Skip to content
  • Tentang
  • Bermitra dengan Kami
  • Internasional
  • Berlangganan
  • Log In
Primary Menu
  • Beranda
  • Terbaru
  • Topik
  • Kabar
  • Ikhtisar
  • Wawancara
  • Opini
  • Figur
  • Infografik
  • Video
  • Komunitas
  • Partner
  • Siaran Pers
  • Muda
  • Dunia
  • Kabar
  • Unggulan

Organisasi Masyarakat Sipil Soroti Risiko Program Biodiesel B35

Program Biodiesel B35 yang hanya mengandalkan CPO sebagai sumber bahan baku dapat menimbulkan sejumlah masalah ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Oleh Maulina Ulfa
28 Agustus 2023
Tumpukan buah sawit yang baru di panen

Foto: Dokumentasi pribadi

Pemerintah Indonesia berupaya meningkatkan penggunaan energi baru terbarukan untuk mendukung transisi energi menuju Net Zero Emission pada 2060. Salah satunya dengan penerapan Program Mandatori Biodiesel dengan kadar minyak nabati (biodiesel) yang terus ditingkatkan secara bertahap. Per 1 Agustus 2023, Program Biodiesel B35 (Biodiesel 35%) resmi diberlakukan secara nasional. Namun, sejumlah organisasi masyarakat sipil menilai bahwa kebijakan ini dapat menimbulkan sejumlah dampak yang tidak diinginkan, terutama akibat persaingan dalam perolehan bahan baku antara industri pangan dan industri bahan bakar.

Program Biodiesel Nasional

Pemerintah Indonesia telah mencanangkan Program Mandatori Biodiesel sejak 2008. Program ini bertujuan menciptakan bahan bakar alternatif yang bersumber dari bahan-bahan nabati atau bahan-bahan organik lainnya. Beberapa sumber bahan bakar nabati (BBN) yang dapat digunakan antara lain minyak kelapa sawit, kelapa, jagung, buah jarak pagar, tebu, kacang suuk, kapuk, kanola, hingga kesambi. 

Semula, campuran biodiesel yang diberlakukan sebesar 2,5%, yang berarti 2,5% minyak nabati dan 97,5% bahan bakar solar. Secara bertahap, kadar minyak nabati ditingkatkan menjadi 7,5% pada 2010; 10% hingga 15% pada rentang 2011-2015;  20% persen pada 2016; dan 30% pada 2020. Pada 1 Februari 2023, pemerintah mulai meningkatkan kadarnya menjadi 35% dan memberlakukannya secara nasional sejak 1 Agustus.

Kebijakan B35 ini diharapkan dapat menyerap 13,15 juta kiloliter biodiesel bagi industri dalam negeri, menghemat devisa sebesar USD10.75 miliar, meningkatkan nilai tambah industri hilir sebesar Rp16,76 triliun, dan mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 34,9 juta ton CO2.

Yang menjadi persoalan, sejauh ini, bahan bakar nabati yang digunakan sebagai campuran biodiesel di Indonesia masih sangat bergantung pada minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO). Hal inilah yang menjadi sorotan sejumlah organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi Transisi Bersih.

Sejumlah Risiko 

Koalisi Transisi Bersih memaparkan sejumlah risiko yang akan muncul akibat peningkatan bauran CPO dalam Program Mandatori Biodiesel ini.

  • Persaingan Industri Pangan Versus Energi

Peningkatan kadar CPO untuk campuran biodiesel akan menyebabkan munculnya tarik menarik kebutuhan bahan baku ini antara industri pangan versus industri energi. Alokasi CPO yang tidak seimbang bisa memicu kelangkaan pasokan untuk pangan, seperti kasus kelangkaan minyak goreng pada tahun 2022.

“Jika kondisi dihadapkan pada pilihan antara pangan (minyak goreng) dan energi (biodiesel), maka stok akan selalu condong bergerak untuk kebutuhan yang menghasilkan nilai ekonomi lebih tinggi–dalam hal ini adalah biodiesel. Para pengusaha tentunya akan selalu lebih tertarik untuk memasok CPO untuk biodiesel ketimbang industri lainnya,” ujar Direktur Eksekutif Satya Bumi, Andi Muttaqien.

  • Meluasnya Alih Fungsi Lahan

Sepanjang 2014-2022, peningkatan permintaan biodiesel berbasis CPO berbanding lurus dengan peningkatan luasan kebun kelapa sawit. Hal itu didasarkan pada penelitian berjudul Biofuels Development and Indirect Deforestation (2023). Pada periode tersebut terjadi peningkatan 4,25 juta hektare lahan sawit.

“Dan laju peningkatan terbesar terjadi setelah 2016, tepat setelah  pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk memberikan insentif atau subsidi untuk sawit lewat Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Kondisi ini menunjukkan program biodiesel berpotensi menyebabkan deforestasi secara tidak langsung,” kata Manager Kampanye Hutan dan Kebun Walhi, Uli Arta Siagian.

  • Meningkatkan Emisi

    Alih-alih menurunkan emisi, pengembangan biodiesel yang bergantung pada minyak kelapa sawit justru berpotensi meningkatkan emisi akibat ekspansi lahan sawit untuk memenuhi kebutuhan energi baru tersebut.
  • Meningkatkan Potensi Konflik Tenurial

    Selain dampak lingkungan dan ekonomi, pengembangan biodiesel berbasis sawit juga berpotensi menimbulkan dampak sosial, seperti meningkatnya potensi konflik tenurial. 

Diversifikasi Bahan Baku Biodiesel

Mengingat berbagai risiko yang dihadapi, Koalisi Transisi Bersih mengingatkan pemerintah untuk tidak terus-menerus meningkatkan campuran CPO dan solar tanpa pengaturan yang jelas. Pemerintah juga tidak bisa hanya mengandalkan biodiesel berbasis komoditas sawit. Perlu adanya pengembangan diversifikasi bahan baku selain CPO atau pengembangan bahan bakar nabati dari sumber bahan non-pangan, di antaranya dengan pemanfaatan minyak jelantah.

Pengembangan biodiesel perlu menerapkan standar keberlanjutan yang tidak hanya mempertimbangkan aspek ekonomi, tetapi juga aspek lingkungan dan sosial. “Seyogyanya, transisi energi bukan hanya sekadar substitusi energi, namun juga harus

memperhatikan aspek keberlanjutan dari hulu hingga hilir,” kata Uli Arta.

Editor: Abul Muamar

Maulina Ulfa
Reporter at Green Network Asia | Website |  + postsBio

Maulina adalah Reporter di Green Network Asia. Ia belajar program Sarjana Ilmu Hubungan Internasional di Universitas Jember.

  • Maulina Ulfa
    https://greennetwork.id/author/maulinaulfa/
    Darurat Kebakaran Hutan di Tengah Kemarau Panjang dan Bagaimana Mengatasinya
  • Maulina Ulfa
    https://greennetwork.id/author/maulinaulfa/
    Upaya Agradaya Berdayakan Petani Rempah di Menoreh
  • Maulina Ulfa
    https://greennetwork.id/author/maulinaulfa/
    Dekarbonisasi dengan Pemanfaatan Teknologi CCUS
  • Maulina Ulfa
    https://greennetwork.id/author/maulinaulfa/
    Upaya Perkuat Pembangunan Berkelanjutan Melalui Indonesian Sustainability Forum 2023

Continue Reading

Sebelumnya: Risiko dan Tantangan Masyarakat Pesisir di Makassar dan Mumbai
Berikutnya: Taiwan Sediakan Produk Menstruasi Gratis di Sekolah dan Kampus

Artikel Terkait

seorang nelayan berdiri di kapal kecil di tengah perairan Kolaborasi untuk Dukung Penghidupan Nelayan Skala Kecil melalui SeaBLUE
  • Eksklusif
  • Kabar
  • Unggulan

Kolaborasi untuk Dukung Penghidupan Nelayan Skala Kecil melalui SeaBLUE

Oleh Abul Muamar
1 Juli 2025
tembok memanjang di hadapan air laut dengan burung-burung bertengger di atasnya Ambisi Pembangunan Giant Sea Wall di Pantura dan Dampak Yang Harus Diantisipasi
  • Eksklusif
  • Kabar
  • Unggulan

Ambisi Pembangunan Giant Sea Wall di Pantura dan Dampak Yang Harus Diantisipasi

Oleh Seftyana Khairunisa
30 Juni 2025
kaca yang retak Femisida yang Terus Berulang: Alarm tentang Kekerasan terhadap Perempuan
  • Ikhtisar
  • Unggulan

Femisida yang Terus Berulang: Alarm tentang Kekerasan terhadap Perempuan

Oleh Abul Muamar
27 Juni 2025
kumbang kepik menempel di dedaunan Penurunan Jumlah Serangga yang Kian Mengkhawatirkan
  • Kabar
  • Unggulan

Penurunan Jumlah Serangga yang Kian Mengkhawatirkan

Oleh Kresentia Madina
27 Juni 2025
lahan sawah dengan pepohonan kelapa di belakang Bagaimana Sekolah Lapang Iklim Bantu Petani Hadapi Dampak Perubahan Iklim
  • Eksklusif
  • Kabar
  • Unggulan

Bagaimana Sekolah Lapang Iklim Bantu Petani Hadapi Dampak Perubahan Iklim

Oleh Abul Muamar
26 Juni 2025
seorang anak berdiri di sebuah rumah kayu Kemiskinan Anak dan Tingkat Pendapatan yang Rendah saat Dewasa
  • Ikhtisar
  • Unggulan

Kemiskinan Anak dan Tingkat Pendapatan yang Rendah saat Dewasa

Oleh Abul Muamar
25 Juni 2025

Tentang Kami

  • Founder’s Letter GNA
  • Tim In-House GNA
  • Jaringan Author GNA
  • Panduan Siaran Pers GNA
  • Panduan Artikel Opini GNA
  • Panduan Konten Komunitas GNA
  • Pedoman Media Siber
  • Internship GNA
  • Hubungi Kami
  • Ketentuan Layanan
  • Kebijakan Privasi
© 2021-2025 Green Network Asia - Indonesia.