Skip to content
  • Tentang
  • Bermitra dengan Kami
  • GNA Internasional
  • Berlangganan
  • Log In
Primary Menu
  • Terbaru
  • GNA Knowledge Hub
  • Topik
  • Wilayah
    • Dunia
    • Jawa
    • Kalimantan
    • Maluku
    • Nusa Tenggara
    • Papua
    • Sulawesi
    • Sumatera
  • Soft News
  • Ikhtisar
  • Infografik
  • Video
  • Opini
  • Komunitas
  • Siaran Pers
  • Muda
  • ESG
  • GNA Knowledge Hub
  • Ikhtisar

Rendahnya Minat Baca Adalah Masalah Struktural

Membaca sering dianggap sebagai aktivitas yang kurang mendesak, bahkan suatu kemewahan, terutama bagi orang-orang yang masih berjibaku dengan masalah kesejahteraan. Hal ini menggarisbawahi bahwa rendahnya minat baca adalah masalah struktural.
Oleh Andi Batara dan Abul Muamar
6 Mei 2025
Tumpukan buku terbengkalai di samping jendela.

Foto: Wendelin Jacober di Pexels.

Membaca merupakan salah satu fondasi dalam pembelajaran yang dapat membantu memperluas wawasan, meningkatkan pemahaman, dan mengembangkan kapasitas berpikir. Namun, meski akses terhadap bahan bacaan hari ini relatif lebih luas, minat baca tetap saja rendah. Bagi tak sedikit orang, membaca sering dianggap sebagai aktivitas yang kurang mendesak, bahkan suatu kemewahan, terutama bagi orang-orang yang masih berjibaku dengan masalah kesejahteraan.

Hal ini membuat argumen yang menyatakan rendahnya minat baca karena keterbatasan infrastruktur maupun akses terhadap bahan bacaan menjadi kurang relevan. Kenyataannya, rendahnya minat baca adalah masalah struktural, yang erat kaitannya dengan isu kemiskinan dan ketimpangan dalam berbagai dimensi.

Rendahnya Minat Baca dan Kemiskinan

Berdasarkan data Indeks Aktivitas Literasi Membaca tahun 2019, rata-rata indeks nasional termasuk dalam kategori literasi masih rendah. Kondisi tersebut salah satunya dipengaruhi oleh dimensi budaya (kebiasaan membaca) yang masih rendah.

Di kalangan pelajar, membaca seringkali hanya dilakukan untuk keperluan pengerjaan tugas sekolah atau pemenuhan proses pembelajaran, sehingga buku-buku yang dibaca lebih sering hanya sebatas buku pelajaran. Budaya membaca yang lemah ini pada waktunya semakin memudar dan lenyap ketika para pelajar tersebut telah lulus dan tak lagi menempuh pendidikan. Di kalangan masyarakat umum, membaca sering dianggap sebagai aktivitas yang kurang penting dan membuang-buang waktu, terlebih bagi mereka yang masih berjuang untuk memperoleh penghidupan yang layak. Akibatnya, pembelajaran sepanjang hayat yang mensyaratkan membaca sebagai salah satu instrumen utamanya menjadi sulit diwujudkan di tengah masyarakat yang tak terbiasa membaca dalam kehidupan sehari-hari.

Minat baca bukanlah hal yang timbul begitu saja, melainkan lahir dari stimulasi dan kebiasaan yang didukung dan terbentuk oleh berbagai prasyarat, seperti waktu luang, energi, ruang tenang dan nyaman, kemampuan berpikir, dan ketenangan pikiran, yang itu semua dimungkinkan oleh kehidupan yang layak. Anak-anak atau orang yang memiliki minat baca yang tinggi atau menjadi pembaca aktif biasanya adalah mereka yang terpapar bacaan sejak kecil atau berasal dari keluarga terdidik-sejahtera yang mampu mendukung mereka dengan bahan bacaan. Dalam kehidupan banyak orang di Indonesia, prasyarat tersebut seringkali sulit dimiliki karena dalam keseharian masih harus berkutat dengan tekanan ekonomi, termasuk anak-anak dari kalangan keluarga miskin yang seringkali terpaksa harus ikut bekerja untuk membantu meringankan beban ekonomi keluarganya. Dengan kondisi demikian, membaca buku bukan hanya sulit dilakukan, tetapi bahkan sering tidak terlintas di pikiran.

Hidup dalam kemiskinan tentu berdampak pada berbagai aspek kehidupan, termasuk asupan nutrisi. Gizi yang buruk atau kekurangan nutrisi akan menyebabkan rendahnya kemampuan kognitif yang berpengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam mencerna informasi, termasuk saat membaca, hingga berdampak terhadap pencapaian pendidikan. Selain itu, orang tua dengan tekanan ekonomi yang besar juga akan jarang memiliki kesempatan untuk mengakses bacaan apalagi menumbuhkan kebiasaan membaca dalam keluarga, karena waktu dan energinya dicurahkan untuk bekerja. Dalam kondisi demikian, minat baca akan sulit terbangun hanya dengan ketersediaan bahan bacaan.

Buku dan Perpustakaan Tersedia tapi Pembacanya Tidak Ada

Pendekatan pemerintah dan para pemangku kepentingan lainnya dalam mengatasi rendahnya minat baca masyarakat seringkali berkutat pada pengadaan infrastruktur atau dukungan material seperti perpustakaan, program-program hibah bagi komunitas literasi, atau bantuan buku sampai ke desa-desa. Sebagai contoh, pada tahun 2025 Perpustakaan Nasional memiliki program Bantuan Bahan Bacaan Bermutu yang menyasar perpustakaan umum desa, kelurahan, taman baca masyarakat (TBM), dan perpustakaan rumah ibadah. Program semacam ini juga telah sering diluncurkan pada tahun-tahun sebelumnya.

Meski mungkin responsif, pendekatan semacam itu seringkali tidak menyentuh akar persoalan– tidak membuat minat membaca masyarakat membaik. Perpustakaan telah hadir di setiap daerah bahkan sampai ke desa, tetapi pengunjungnya sepi. Buku-buku dari Jawa dikirim hingga ke sekolah-sekolah di pelosok daerah, tetapi bertahun-tahun hanya dipajang, hingga pada akhirnya dijual ke penadah barang bekas ketika ruangan sudah tidak muat dan bantuan buku baru akan datang lagi.

Selain itu, hadirnya komunitas-komunitas literasi di berbagai daerah seringkali juga tidak mampu menjawab persoalan. Banyak komunitas literasi yang aktivitasnya bersifat eksklusif dan hanya melibatkan orang-orang yang memang punya minat dan ketertarikan pada buku atau berkecimpung dalam dunia buku atau kepenulisan, sehingga tidak menjadi wadah transformasi sosial yang menjawab kebutuhan konkret masyarakat, terutama kelompok rentan seperti perempuan dan orang-orang dengan disabilitas.

Mengatasi Akar Permasalahan

Rendahnya minat baca adalah salah satu tantangan terbesar di Indonesia yang menghambat pencapaian cita-cita untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, yang pada gilirannya juga akan menghambat pembangunan manusia. Hal ini menekankan pentingnya kerja sama antara pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat sipil untuk bahu-membahu mengatasinya secara sistemik.

Pemerintah perlu membentuk kebijakan yang menjadikan literasi sebagai prioritas nasional untuk meningkatkan minat baca, antara lain dengan mengintegrasikan agenda literasi ke dalam program-program pemberantasan kemiskinan, memperluas akses terhadap pendidikan berkualitas yang terjangkau, dan menjadikan literasi sebagai indikator pembangunan manusia yang sama pentingnya dengan angka partisipasi sekolah. Singkatnya, literasi dengan penguatan pada minat baca harus menjadi agenda lintas sektor yang menyentuh aspek sosial, ekonomi, dan budaya. Peningkatan minat baca masyarakat harus berjalan beriringan dengan upaya pemberantasan kemiskinan, pemenuhan hak-hak asasi secara memadai, dan perluasan akses ke berbagai layanan dasar yang berkualitas.

Dunia pendidikan, termasuk sekolah, pendidik, dan lembaga pengembang kurikulum, juga memiliki peran besar. Sekolah perlu bertransformasi menjadi ruang yang menumbuhkan kecintaan terhadap kegiatan membaca dan memperoleh pengetahuan. Di sisi lain, dunia usaha khususnya penerbit, toko buku, dan pelaku industri literasi perlu mengambil peran sosial yang lebih kuat, misalnya dengan memperluas akses terhadap buku murah dan berkualitas, menjalin kemitraan dengan sekolah dan komunitas, serta mendorong inovasi digital untuk menjangkau pembaca yang lebih luas, khususnya di daerah-daerah terpencil. Sementara itu, komunitas literasi juga perlu melakukan kegiatan atau gerakan yang menjangkau masyarakat umum secara inklusif, seperti komunitas buruh, perempuan, orang dengan disabilitas, dan anak-anak, untuk mengarusutamakan kegiatan membaca di tengah masyarakat.

Perkuat pengembangan kapasitas pribadi dan profesional Anda dengan Langganan GNA Indonesia.

Jika konten ini bermanfaat, harap pertimbangkan Langganan GNA Indonesia untuk mendapatkan akses digital ke wawasan interdisipliner dan lintas sektor tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia.

Pilih Paket Langganan Anda

Continue Reading

Sebelumnya: Layanan Pengasuhan Anak Masih Terus Terbatas di Berbagai Negara
Berikutnya: Bagaimana Perkembangan Kesehatan Anak Perempuan dalam Tiga Dekade Terakhir?

Lihat Konten GNA Lainnya

bom waktu tersembunyi di antara bunga Memahami Kecurigaan dan Kekecewaan terhadap Gerakan Keberlanjutan Perusahaan
  • GNA Knowledge Hub
  • Kolom Penasihat GNA
  • Opini

Memahami Kecurigaan dan Kekecewaan terhadap Gerakan Keberlanjutan Perusahaan

Oleh Jalal
15 September 2025
foto daerah pesisir dengan air laut biru Perkembangan Kondisi Tutupan Karang di Great Barrier Reef
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Perkembangan Kondisi Tutupan Karang di Great Barrier Reef

Oleh Kresentia Madina
15 September 2025
ilustrasi misinformasi; manekin kepala dengan bagian atas terbuka menerima koran yang dilabeli tulisan palsu Menangkal Masifnya Penyebaran Misinformasi dan Disinformasi
  • GNA Knowledge Hub
  • Ikhtisar

Menangkal Masifnya Penyebaran Misinformasi dan Disinformasi

Oleh Seftyana Khairunisa
12 September 2025
Seorang anak berkacamata menerima piring berisi makanan. Menengok Bagaimana Program Makan Gratis di Sekolah di Amerika Latin dan Karibia
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Menengok Bagaimana Program Makan Gratis di Sekolah di Amerika Latin dan Karibia

Oleh Attiatul Noor
12 September 2025
pembagian makanan kepada anak-anak Menyalakan Kemanusiaan dengan Menyelamatkan dan Mendistribusikan Makanan Berlebih
  • GNA Knowledge Hub
  • Komunitas

Menyalakan Kemanusiaan dengan Menyelamatkan dan Mendistribusikan Makanan Berlebih

Oleh Dilla Atqia Rahmah
11 September 2025
Seorang perempuan pengguna kursi roda sedang meraih tombol lift. Kunci untuk Memastikan Sistem Transportasi Perkotaan yang Inklusif di Asia-Pasifik
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Kunci untuk Memastikan Sistem Transportasi Perkotaan yang Inklusif di Asia-Pasifik

Oleh Dinda Rahmania
11 September 2025

Tentang Kami

  • Surat CEO GNA
  • Tim In-House GNA
  • Jaringan Penasihat GNA
  • Jaringan Author GNA
  • Panduan Artikel Opini GNA
  • Panduan Konten Komunitas GNA
  • Layanan Penempatan Siaran Pers GNA
  • Program Magang GNA
  • Pedoman Media Siber
  • Ketentuan Layanan
  • Kebijakan Privasi
© 2021-2025 Green Network Asia