Skip to content
  • Tentang
  • Bermitra dengan Kami
  • GNA Internasional
  • Berlangganan
  • Log In
Primary Menu
  • Terbaru
  • GNA Knowledge Hub
  • Topik
  • Wilayah
    • Dunia
    • Jawa
    • Kalimantan
    • Maluku
    • Nusa Tenggara
    • Papua
    • Sulawesi
    • Sumatera
  • Soft News
  • Ikhtisar
  • Infografik
  • Video
  • Opini
  • Komunitas
  • Siaran Pers
  • Muda
  • ESG
  • GNA Knowledge Hub
  • Ikhtisar

Sarjana Berlimpah, Cari Kerja Susah: Mengulik Isu Pengangguran Sarjana di Negara Berkembang

Semakin banyak anak muda yang lulus sarjana hari ini, namun pengangguran sarjana di negara-negara berkembang terus membludak karena ketidaksesuaian antara keterampilan dan ekonomi yang lemah.
Oleh Sukma Prasanthi
28 Agustus 2025
Topi wisuda melambangkan semakin banyaknya lulusan yang menghadapi kesempatan kerja terbatas

Foto: Joshua Hoehne di Unsplash.

Jumlah pemuda yang menyelesaikan pendidikan tinggi meningkat pesat, menandakan kemajuan dalam akses pendidikan. Namun, meraih gelar pendidikan tinggi ternyata bukan lagi jaminan untuk memperoleh pekerjaan. Di negara-negara berkembang, banyak lulusan pendidikan tinggi yang kesulitan memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan kualifikasi mereka, karena pasar tenaga kerja menawarkan peluang yang sangat terbatas di tengah meningkatnya jumlah pencari kerja terdidik. Meningkatnya pengangguran sarjana memunculkan pertanyaan tentang nilai sebenarnya dari pendidikan tinggi.

Pengangguran Sarjana di Negara Berkembang

Pengangguran sarjana (merujuk pada lulusan pendidikan tinggi seperti D4, S1, S2, dan S3) telah menjadi isu yang terus mencuat di banyak negara berkembang. Isu ini diperparah dengan semakin banyaknya lulusan pendidikan tinggi yang memasuki pasar tenaga kerja yang tidak terserap oleh terbatasnya lowongan kerja. Di Indonesia, BPS mencatat sebanyak 842.378 pengangguran lulusan universitas dan 170.527 pengangguran lulusan akademi/diploma—angka ini meningkat dua kali lipat selama satu dekade terakhir. Di Afrika Selatan, tingkat pengangguran sarjana meningkat dari 8,7% pada tahun 2024 menjadi 11,7% pada kuartal pertama tahun 2025, yang menyoroti meningkatnya kekhawatiran tentang kesenjangan antara pendidikan dan kebutuhan pasar tenaga kerja.

Bahkan Tiongkok, dengan jumlah lulusan terbanyak sepanjang sejarah, menghadapi pengangguran di kalangan muda, dengan hampir 21% penduduk berusia 16 hingga 24 tahun menganggur pada tahun 2023. Semua ini menunjukkan tantangan nyata bagi lulusan sarjana yang memasuki pasar kerja yang sangat kompetitif.

Menilik Akar Penyebab

Ada beragam faktor yang menyebabkan peningkatan pengangguran sarjana di negara-negara berkembang. Dua di antaranya yang paling menonjol adalah sistem pendidikan dan pasar tenaga kerja.

Penelitian menyoroti bahwa sistem pendidikan di negara-negara berkembang seringkali gagal membekali kaum muda dengan keterampilan yang dibutuhkan oleh pemberi kerja, sehingga mengakibatkan ketidaksesuaian keterampilan yang mencolok. Selain itu, kurangnya akses terhadap pendidikan berkualitas, kurikulum yang ketinggalan zaman, dan hambatan gender membatasi kemampuan sarjana untuk bersaing di pasar tenaga kerja yang berkembang pesat dan membutuhkan keahlian teknis dan vokasional. Kesenjangan ini terus membuat banyak orang bergelar kurang siap untuk bekerja, sehingga memperburuk krisis pengangguran sarjana.

Pada saat yang sama, hambatan ekonomi dan struktural semakin memperparah keadaan. Pertumbuhan ekonomi yang lambat dan ekspansi sektor formal yang tidak memadai di banyak negara berkembang telah membatasi penciptaan lapangan kerja berkualitas yang sesuai dengan keterampilan sarjana. Peraturan pasar tenaga kerja yang kaku dan tata kelola yang lemah juga menyebabkan terbatasnya peluang untuk pekerjaan layak, terutama bagi kaum muda. Tanpa reformasi terkoordinasi dalam sistem pendidikan dan pasar tenaga kerja, kesenjangan berlarut-larut antara jumlah lulusan sarjana dengan lapangan kerja yang tersedia akan terus berlanjut.

Konsekuensi Serius

Meningkatnya pengangguran di kalangan kaum muda, terutama di kalangan lulusan pendidikan tinggi, membawa konsekuensi ekonomi dan sosial yang serius bagi individu dan masyarakat secara keseluruhan. Secara ekonomi, kurangnya pemanfaatan talenta muda menyebabkan penurunan produktivitas yang signifikan, yang dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi nasional. Misalnya, Afrika Selatan, dengan tingkat pengangguran di kalangan kaum muda melampaui 11,7%, menghadapi potensi ekonomi yang berkurang.

Secara sosial, pengangguran berkepanjangan di kalangan kaum muda dapat meningkatkan kemiskinan, menyebabkan masalah kesehatan mental, dan memicu keresahan sosial, dan gelombang protes mencuat di berbagai negara karena kurangnya peluang bagi kaum muda. Untuk menyambung hidup, banyak orang terpaksa menempuh pekerjaan informal berbasis gig, dengan upah minimum, jam kerja yang panjang, dan minim peraturan serta mekanisme perlindungan.

Selain itu, dalam skala besar, dampaknya terhadap masyarakat mencakup fenomena “brain drain“, di mana orang-orang terampil memilih “kabur” ke luar negeri untuk mencari peluang yang lebih baik, yang mengakibatkan hilangnya talenta di negara asal. Migrasi ini dapat melemahkan upaya membangun ekonomi lokal yang kuat dan memperburuk ketimpangan antarnegara. Secara keseluruhan, pengangguran sarjana dapat mengancam stabilitas sosial dan kemajuan ekonomi saat ini dan di masa depan di negara-negara berkembang.

Penyelarasan & Upaya Kolaboratif yang Lebih Baik

Untuk mengatasi pengangguran sarjana secara efektif di negara-negara berkembang, diperlukan perubahan sistemik dalam kebijakan pendidikan dan pasar tenaga kerja. Sistem pendidikan harus menyeimbangkan kurikulum tradisional dan berbasis teori dengan pelatihan yang lebih praktis dan berbasis keterampilan yang selaras dengan tuntutan pasar. Selain itu, kolaborasi yang lebih kuat antara lembaga pendidikan dan industri sangat penting untuk memastikan kurikulum tetap relevan dan lulusan lebih siap untuk bekerja di dunia nyata. Hal ini sangat penting karena dunia saat ini membutuhkan sistem pendidikan dan dunia kerja yang mendukung peralihan menuju praktik berkelanjutan bagi manusia dan planet Bumi.

Di sisi pasar tenaga kerja, menciptakan lingkungan yang kondusif untuk merangsang pertumbuhan sektor formal sangatlah penting. Pemerintah harus mereformasi peraturan ketenagakerjaan untuk mendorong kewirausahaan dan investasi swasta, terutama di sektor-sektor yang dapat menyerap kaum muda terdidik. Meningkatkan akses terhadap informasi pasar tenaga kerja yang akurat dan panduan karier dapat membantu para sarjana membuat keputusan yang tepat dan mengurangi ketidaksesuaian. Terakhir, kemitraan multi-pemangku kepentingan yang melibatkan pemerintah, lembaga pendidikan, sektor swasta, dan kaum muda itu sendiri merupakan kunci untuk mengembangkan strategi ketenagakerjaan yang komprehensif yang mendorong pertumbuhan lapangan kerja yang inklusif dan berkelanjutan bagi para sarjana.

Penerjemah: Abul Muamar

Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa Inggris di Green Network Asia.

Perkuat pengembangan kapasitas pribadi dan profesional Anda dengan Langganan GNA Indonesia.

Jika konten ini bermanfaat, harap pertimbangkan Langganan GNA Indonesia untuk mendapatkan akses digital ke wawasan interdisipliner dan lintas sektor tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia.

Pilih Paket Langganan Anda

Continue Reading

Sebelumnya: Membentuk Pemimpin Perempuan melalui Sekolah Kepemimpinan Perempuan
Berikutnya: Harapan akan Perbaikan Sistem Transportasi Umum di Kota Serang

Lihat Konten GNA Lainnya

ilustrasi misinformasi; manekin kepala dengan bagian atas terbuka menerima koran yang dilabeli tulisan palsu Menangkal Masifnya Penyebaran Misinformasi dan Disinformasi
  • GNA Knowledge Hub
  • Ikhtisar

Menangkal Masifnya Penyebaran Misinformasi dan Disinformasi

Oleh Seftyana Khairunisa
12 September 2025
Seorang anak berkacamata menerima piring berisi makanan. Menengok Bagaimana Program Makan Gratis di Sekolah di Amerika Latin dan Karibia
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Menengok Bagaimana Program Makan Gratis di Sekolah di Amerika Latin dan Karibia

Oleh Attiatul Noor
12 September 2025
pembagian makanan kepada anak-anak Menyalakan Kemanusiaan dengan Menyelamatkan dan Mendistribusikan Makanan Berlebih
  • GNA Knowledge Hub
  • Komunitas

Menyalakan Kemanusiaan dengan Menyelamatkan dan Mendistribusikan Makanan Berlebih

Oleh Dilla Atqia Rahmah
11 September 2025
Seorang perempuan pengguna kursi roda sedang meraih tombol lift. Kunci untuk Memastikan Sistem Transportasi Perkotaan yang Inklusif di Asia-Pasifik
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Kunci untuk Memastikan Sistem Transportasi Perkotaan yang Inklusif di Asia-Pasifik

Oleh Dinda Rahmania
11 September 2025
foto udara pemukiman padat yang ada di dekat bantaran sungai perkotaan Jerat Kemiskinan di Perkotaan
  • GNA Knowledge Hub
  • Ikhtisar

Jerat Kemiskinan di Perkotaan

Oleh Seftyana Khairunisa
10 September 2025
seorang anak perempuan menulis dengan kapur di papan tulis hitam Bagaimana Pendidikan Lingkungan Dukung Ketahanan di Odisha, India
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Bagaimana Pendidikan Lingkungan Dukung Ketahanan di Odisha, India

Oleh Attiatul Noor
10 September 2025

Tentang Kami

  • Surat CEO GNA
  • Tim In-House GNA
  • Jaringan Penasihat GNA
  • Jaringan Author GNA
  • Panduan Artikel Opini GNA
  • Panduan Konten Komunitas GNA
  • Layanan Penempatan Siaran Pers GNA
  • Program Magang GNA
  • Pedoman Media Siber
  • Ketentuan Layanan
  • Kebijakan Privasi
© 2021-2025 Green Network Asia