Memberdayakan Buruh Gendong di Pasar Tradisional Yogyakarta
Di Indonesia, ada banyak bentuk pekerjaan informal yang menjadi sumber penghidupan banyak warga, salah satunya adalah buruh gendong yang lazim ditemui di pasar-pasar tradisional. Di Yogyakarta, buruh gendong bahkan telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari aktivitas di pasar tradisional seperti Pasar Beringharjo, Pasar Giwangan, Pasar Kranggan, dan Pasar Gamping. Mereka mengangkut barang dagangan untuk para pembeli dan pedagang dengan upah yang sering kali kurang layak. Terkait hal ini, terdapat inisiatif dari Yayasan Annisa Swasti Yasanti (YASANTI) yang memperjuangkan hak-hak para buruh gendong agar lebih berdaya.
Buruh Gendong di Pasar Tradisional Yogyakarta
Buruh gendong, atau sering disebut juga sebagai buruh angkut, adalah pekerja informal yang sebagian besar bekerja di pasar-pasar tradisional, termasuk di Yogyakarta. Mereka biasanya mengangkut sayuran, buah-buahan, hingga barang dagangan lainnya yang beratnya mencapai puluhan kilogram, dengan upah yang ditentukan berdasarkan jarak dan berat barang.
Mengandalkan kekuatan fisik untuk mengangkut barang, buruh gendong termasuk salah satu pekerjaan yang berisiko tinggi dan minim perlindungan dan penghargaan. Para buruh gendong menjalani pekerjaan mereka tanpa jaminan sosial atau perlindungan hukum.
Di Yogyakarta, sebagian besar buruh gendong adalah perempuan paruh baya, Mereka biasanya menggendong beban sekitar 30-50 kg untuk sekali angkut, dengan pendapatan per hari berkisar antara Rp35.000 hingga Rp50.000.
Banyaknya buruh gendong adalah salah satu bukti bahwa pekerjaan informal merupakan sektor andalan banyak penduduk di Yogyakarta.. Di Pasar Bringharjo saja, misalnya, ada sekitar 260 buruh gendong, dengan 210 di antaranya perempuan. Pasar-pasar lain seperti Pasar Giwangan dan Pasar Kranggan juga memiliki jumlah buruh gendong yang tidak kalah besar, menurut data Dinas Perdagangan Kota Yogyakarta.
Memperjuangkan Hak-Hak Buruh Gendong
YASANTI (Yayasan Annisa Swasti), yang berfokus pada hak-hak pekerja perempuan, menjalankan berbagai strategi untuk mendukung buruh gendong di Yogyakarta. YASANTI mendampingi buruh gendong di empat pasar transional, yakni Pasar Beringharjo, Pasar Giwangan, Pasar Kranggan, dan Pasar Gamping. Yayasan ini berfokus pada edukasi, advokasi, dan pemberdayaan ekonomi buruh gendong untuk memastikan mereka mendapatkan hak-hak yang layak sebagai pekerja informal.
Dalam salah satu programnya, yayasan ini memberikan edukasi terkait hak-hak buruh perempuan, meliputi pentingnya upah yang disepakati kedua belah pihak, perlindungan sebagai warga negara, dan keterampilan untuk mandiri. Hal ini dilakukan karena buruh gendong sering menjadi korban diskriminasi berbasis gender di tempat kerja, terutama karena status mereka sebagai perempuan pekerja informal tanpa pendidikan.
YASANTI juga memfasilitasi dialog antara buruh gendong dan pemerintah daerah. Dialog ini membuka ruang untuk menyampaikan aspirasi buruh gendong mengenai kondisi kerja mereka. Selain itu, yayasan ini juga mengadvokasi penerapan kebijakan yang lebih ramah terhadap pekerja informal, seperti kemudahan akses kesehatan dan pelayanan yang baik.
Lebih lanjut, yayasan ini memberdayakan buruh gendong melalui pemberian modal usaha bagi yang ingin memulai usaha sampingan. Selain itu, yayasan ini menyediakan program simpan pinjam dengan cicilan ringan untuk membantu buruh gendong memenuhi kebutuhan mendesak tanpa harus terjerat pinjaman berbunga tinggi, dan membentuk koperasi yang menyediakan barang kebutuhan dengan harga yang lebih terjangkau.
Peran Semua Pihak
Isu pekerja perempuan terutama yang melakoni pekerjaan informal mencakup banyak aspek, mulai dari, minimnya pemenuhan hak atas upah yang layak, diskriminasi dan kekerasan berbasis gender, hingga kurangnya perlindungan sosial. Di tengah perubahan iklim yang berbagai krisis lainnya, para pekerja perempuan menghadapi tantangan yang semakin berat, dan hal ini menegaskan bahwa jalan menuju pekerjaan yang layak untuk semua masih panjang dan terjal. Oleh karena itu, seluruh pihak—baik pemerintah, organisasi, maupun masyarakat sipil secara luas—perlu berperan aktif untuk memastikan para pekerja informal termasuk buruh gendong memperoleh perlindungan sosial yang memadai serta hak-hak mereka.
Editor: Abul Muamar
Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.