Dampak Insinerator Sampah dan Mendorong Strategi Zero Waste

Foto: Jas Min di Unsplash.
Penanganan dan pengelolaan sampah telah menjadi isu penting di tengah upaya mengatasi pemanasan global yang menyebabkan perubahan iklim. Berbagai pihak telah melakukan berbagai upaya, namun tidak semuanya efektif dan berada di jalur yang benar. Tanpa pertimbangan komprehensif, suatu upaya justru dapat berujung menjadi bumerang alih-alih solusi.
Insinerator sampah, misalnya. Teknologi pembakaran sampah bersuhu tinggi ini memang dapat mengurangi volume sampah sekaligus menghasilkan energi. Namun, insinerator sampah masih menyisakan masalah berupa emisi karbon dioksida yang dihasilkan dari pembakaran.
Penelitian yang dilakukan oleh Aliansi Global untuk Alternatif Insinerator (GAIA) menemukan bahwa setiap satu ton plastik yang dibakar di insinerator sampah akan menghasilkan sekitar 1,43 ton CO2. Bahkan, teknologi ini dapat menghasilkan emisi karbon lebih besar dibanding PLTU batubara, terutama jika mencakup sampah organik dari makanan, sampah basah, dan kayu.
Dampak Insinerator Sampah
Teknologi termal, di antaranya termasuk Refuse Derived Fuel (RDF) dan insinerator sampah, merupakan arah kebijakan pemerintah untuk penanganan sampah. Berdasarkan data dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) KLHK, jumlah insinerator sampah di Indonesia saat ini ada sembilan unit yang tersebar di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Timur, dan Papua.
Yang menjadi masalah, selain emisi karbon, insinerator sampah juga berpotensi melepaskan zat kimia beracun, terutama dari pembakaran plastik yang salah satu bahan bakunya berasal dari fosil. Selain itu, teknologi ini memakan biaya operasional 25 persen lebih mahal dibandingkan PLTU batu bara. Biaya operasional insinerator sampah sekitar 140 dolar AS per megawatt hour, sedangkan biaya operasional PLTU batu bara sekitar 115 dolar AS per megawatt hour.
“Ketika sampah dibakar di bagian hilir, baik di insinerator sampah atau di industri semen, emisi yang dilepaskan lebih besar dari emisi dari PLTU batubara. Hal ini sangat mengecewakan karena narasi ‘Zero Waste, Zero Emission’ pemerintah Indonesia sesungguhnya sangat didominasi solusi-solusi palsu tersebut yang sangat mahal, polutif, dan diregulasi secara lemah,” kata Yobel Novian Putra, Climate and Clean Energy Campaign Officer GAIA Asia-Pacific.
“Kebijakan ini jelas sangat mengancam implementasi solusi zero waste, terutama dari sisi komitmen pembiayaan, transisi yang berkeadilan, dan penanganan krisis iklim,” imbuhnya.
Dorong Strategi Zero Waste
Hasil penelitian GAIA menyimpulkan bahwa solusi paling efektif dan realistis bagi pemerintah adalah dengan menerapkan konsep zero waste. Selain lebih rendah emisi dibanding dengan metode pembakaran, konsep zero waste juga dapat mendukung adaptasi terhadap perubahan iklim dan meningkatkan kesuburan tanah melalui kompos yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesehatan masyarakat.
Penelitian tersebut memberikan sejumlah rekomendasi untuk pengelolaan sampah yang lebih baik dan aman, yakni:
- Memasukkan target dan kebijakan zero waste ke dalam rencana mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
- Memprioritaskan pencegahan limbah makanan dan larangan plastik sekali pakai.
- Menerapkan sistem pengumpulan dan pengolahan sampah organik secara terpisah dan larangan sampah organik di TPA.
- Berinvestasi dalam sistem pengelolaan limbah, daur ulang, dan pengomposan.
- Menetapkan kerangka kelembagaan yang sesuai untuk zero waste termasuk peraturan, program pendidikan dan penjangkauan, dan memberikan insentif keuangan melalui subsidi untuk daur ulang dan pengomposan.
- Mengakui peran pemulung dan mengintegrasikan mereka sepenuhnya ke dalam sistem pengelolaan sampah.
Urgensi untuk penanganan perubahan iklim tidak dapat ditunda lagi. Para ilmuwan telah menegaskan bahwa apa yang kita lakukan sejauh ini belum cukup untuk memastikan suhu tidak melebihi 1,5 derajat celcius. Karenanya, dibutuhkan peran serta semua pihak dan kemauan pengambil kebijakan untuk mengadopsi strategi terbaik dalam penanganan sampah.
Jika Anda melihat artikel ini bermanfaat, berlangganan Newsletter Mingguan kami untuk mengikuti kabar dan cerita seputar pembangunan berkelanjutan dari komunitas multistakeholder di Indonesia dan dunia.
Amar adalah Manajer Editorial Indonesia di Green Network. Ia bertanggung jawab sebagai Editor untuk Green Network ID.