Tantangan Kemenlu dalam Perkuat Diplomasi Digital

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam International Conference on Digital Diplomacy (ICDD). | Foto: Dokumen Kementerian Luar Negeri RI.
Era digital mengubah dan memengaruhi banyak aspek dalam kehidupan kita. Bagaimana kita belajar, bekerja, memperoleh informasi, hingga membangun hubungan, telah banyak mengalami perubahan saat ini. Pandemi COVID-19 kemudian membuat aktivitas digital (online dan virtual) semakin menjadi hal yang lumrah.
Namun, sebagaimana setiap perubahan, selalu ada tantangan yang menyertai. Demikian pula yang dihadapi oleh Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) dalam menjalankan diplomasi digital dengan negara-negara di dunia. Padahal, diplomasi merupakan hal yang vital dalam kehidupan negara, salah satunya sebagai sarana untuk memecahkan masalah-masalah internasional. Untuk itu, memperkuat diplomasi digital menjadi hal yang krusial.
Peran Informasi dalam Diplomasi Digital
Sederhananya, diplomasi digital merupakan metode dalam diplomasi dengan menggunakan internet dan teknologi digital. Salah satu hal penting untuk mendukung diplomasi digital adalah memastikan citra positif Indonesia di mata dunia melalui penyampaian informasi. Dalam hal ini, Direktorat Informasi dan Media di bawah Direktorat Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik Kemenlu bertugas untuk merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang informasi dan media.
Kebijakan ini menjadi pedoman pelaksanaan pengelolaan berita, diseminasi informasi, penyediaan dan analisis data media massa asing, fasilitasi media massa, serta pengelolaan audio-visual dan penerbitan. Namun, dalam Rencana Strategis Direktorat Informasi dan Media 2020-204, terdapat sembilan kelemahan yang menjadi catatan, di antaranya:
- Kurangnya SDM dengan keahlian khusus yang dapat melaksanakan tugas teknis seperti IT, content creator dan admin media sosial, dan editing dan penyajian audio visual.
- Belum adanya narasi besar Kemenlu yang dapat digunakan sebagai instrumen penyampaian informasi terutama untuk audiens dalam negeri.
- Sulitnya membuat agenda setting terkait berbagai prioritas utama politik luar negeri dan hubungan luar negeri.
- Kurangnya pemahaman menyeluruh mengenai pengelolaan strategi komunikasi terutama di era digital.
Selain itu, terdapat beberapa ancaman yang perlu diantisipasi, seperti penyebarluasan informasi melalui media sosial secara real-time yang berpotensi menimbulkan krisis, dan meningkatnya jumlah disinformasi (hoaks) dalam penyebaran informasi serta ancaman keamanan siber.
Memperkuat Diplomasi Digital
Dalam International Conference on Digital Diplomacy (ICDD) yang diikuti oleh 4.300 peserta dari berbagai sektor dan perwakilan dari 21 negara, Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi mengakui pentingnya diplomasi digital pada era kiwari meskipun tidak dapat sepenuhnya menggantikan diplomasi tatap muka. Untuk meningkatkan diplomasi digital, Retno memaparkan tiga upaya yang perlu dilakukan:
- Memperkuat kepercayaan dalam diplomasi digital. Dalam hal ini, akselerasi penggunaan diplomasi digital tidak boleh mengorbankan aspek keamanan dan etika, terutama dengan partisipasi pemangku kepentingan di luar aktor diplomasi tradisional. Jaminan keamanan siber, privasi data, dan tata kelola internet menjadi hal yang mutlak untuk menciptakan lingkungan diplomasi digital yang aman dan tepercaya.
- Menjembatani kesenjangan dalam diplomasi digital antarnegara mengingat tidak semua negara mampu beradaptasi dan memiliki kapasitas dan sumber daya yang dibutuhkan. Untuk itu, perlu ada bantuan kepada negara-negara berkembang untuk memperkuat infrastruktur diplomasi digital, termasuk peningkatan kapasitas literasi dan keterampilan digital, investasi dalam teknologi digital yang terjangkau, dan pengembangan platform daring yang aman dan terjamin.
- Memanfaatkan teknologi digital dan mengembangkan teknologi baru seperti kecerdasan buatan dan realitas virtual untuk mendukung pelaksanaan tugas diplomasi dan menangani isu global secara lebih efektif dan efisien.
“Pada saat yang sama, kita harus belajar dari satu sama lain melalui pertukaran praktik terbaik dan pembelajaran tentang bagaimana memanfaatkan sepenuhnya diplomasi digital,” kata Retno.
Sebagai tindak lanjut dari Regional Conference on Digital Diplomacy (RCDD), ICDD menghasilkan dokumen Bali Message yang mencakup lima area fokus utama untuk mendukung diplomasi digital, yakni kerangka kebijakan Pemerintah, manajemen krisis, manajemen data, inovasi bagi UMKM, dan peran data dalam penanganan krisis.
“Di masa depan, kita mungkin menggunakan realitas virtual untuk mengunjungi zona konflik atau melihat kehancuran yang disebabkan oleh perubahan iklim untuk membantu kita lebih memahami situasi di lapangan,” imbuh Retno.
Jika Anda melihat artikel ini bermanfaat, berlangganan Newsletter Mingguan Green Network Asia untuk mengikuti kabar dan cerita seputar pembangunan berkelanjutan dari komunitas multistakeholder di Indonesia dan dunia.
Amar adalah Manajer Editorial Indonesia di Green Network Asia.