Melestarikan Lingkungan melalui Peran Kearifan Lokal

Talkshow bertajuk “Melestarikan Lingkungan melalui Peran Kearifan Lokal” yang diselenggarakan oleh Environment Facility Small Grants Programme (GEF SGP) Indonesia bersama National Geographic Indonesia, 21 Maret 2025. | Foto: Dokumentasi GEF SGP Indonesia.
Selama ribuan tahun, manusia telah memanfaatkan alam untuk berbagai keperluan, mulai dari bertahan hidup hingga menjalankan bisnis. Namun pada saat yang sama, berbagai bentuk perlakuan manusia terhadap alam telah memicu banyak masalah lingkungan seperti deforestasi, polusi plastik, hingga perubahan iklim. Hari ini, penanganan terhadap krisis lingkungan tersebut menjadi fokus utama demi menjaga keberlangsungan kehidupan di Bumi. Sehubungan dengan hal ini, Environment Facility Small Grants Programme (GEF SGP) Indonesia bersama National Geographic Indonesia menggelar talkshow bertajuk “Melestarikan Lingkungan melalui Peran Kearifan Lokal” pada 21 Maret 2025. Kegiatan ini bertujuan untuk mengangkat praktik-praktik kearifan lokal di Indonesia yang telah terbukti efektif dalam menjaga kelestarian lingkungan.
Kerusakan Alam di Indonesia

Berdasarkan laporan Forest Declaration Assessment, total luasan hutan Indonesia yang mengalami deforestasi mencapai 1,18 juta hektare pada tahun 2023. Kondisi tersebut menempatkan Indonesia di peringkat kedua dalam daftar negara-negara yang kehilangan hutan paling luas setelah Brazil.
Selain deforestasi, polusi plastik juga menjadi masalah yang serius. Berdasarkan penelitian yang terbit di Jurnal Nature pada tahun 2024, Indonesia berada pada peringkat ketiga dunia penghasil polusi plastik, dengan 3,4 juta ton per tahun. Polusi plastik tersebut telah menjadi ancaman bagi kelestarian ekosistem di darat dan laut, serta memperburuk perubahan iklim.
Kearifan Lokal untuk Pelestarian Lingkungan

Menghadapi tantangan-tantangan kerusakan alam tersebut, diperlukan solusi yang efektif dan berkelanjutan. Di berbagai daerah di Indonesia, sejak dahulu telah ada praktik-praktik kearifan lokal yang selaras dengan prinsip-prinsip keberlanjutan.
Di Sulawesi Selatan, misalnya, ada Pasang ri Kajang yang merupakan hukum lisan yang telah diturunkan dari generasi ke generasi Suku Kajang. Prinsip utama dari hukum ini adalah menerapkan pola hidup yang selaras dengan alam serta mempraktikkan kesederhanaan hidup melalui filosofi kamase-masea yang berarti cara hidup tradisional dan bersahaja. Di Bali, tradisi Subak dapat menjadi contoh kebijakan pengelolaan sumber daya air dengan prinsip kolektivitas dan keadilan guna menghadapi krisis air bersih akibat perubahan iklim. Subak adalah sistem irigasi tradisional sekaligus organisasi kolektif yang isinya pemilik atau penggarap sawah yang menerima air irigasi bersama dari bendungan tertentu.
Di Maluku, praktik Sasi menjadi contoh lain bagaimana kearifan lokal berperan dalam keberlanjutan lingkungan. Sasi merupakan suatu aturan adat yang melarang pengambilan hasil alam selama periode waktu tertentu untuk menjaga proses regenerasinya. Sementara itu, di Kalimantan terdapat tradisi Katuan Larangan (hutan larangan) yang diterapkan oleh Suku Dayak untuk melindungi kawasan hutan tertentu dari eksploitasi. Di hutan larangan ini segala macam aktivitas seperti bertani, berladang, hingga menebang pohon dilarang karena dipercaya bahwa di sana bersemayam arwah para leluhur serta agar kawasan tersebut terlindungi.
Praktik-praktik kearifan lokal ini dapat menjadi contoh solusi nyata yang bisa diterapkan secara luas guna mengatasi masalah lingkungan di berbagai wilayah. Dengan kekayaan suku dan budaya di Indonesia, masih banyak kearifan lokal lain yang dapat dipelajari dan diintegrasikan sebagai upaya menjaga kelestarian lingkungan. Oleh karena itu, diperlukan integrasi dari kebijakan nasional, dukungan riset, pengembangan kapasitas, hingga advokasi & kampanye dengan kolaborasi lintas sektor untuk melestarikan dan memperluas skala praktik dan dampak dari berbagai kearifan lokal yang telah ada.
“Kearifan lokal bukan hanya warisan budaya, tetapi juga solusi nyata untuk masalah lingkungan global. Kami ingin menunjukkan bahwa masa depan keberlanjutan bisa dimulai dari akar budaya kita sendiri,” ujar Sidi Rana Menggala, Koordinator Nasional GEF SGP Indonesia.
Editor: Abul Muamar

Konten Publik GNA berupaya menginspirasi perubahan sosial skala besar dengan menyediakan pendidikan dan advokasi keberlanjutan yang dapat diakses oleh semua orang tanpa biaya. Jika Anda melihat Konten Publik kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan GNA Indonesia. Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional sekaligus mendukung keberlanjutan finansial GNA untuk terus memproduksi konten-konten yang tersedia untuk umum ini.