Proklim: Penanganan Perubahan Iklim Partisipatif di Tingkat Tapak
Perubahan iklim telah menyebabkan berbagai bencana yang mempengaruhi kehidupan manusia dan kondisi lingkungan. Sayangnya, pihak-pihak yang paling minim kontribusinya seringkali menjadi pihak yang paling merasakan dampaknya, terutama kelompok masyarakat akar rumput. Terkait hal ini, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan meluncurkan Program Komunitas untuk Iklim yang melibatkan partisipasi masyarakat di tingkat tapak dalam upaya penanganan perubahan iklim.
Dampak Perubahan Iklim di Tingkat Tapak
Jika ada pihak yang paling merasakan dampak dari perubahan iklim, itu adalah masyarakat di tingkat tapak, terutama kelompok-kelompok rentan seperti perempuan, anak-anak, difabel, dan lansia. Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), setidaknya sudah terjadi 634 bencana alam terkait iklim hingga pertengahan Mei 2024 yang didominasi oleh banjir dan tanah longsor. Tidak hanya itu, Indonesia juga mencatat rekor temperatur terpanas kedua sepanjang sejarah pada tahun 2023 yang berdampak pada kekeringan dan kebakaran hutan dan lahan.
Rentetan kejadian bencana ini mengancam masyarakat di tingkat tapak dengan kondisi sarana dan prasarana penanggulangan bencana yang seringkali tidak memadai. Selain keselamatan dan kesehatan masyarakat, bencana iklim juga mengancam keberlangsungan hidup para pekerja di berbagai sektor yang sangat bergantung pada kondisi alam. Akibatnya, perubahan iklim membuat masyarakat semakin rentan terjerembab ke dalam jurang kemiskinan.
Program Komunitas untuk Iklim (Proklim)
Proklim adalah program nasional yang dikelola oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam upaya mengurangi emisi dan menangani dampak perubahan iklim. Semula, Proklim adalah akronim dari Program Kampung Iklim yang diluncurkan pada tahun 2011. Pada Oktober 2023, program ini diubah menjadi Program Komunitas untuk Iklim dengan akronim yang sama. Perubahan ini dimaksudkan untuk meningkatkan keterlibatan berbagai pemangku kepentingan seperti pemerintah, dunia usaha, lembaga pendidikan, atau organisasi masyarakat untuk melakukan aksi mitigasi dan adaptasi di tingkat tapak. Dengan perubahan ini, Proklim tidak lagi hanya mencakup aksi pengendalian perubahan iklim berbasis wilayah administrasi, tetapi juga mencakup berbagai aksi yang dilakukan berbagai komunitas.
Pelaksanaan Proklim didasarkan pada Peraturan Menteri LHK yang memuat tiga komponen penting, yaitu:
- Upaya adaptasi seperti aktivitas pengendalian bencana, peningkatan ketahanan pangan, dan pengendalian penyakit terkait iklim.
- Upaya mitigasi seperti penggunaan energi terbarukan, pencegahan kebakaran hutan, serta upaya-upaya pengurangan emisi lainnya.
- Aspek pendukung keberlanjutan seperti keberadaan kelompok masyarakat penanggung jawab, dukungan kebijakan, dan juga dukungan pihak eksternal.
Praktik di Daerah
Pada tahun 2023, terdapat 2.940 lokasi Proklim yang teregistrasi dalam Sistem Registri Nasional (SRN) Pengendalian Perubahan Iklim. Sebanyak 598 di antaranya telah diverifikasi oleh KLHK dan berpotensi menurunkan emisi gas rumah kaca hingga lebih dari 300 ribu ton CO2eq.
Lokasi Proklim tersebar di berbagai provinsi dengan kegiatan yang disesuaikan dengan permasalahan atau potensi masing-masing daerah. Misalnya, Desa Banyuroto, Kabupaten Magelang, memiliki aksi adaptasi iklim untuk memanfaatkan sumber daya air secara lestari. Desa ini memanen air hujan dengan penampung, membuat ratusan biopori, dan menanam vegetasi di sekitar mata air sehingga sumber air tidak kering saat musim kemarau. Warga Desa Banyuroto juga menerapkan sistem pertanian berkelanjutan dengan pola tumpang sari dan penganekaragaman tanaman pangan yang mampu meningkatkan ketahanan pangan. Masih di Magelang, warga Desa Sambak mampu mengurangi penggunaan energi fosil seperti LPG untuk keperluan sehari-hari karena telah beralih ke biogas yang diolah dari limbah pabrik tahu dengan dukungan anggaran dari Pemerintah Kabupaten Magelang.
Dukungan dari perusahaan di lokasi Proklim misalnya ditunjukkan oleh APP Sinar Mas melalui program Desa Makmur Peduli Api (DMPA) untuk memberdayakan masyarakat sekaligus melakukan konservasi hutan. Salah satu desa binaan APP Sinar Mas di Desa Dataran Kempas, Jambi memproduksi kompos dari limbah sawit dan kotoran hewan, hortikultura, hingga daur ulang sampah. Peran yang sama juga ditunjukkan oleh PT Industri Jamu Dan Farmasi Sido Muncul Tbk yang desa binaannya, Desa Manggihan di Kabupaten Semarang, membuat pupuk kompos, bank sampah, dan juga penghijauan.
Memastikan Keberlanjutan
Proklim dapat berkontribusi secara signifikan dalam upaya pengurangan emisi untuk mengendalikan perubahan iklim apabila dilaksanakan secara efektif, luas, dan merata di setiap daerah. Oleh karena itu, pemerintah harus memantau dan mengevaluasi program ini secara berkala untuk memastikan efektivitasnya, termasuk memastikan partisipasi yang bermakna dari komunitas yang menjadi sasaran program. Dan akhirnya, dukungan pendanaan dari lembaga keuangan, investasi swasta, dan mekanisme pendanaan inovatif merupakan hal krusial dalam penanganan perubahan iklim yang berkelanjutan.
Editor: Abul Muamar
Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.
Nisa adalah Reporter di Green Network Asia. Ia adalah lulusan Ilmu Hubungan Internasional dari Universitas Gadjah Mada. Ia memiliki minat di bidang penelitian, jurnalisme, dan isu-isu seputar hak asasi manusia.