Menengok Pengelolaan Sampah Plastik Menjadi Bahan Bakar di Sleman
Sampah plastik telah menjadi ancaman yang serius bagi lingkungan, yang pada gilirannya juga berdampak pada banyak aspek lain kehidupan. Pada saat yang sama, kebutuhan akan transisi menuju penggunaan energi terbarukan semakin mendesak untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil yang berkontribusi besar dalam menghasilkan emisi gas rumah kaca yang menyebabkan pemanasan suhu Bumi. Terkait hal ini, peran komunitas akar rumput sangat penting dalam membantu mengarusutamakan energi terbarukan dari berbagai sumber. Di Padukuhan Cupuwatu, Kelurahan Purwomartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), terdapat sebuah inisiatif dari masyarakat setempat yang memanfaatkan sampah plastik untuk diolah menjadi bahan bakar alternatif.
Penumpukan Sampah di DIY
Indonesia menempati peringkat kedua dunia sebagai penghasil sampah plastik terbanyak, berdasarkan laporan UNEP. Di DIY sendiri, permasalahan sampah telah sering menjadi sorotan karena jumlah sampah yang dihasilkan seringkali melampaui kapasitas tempat pembuangan yang tersedia. Pada tahun 2022, produksi sampah di wilayah ini mencapai 303,13 ton ton per harinya, dengan sekitar 31% diantaranya berupa sampah plastik.
Sampah plastik yang tidak terkelola seringkali menumpuk di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dan mencemari lingkungan sekitar. Kondisi ini mengakibatkan TPA harus ditutup secara berkala, sehingga masyarakat tidak jarang terpaksa membuang sampah di pinggir jalan maupun gang. Penumpukan sampah ini juga memicu berbagai dampak negatif, seperti penurunan kesehatan masyarakat akibat paparan limbah dan polusi, serta degradasi lingkungan yang mengancam kelestarian ekosistem setempat.
Sampah Plastik Menjadi Bahan Bakar
Di tengah permasalahan ini, masyarakat Padukuhan Cupuwatu mengambil inisiatif dengan mengolah sampah plastik menjadi bahan bakar. Upaya ini diinisiasi oleh komunitas Bank Sampah Go-Green, bersama dengan dukungan dari Get Plastic Foundation, melalui pembentukan bank sampah sebagai upaya mengatasi limbah plastik.
Upaya dimulai dengan pengumpulan dan pemilahan sampah oleh masyarakat, di mana setiap rumah tangga berpartisipasi memilah sampah menjadi dua kategori utama: organik dan anorganik. Sampah anorganik, yang sebagian besar berupa limbah plastik, kemudian diolah melalui metode dekomposisi menggunakan mesin pirolisis, yang dirancang untuk memanaskan plastik pada suhu tinggi tanpa menggunakan oksigen atau bahan kimia lainnya. Proses ini mencairkan sampah plastik dan mengubahnya menjadi minyak mentah yang bisa disuling untuk menjadi bahan bakar.
Dalam satu kali proses, mesin pirolisis yang dipakai mampu mengolah hingga 20 kilogram sampah plastik dan menghasilkan sekitar 12-13 liter bahan bakar. Suhu pemanas bensin menentukan jenis bahan bakar yang akan dihasilkan, seperti bensin pada suhu 100-120 derajat celsius, minyak tanah pada suhu 120-200 derajat celsius, dan solar pada suhu sekitar 300 derajat celsius.
Inisiatif ini tidak hanya berkontribusi dalam mengurangi volume sampah plastik, tetapi juga menghasilkan energi alternatif. Bensin yang dihasilkan dari pengolahan ini telah digunakan untuk berbagai keperluan, termasuk bahan bakar bus wisata ulang-alik Si Thole dan sebagai sumber listrik untuk sebuah konser Get The Fest di Yogyakarta yang berlangsung pada 25–27 Oktober 2024.
Memastikan Bahan Bakar yang Lebih Bersih
Apa yang dilakukan oleh masyarakat Cupuwatu ini merupakan salah satu bukti bahwa sampah plastik yang sulit terurai dapat diolah menjadi bahan bakar dan berkontribusi dalam mengurangi masalah penumpukan sampah. Namun, aspek keberlanjutan dari inisiatif ini masih harus diuji. Memastikan bahwa “BBM” yang dihasilkan “lebih bersih”, lebih rendah emisi, atau tidak lebih berbahaya dari bahan bakar konvensional adalah salah satunya.
Sebuah penelitian menyebutkan bahwa proses mesin pirolisis yang membutuhkan suhu tinggi dan waktu yang lama dapat mencemari lingkungan karena melepaskan zat-zat berbahaya. Untuk itu, diperlukan penelitian dan pengujian lebih lanjut dengan mempertimbangkan efisiensi energi, dampak lingkungan, dan keberlanjutan jangka panjang sebelum bahan bakar dari sampah plastik ini digunakan lebih luas. Dukungan dan tindak lanjut dari pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat sipil sangat penting dalam hal ini.
Editor: Abul Muamar
Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.