Skip to content
  • Tentang
  • Bermitra dengan Kami
  • Internasional
  • Berlangganan
  • Log In
Primary Menu
  • Beranda
  • Terbaru
  • Topik
  • Kabar
  • Ikhtisar
  • Wawancara
  • Opini
  • Figur
  • Infografik
  • Video
  • Komunitas
  • Partner
  • Siaran Pers
  • Muda
  • Dunia
  • Kabar
  • Unggulan

Deklarasi Suku Bajau untuk Pelestarian Cagar Biosfer Wakatobi

Suku Bajau berkomitmen untuk mendukung upaya pelestarian Cagar Biosfer Wakatobi melalui Deklarasi Suku Bajau yang berisi tiga poin penting.
Oleh Maharani Rachmawati
19 November 2024
Terumbu karang di perairan bawah laut Taman Nasional Wakatobi

Foto Benjamin L. Jones di Unsplash.

Indonesia memiliki banyak kawasan konservasi yang berperan penting dalam menjaga ekosistem alam dan keanekaragaman hayati. Namun, tanpa pengelolaan dan pelestarian yang memadai serta partisipatif, banyak kawasan konservasi di Indonesia yang menghadapi ancaman kerusakan, termasuk Taman Nasional Wakatobi di Sulawesi Tenggara yang berstatus sebagai cagar biosfer. Terkait hal ini, masyarakat Suku Bajau menegaskan komitmen untuk membantu pelestarian Cagar Biosfer Wakatobi melalui Deklarasi Suku Bajau.

Status Cagar Biosfer Wakatobi

Taman Nasional Wakatobi merupakan salah satu taman nasional di Indonesia yang berada di Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Wakatobi sendiri merupakan akronim dari nama empat pulau besar, yakni Pulau Wangi-Wangi, Pulau Kaledupa, Pulau Tomia, dan Pulau Binongko. Taman Nasional Wakatobi terdiri dari 25 gugusan terumbu karang yang membentang seluas 600 km. Di kawasan ini, terdapat 750 spesies dari total 850 spesies terumbu karang di dunia.

Pada tahun 2012, kawasan ini ditetapkan sebagai cagar biosfer oleh Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) sebagai dasar perlindungan terhadap kelestarian ekosistem, kearifan lokal, dan kepentingan ekonomi masyarakat lokal. Namun sayangnya, kawasan konservasi ini mengalami berbagai ancaman kerusakan. Di Pulau Wangi-Wangi, misalnya, aktivitas penambangan pasir untuk reklamasi, pembangunan hotel, jetty, dan pelabuhan telah menyebabkan kerusakan ekosistem secara signifikan. Penambangan juga menyebabkan penurunan produksi rumput laut dan degradasi ekosistem padang lamun, yang berdampak terhadap kehidupan nelayan lokal.

Lebih lanjut, penangkapan ikan dengan cara-cara yang tidak berkelanjutan dan tidak bertanggung jawab, serta peningkatan suhu laut yang menyebabkan pemutihan karang (bleaching), juga menjadi ancaman serius bagi Taman Nasional Wakatobi yang statusnya sebagai cagar biosfer dapat dicabut sewaktu-waktu apabila mengalami kerusakan parah.

Deklarasi Suku Bajau

Orang-orang Suku Bajau dikenal sebagai penyelam ulung yang mampu berada di kedalaman laut selama belasan menit. Karena kemampuan itu, mereka sering disebut sebagai “sea nomads” karena menjelajahi wilayah pantai dan laut secara berpindah-pindah.

Budaya dan cara hidup Suku Bajau sejatinya mendukung keberlanjutan Cagar Biosfer Wakatobi karena mereka menganggap laut sebagai roh sekaligus rumah yang harus dijaga. Nelayan Suku Bajau melakukan penangkapan ikan dengan praktik ramah lingkungan tanpa menggunakan racun, peledak, dan pukat harimau. Mereka lihai menangkap ikan dengan tombak dan senapan kayu. Mereka juga menaati berbagai pantangan yang mendukung pelestarian laut seperti membuang sampah ke laut dan pesisir, termasuk air cucian, puntung rokok, dan sampah plastik. Mereka meyakini bahwa malapetaka akan datang jika pantangan-pantangan tersebut dilanggar, seperti cuaca buruk dan berkurangnya hasil tangkapan laut.

Dengan cara hidup selaras dengan alam yang telah turun temurun diwariskan tersebut, Suku Bajau berkomitmen untuk mendukung upaya konservasi Cagar Biosfer Wakatobi melalui Deklarasi Bajau. Ditandatangani oleh Presiden Kerukunan Keluarga Suku Bajau Indonesia Abdul Manan dan sejumlah pejabat pemerintahan pusat dan daerah, deklarasi ini berisi tiga poin penting bagi perlindungan dan pengelolaan cagar biosfer, yaitu:

  1. Mengambill peran terdepan dalam rangka menjaga keberlanjutan sumber daya pesisir dan laut di kawasan Cagar Biosfer Wakatobi, melalui penerapan pengetahuan tradisional dan praktik baik Suku Bajau untuk penghidupan yang berkelanjutan.
  2. Menjadi bagian utama dari kolaborasi multi-pihak untuk bersama-sama meningkatkan kontribusi dalam perlindungan dan pengelolaan ekosistem Cagar Biosfer Wakatobi.
  3. Mengajak Suku Bajau se-Asia Tenggara berkolaborasi mengoptimalkan pemanfaatan cagar biosfer berbasis maritim untuk melestarikan budaya, tradisi, dan cara hidup Suku Bajau yang unik sebagai bagian warisan Cagar Biosfer Wakatobi.

Memperkuat Kolaborasi

Sinergi dan penguatan kolaborasi antara Taman Nasional Wakatobi dan masyarakat adat Suku Bajau sangat krusial dalam pengelolaan cagar biosfer. Deklarasi Suku Bajau dapat menjadi pijakan bersama para pemangku kepentingan, khususnya pemerintah dalam merumuskan kebijakan yang konstruktif, yang bertujuan untuk menjadikan Wakatobi sebagai pusat keunggulan di kawasan segitiga karang dunia sekaligus menjaga status cagar biosfer Taman Nasional Wakatobi. Dukungan dari dunia usaha dan masyarakat sipil yang lebih luas juga sangat penting untuk mencapai tujuan ini.

Editor: Abul Muamar


Berlangganan Green Network Asia – Indonesia
Perkuat pengembangan kapasitas pribadi dan profesional Anda dengan wawasan lintas sektor tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia.
Pilih Paket Langganan

Continue Reading

Sebelumnya: Mengintegrasikan Hak Anak dalam Kebijakan Bisnis dan HAM
Berikutnya: Meningkatkan Produksi Biodiesel dengan Minyak Biji Karet

Artikel Terkait

seorang nelayan berdiri di kapal kecil di tengah perairan Kolaborasi untuk Dukung Penghidupan Nelayan Skala Kecil melalui SeaBLUE
  • Eksklusif
  • Kabar
  • Unggulan

Kolaborasi untuk Dukung Penghidupan Nelayan Skala Kecil melalui SeaBLUE

Oleh Abul Muamar
1 Juli 2025
tembok memanjang di hadapan air laut dengan burung-burung bertengger di atasnya Ambisi Pembangunan Giant Sea Wall di Pantura dan Dampak Yang Harus Diantisipasi
  • Eksklusif
  • Kabar
  • Unggulan

Ambisi Pembangunan Giant Sea Wall di Pantura dan Dampak Yang Harus Diantisipasi

Oleh Seftyana Khairunisa
30 Juni 2025
kaca yang retak Femisida yang Terus Berulang: Alarm tentang Kekerasan terhadap Perempuan
  • Ikhtisar
  • Unggulan

Femisida yang Terus Berulang: Alarm tentang Kekerasan terhadap Perempuan

Oleh Abul Muamar
27 Juni 2025
kumbang kepik menempel di dedaunan Penurunan Jumlah Serangga yang Kian Mengkhawatirkan
  • Kabar
  • Unggulan

Penurunan Jumlah Serangga yang Kian Mengkhawatirkan

Oleh Kresentia Madina
27 Juni 2025
lahan sawah dengan pepohonan kelapa di belakang Bagaimana Sekolah Lapang Iklim Bantu Petani Hadapi Dampak Perubahan Iklim
  • Eksklusif
  • Kabar
  • Unggulan

Bagaimana Sekolah Lapang Iklim Bantu Petani Hadapi Dampak Perubahan Iklim

Oleh Abul Muamar
26 Juni 2025
seorang anak berdiri di sebuah rumah kayu Kemiskinan Anak dan Tingkat Pendapatan yang Rendah saat Dewasa
  • Ikhtisar
  • Unggulan

Kemiskinan Anak dan Tingkat Pendapatan yang Rendah saat Dewasa

Oleh Abul Muamar
25 Juni 2025

Tentang Kami

  • Founder’s Letter GNA
  • Tim In-House GNA
  • Jaringan Author GNA
  • Panduan Siaran Pers GNA
  • Panduan Artikel Opini GNA
  • Panduan Konten Komunitas GNA
  • Pedoman Media Siber
  • Internship GNA
  • Hubungi Kami
  • Ketentuan Layanan
  • Kebijakan Privasi
© 2021-2025 Green Network Asia - Indonesia.