Memperkuat Platform Riset Ilmu Iklim di Negara Berkembang

Foto oleh James Wisman di Unsplash.
Ilmu iklim hadir untuk memandu tindakan mitigasi dan adaptasi terhadap risiko kerusakan lingkungan dan bencana alam. Namun, distribusi ilmu iklim kenyataannya masih jauh dari inklusif. Tidak mengherankan apabila penanggulangan perubahan iklim di Global South masih lemah.
Studi tentang Kesenjangan Ilmu Iklim
Menurut Journal of Environmental Research, perubahan iklim membutuhkan informasi ilmiah untuk mendukung dan memformulasikan kebijakan dan solusi. Informasi ilmiah akan mengukur risiko lingkungan dan perubahan iklim di berbagai negara dan wilayah. Sayangnya, sebagian besar negara di dunia tidak memiliki sistem yang tepat mengenai perkiraan cuaca dan data berkualitas tinggi.
Sebuah studi yang diterbitkan oleh Nature Climate Change mengungkapkan kesenjangan ilmu iklim dengan melihat makalah ilmiah tentang perubahan iklim di seluruh dunia. Di antara 100.000 penelitian yang diperiksa, hanya ada sekitar 10.000 yang mengkaji tentang Afrika. Sementara itu, ada hampir 30.000 makalah tentang Amerika Utara.
Dr Caroline Wainwright dari Grantham Institute, Imperial College London, menemukan celah dalam studi iklim antara Eropa dan Afrika. Dia menemukan bahwa Eropa jauh lebih banyak dikaji daripada Afrika, mengakibatkan kurangnya gambaran akan solusi yang cocok untuk masalah iklim Afrika.
Profesor Namita Chakma dari Universitas Burdwan membenarkan pengamatan ini. Dia menemukan bahwa kurangnya pengembangan riset iklim menghasilkan kebijakan mitigasi dan adaptasi jangka panjang di India yang tidak tepat.
Penyebab dan Hambatan
Ada beberapa hambatan bagi para ilmuwan di negara berkembang. Salah satunya terkait dengan pembiayaan publik untuk mendukung pengembangan penelitian. Misalnya, tidak ada ruang yang layak untuk penelitian ilmiah di Global South. Jadi, sebagian besar ilmuwan tidak memiliki akses ke sumber daya seperti jurnal bergengsi dan literatur yang memadai dalam ilmu iklim.
Kemudian, persyaratan visa di Global North membuat para peneliti di seluruh negara berkembang kesulitan menghadiri konferensi akademik dan kunjungan studi. Meskipun beberapa pendanaan global dari negara-negara maju sudah ada di negara-negara Dunia Ketiga, hak istimewa yang dimiliki para peneliti dari Global North dibandingkan rekan-rekan mereka dari Global South masih sangat jelas.
Menjembatani kesenjangan
Tantangan perubahan iklim terus semakin nyata seiring berjalannya waktu, sehingga solusi yang tepat untuk menjembatani kesenjangan sains melalui penelitian iklim yang inklusif menjadi sangat penting. Berikut adalah beberapa instrumen untuk membantu platform riset ilmu iklim di Global South, menurut Dr. Christopher Trisos, peneliti dari African Climate and Development Initiative di Cape Town dan Environmental Protection Agency di AS:
- Menetapkan area penelitian yang tepat untuk perubahan iklim
- Menyediakan pembiayaan global untuk menghasilkan hibah penelitian dan keterlibatan
- Memberikan akses inklusif untuk publikasi, infrastruktur, dan teknologi
- Menyiapkan topik penelitian utama tentang perubahan iklim dengan ilmu multidisipliner
Memahami pendekatan ilmiah terhadap perubahan iklim adalah jalan penting menuju masa depan yang lebih baik bagi manusia dan planet ini. Melalui penelitian dan instrumen ilmiah, pengambil keputusan dan pemangku kepentingan terkait lainnya di seluruh dunia dapat menghasilkan kebijakan empiris yang efektif untuk pembangunan berkelanjutan.
Penerjemah & Editor: Abul Muamar
Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa inggris di Green Network Asia.
Jika Anda melihat artikel ini bermanfaat, berlangganan Newsletter Mingguan kami untuk mengikuti kabar dan cerita seputar pembangunan berkelanjutan dari komunitas multistakeholder di Indonesia dan dunia.
Anisa adalah Asisten Peneliti di Green Network Asia. Ia juga bagian dari YSEALI Academic Fellowship on Environmental Issues and Natural Resources Management di East West Center.