lokal dalam mengumpulkan bahan PCP bermutu tinggi.
Untuk membantu mengambil limbah dari pelanggan Octopus, platform tersebut telah menciptakan pekerjaan yang disebut Pelestari. Sejauh ini, 49% Pelestari adalah perempuan. Dan baru-baru ini, salah seorang Pelestari menghasilkan Rp10,7 juta dalam sebulan.
Bank dan lembaga keuangan lainnya saat ini memberikan pinjaman modal kepada 1.008 stasiun pengumpulan. Itu terjadi karena Octopus menawarkan aplikasi yang transparan dan akuntabel yang memungkinkan mereka memanfaatkan bisnis mereka untuk terhubung dengan Lembaga Keuangan.
Kolaborasi dengan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Dengan peresmian Octopoint sebagai bagian dari ekosistem Octopus di M Bloc Space di kawasan Jakarta Selatan pada 29 Juni 2022, warga Jakarta kini dapat mengakses layanan gratis untuk memilah, mengumpulkan, dan mengelola sampah rumah tangga masing-masing. Dr. Teten Masduki, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Indonesia, meresmikan peluncuran Octopus Jakarta dan menandatangani MoU antara Octopus dan Kementerian Koperasi dan UKM untuk mempromosikan usaha mikro berbasis sampah, yang lebih dikenal sebagai bank sampah.
Sejak 2021, Danone dan Grab telah menjadi mitra Octopus. Diskusi panel langsung dengan Co-Founder dan CMO Octopus Hamish Daud, Wakil Presiden Danone Indonesia Vera Galuh Sugijanto, dan Direktur Strategi dan Proyek Khusus Grab Indonesia Rivana Mezaya, diadakan setelah acara. Mereka membahas tantangan lingkungan menyangkut pengelolaan sampah di Jakarta.
Kolaborasi dan kemitraan diperlukan dalam semua aspek pembangunan berkelanjutan. Dalam hal ini, para pemangku kepentingan memiliki visi dan tujuan yang sama untuk menjalankan sistem pengelolaan sampah berbasis ekonomi sirkular.
Sumber: Octopus
Penerjemah: Abul Muamar
Baca juga versi artikel ini dalam bahasa inggris di Green Network Asia.
Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.
Aliyah adalah seorang eksekutif ESG dan penulis konten di Green Network Asia.