Upaya Penyintas Kusta di Singkawang Lawan Stigma dan Diskriminasi dengan Ecoprint
Kusta telah menjadi salah satu penyakit tertua di dunia yang merenggut banyak nyawa. Meski ilmu pengetahuan dan dunia medis telah berkembang pesat dan menjauhkan banyak orang dari penyakit ini, banyak penderita dan penyintas kusta yang mengalami diskriminasi dan mendapat stigma buruk di tengah masyarakat, sehingga menambah tekanan hidup yang mereka hadapi. Di Desa Liposos, tepatnya di Kelurahan Sijangkung, Kota Singkawang, Kalimantan Barat, komunitas penyintas kusta mencoba bertahan hidup dan melawan stigma masyarakat dengan membuat kerajinan ecoprint.
Stigma dan Diskriminasi terhadap Penyintas Kusta
Kusta adalah penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae yang pada tingkat tertentu memaksa pasien kehilangan anggota tubuhnya dan membuat mereka menjadi disabilitas. Meskipun obatnya telah ada, namun belum berdampak signifikan pada penurunan jumlah pasien kusta di Indonesia.
Menurut laporan Kementerian Kesehatan, prevalensi kasus kusta di Indonesia sebesar 0,55 per 10 ribu pada tahun 2022, naik dari tahun 2021 sebesar 0,5 per 10 ribu penduduk. Bahkan pada tahun 2023, dilaporkan terdapat 14.376 kasus baru yang menjadi salah satu kasus terparah di dunia. Dari jumlah tersebut, 8,2% adalah anak-anak dan hampir 6% merupakan orang dengan disabilitas. Hal ini menunjukkan adanya penularan aktif dan diagnosis yang tertunda.
Sekalipun dinyatakan sembuh, para penyintas kusta seringkali tetap mengalami kesulitan untuk diterima oleh masyarakat. Keberadaan mereka sering dilihat sebagai momok yang harus dihindari dan keadaan ini memaksa mereka untuk mengisolasi diri atau membuka permukiman baru yang penduduknya merupakan sesama penyintas.
Kurangnya penyebaran informasi terkait kusta menjadi faktor utama yang melanggengkan stigma negatif terhadap penderita dan penyintas kusta. Mirisnya, stigma di masyarakat seringkali berujung pada tindakan diskriminasi seperti hinaan, kekerasan fisik, penelantaran, hingga ditutupnya akses ke pekerjaan bagi para penyintas. Hal tersebut pada gilirannya membuat para penyintas sulit untuk mendapatkan penghasilan atau sekadar bertahan hidup, sehingga menyebabkan penyintas kusta dan kemiskinan menjadi dua hal yang melekat.
Keterasingan dan tertutupnya akses untuk mendapatkan pekerjaan menjadi alasan utama bagi penyintas kusta lemah secara finansial. Tidak jarang permasalahan ini membuat mereka menjadi putus asa untuk melanjutkan hidup.
Berdaya melalui Ecoprint
Di ujung Kalimantan Barat, tepatnya di Kelurahan Sijangkung, Kota Singkawang, terdapat sebuah kampung yang dikenal dengan sebutan Desa Lingkungan Pondok Sosial (Liposos) yang ditinggali oleh komunitas penyintas kusta. Sebagian besar penduduk desa ini merupakan mantan pasien dari Rumah Sakit Kusta Alverno yang berada tidak jauh dari desa tersebut. Keengganan untuk pulang karena selalu mendapatkan stigma dan diskriminasi dari masyarakat menjadi alasan para penyintas tersebut memilih untuk tinggal di Liposos sejak tahun 1996. Desa ini memiliki luas 10 hektare yang menaungi 36 kepala keluarga penyintas kusta.
Untuk menyambung hidup, awalnya penyintas kusta di desa ini bergantung pada hasil pertanian seperti kacang tanah, bengkuang, cabai, pisang, dan beberapa jenis sayur lainnya. Meskipun relatif tidak ramah bagi disabilitas, namun minimnya peluang kerja yang tersedia mengharuskan mereka untuk menjalani pekerjaan ini selama puluhan tahun. Namun, dalam memasarkan hasil pertaniannya, mereka kerap mendapat perlakuan tidak adil dan kesulitan menjual hasil ladang mereka dengan nilai yang sepadan. Kondisi ini lambat laun mendorong mereka untuk terjun ke dunia ekonomi kreatif sebagai alternatif untuk bertahan hidup selain bertani.
Sejak tahun 2019, perlahan-lahan warga penyintas kusta di Liposos mulai belajar dan menekuni kerajinan ecoprint. Aktivitas yang dilakukan oleh pengrajin meliputi pewarnaan, penumbukan atau pengukusan, dan pengeringan, yang mana seluruh prosesnya ramah terhadap penyintas kusta. Untuk bahan yang digunakan hanya membutuhkan daun, bunga, dan kulit batang yang selanjutnya diolah menjadi pewarna dan motif pada kain.
Kegiatan ini awalnya diinisiasi oleh Sepatokimin, sebuah inisiatif yang berfokus pada pemberdayaan komunitas marginal di Indonesia. Menggandeng masyarakat Liposos, Sepatokimin mengembangkan modul keterampilan ecoprint yang dapat menjadi alternatif pemasukan tambahan bagi warga desa. Pada tahun 2020, langkah tersebut mulai membuahkan hasil, dimana permintaan produk ecoprint perlahan meningkat. Tanpa terasa, sudah lebih dari 300 meter kain dan puluhan produk diproduksi oleh warga penyintas kusta di Liposos. Hingga akhirnya, hasil kerajinan ecoprint yang dibuat masyarakat Liposos berhasil mendapatkan kesempatan untuk berafiliasi dengan beberapa produk lokal yang ada di Jakarta dan Bandung, termasuk dalam pembuatan sepatu.
Selain menghasilkan manfaat ekonomi, kerajinan ecoprint ternyata memiliki dampak baik dari segi sosial dan psikologis bagi para penyintas kusta di Liposos. Melalui produk-produk ecoprint yang mereka hasilkan, stigma negatif terhadap mereka perlahan menguap. Rasa malu dan takut untuk bertemu dengan masyarakat luas juga perlahan mulai luntur, bahkan diganjar dengan perilaku warga luar yang interaktif dalam memperkenalkan produk mereka.
Mewujudkan Dunia yang Inklusif
Menjalani kehidupan yang aman dan sejahtera merupakan hak setiap orang di dunia ini, dan akses ke pekerjaan yang baik dan layak adalah salah satu elemen krusial yang harus terpenuhi. Sayangnya, keterbatasan fisik dan stigma negatif yang langgeng di masyarakat terhadap penyintas kusta telah mengeliminasi hak-hak tersebut dari mereka. Oleh karena itu, selain menghapus stigma, membuka peluang kerja yang ramah disabilitas merupakan hal yang penting untuk mewujudkan dunia yang lebih inklusif. Dalam hal ini, seluruh pihak bisa belajar dari kerajinan ecoprint yang dijalankan oleh para penyintas kusta Desa Liposos.
Editor: Abul Muamar
Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.