Utopia Cetak Biru Kota Cerdas IKN
Menjelang Pemilu 2024, Ibu Kota Nusantara (IKN) menjadi topik hangat yang banyak diperbincangkan. Terlepas dari kontestasi politik, telaah kritis tentang desain kebijakan dan tata kelola IKN adalah hal yang penting. Pada penghujung Desember 2023, Otorita IKN menerbitkan Cetak Biru Kota Cerdas Nusantara sebagai panduan pembangunan IKN ke depan. Namun, sejauh mana cetak biru tersebut memungkinkan untuk diimplementasikan?
Glorifikasi Teknologi
Otorita IKN menempatkan kota cerdas sebagai strategi utama dan fondasi konseptual pembangunan kota. Dengan kata lain, upaya penyediaan berbagai layanan berkualitas di IKN akan ditopang oleh dukungan dan aplikasi teknologi informasi mutakhir.
Bagian awal dokumen cetak biru tersebut membahas tentang deskripsi Nusantara dan kerangka konseptual yang menyuguhkan narasi normatif tentang pendekatan pembangunan kota modern yang ideal. Rumusan indikator kunci yang dicanangkan terbilang ambisius. Misalnya, indikator “Tidak ada penduduk miskin di IKN pada 2035”, menurut saya merupakan sasaran pembangunan yang hampir mustahil. Indikator lainnya, “100% ruang publik dirancang menggunakan prinsip akses universal, kearifan lokal, dan desain inklusif” adalah rumusan indikator kinerja yang kurang spesifik dan terukur.
Dokumen Cetak Biru juga menuliskan solusi inovatif melalui konsep Smart, yaitu dalam ranah tata kelola, transportasi dan mobilitas, sumber daya alam dan energi, industri dan SDM, serta infrastruktur yang menitikberatkan pada asumsi linier bahwa teknologi canggih adalah resep mujarab untuk efisiensi operasional IKN.
Membaca bab-bab berikutnya, kita serasa dibawa pada kondisi kota masa depan dengan aplikasi teknologi yang sangat maju, bahkan melebihi kota-kota futuristik di negara-negara maju di Kawasan Utara (Global North). IKN akan mengaplikasikan teknologi utama berupa jaringan telekomunikasi, data center, dan keamanan siber. Selanjutnya, IKN akan ditopang oleh teknologi pendukung dengan terminologi teknologi canggih seperti Internet of Things (IoT), autonomous driving, Urban Air Vehicle (UAV), dan teknologi super komputasi meliputi Smart Pole, Artificial Intelligence (AI), Computer Vision (CV), extended reality, metaverse dan lain sebagainya.
Dari perspektif kajian sains dan teknologi masyarakat (STS), kesan yang timbul adalah persepsi pesimisme yang direpresentasikan dalam istilah dan terminologi asing yang jauh dari jangkauan masyarakat umum. Sebagai ilustrasi, penggunaan intelligent CCTV dalam meng-generate data warga IKN akan menjadi polemik berkepanjangan karena menyangkut privasi data individu. Atau, bagaimana kesiapan warga IKN untuk menggunakan kendaraan otonom dan kendaraan terbang seperti drone, helikopter listrik, dan (mungkin) mobil terbang yang dioperasikan secara otomatis atau semi-otomatis.
Salah satu hal yang perlu menjadi perhatian khusus adalah potensi mispersepsi kota cerdas, yaitu glorifikasi teknologi sebagai simbol kecerdasan suatu kota. Beberapa penelitian empiris membuktikan mispersepsi ini, dimana pemerintah kota beramai-ramai membeli perangkat teknologi tanpa memperhatikan kebutuhan dan fungsionalitas. Jangan sampai IKN nanti menjadi sasaran empuk pemasaran produk teknologi mutakhir yang sebetulnya tidak begitu dibutuhkan oleh warga IKN.
Menjawab Kebutuhan dan Tuntutan Publik
Narasi makro-politik proyek pembangunan terkadang mengaburkan realitas mikro pada tataran administrasi, dimana mesin birokrasi sedang berputar dalam mengeksekusi kebijakan pemerintah.
Idealnya, Cetak Biru Kota Cerdas Nusantara berisi haluan strategis yang mencakup tujuan, sasaran, arah kebijakan, dan program kegiatan hingga langkah implementatif. Alih-alih memberikan fantasi dan ilusi tentang kota modern futuristik yang cenderung utopis, cetak biru sebaiknya tetap berpegang pada target yang realistis dan implementatif. Para perencana kota di IKN perlu menilik kembali dimensi fungsionalitas dalam menyusun cetak biru Nusantara.
Mencermati respons publik terhadap proses pembangunan IKN, sedikitnya ada tiga simpul prioritas yang perlu dipertimbangkan. Pertama, Cetak Biru perlu menitikberatkan pemenuhan kebutuhan dasar bagi mereka yang tinggal di Nusantara. Dalam hal ini, strategi untuk solusi pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat seharusnya ada dalam Cetak Biru.
Kedua, Cetak Biru hendaknya memberikan perhatian lebih pada kelestarian alam dan lingkungan mengingat banyak ahli dan pemerhati perkotaan dunia yang menyangsikan IKN sebagai eco-city. Tulisan Dennis Normile yang diterbitkan dalam majalah Science, 4 Februari 2022, misalnya, memprediksi bahwa IKN mungkin tidak sehijau seperti yang direncanakan. Untuk itu, perencana IKN perlu memikirkan model pembangunan berkelanjutan seperti apa yang harus dijalankan.
Ketiga, Cetak Biru hendaknya memasukkan isu inklusivitas dan pemerataan dalam proyek IKN. Penelitian yang dilakukan oleh tim peneliti dari Universitas Lambung Mangkurat yang dipimpin oleh Mirza Satria Buana menemukan potensi pelanggaran hak asasi manusia terhadap komunitas lokal, terutama terkait otonomi dan hak atas lahan. Untuk itu, cetak biru seharusnya menjawab pertanyaan tentang bagaimana model pemberdayaan masyarakat lokal untuk menjamin inklusivitas dan keadilan sosial.
Editor: Abul Muamar
Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.
Arif Budy Pratama adalah dosen Ilmu Administrasi Negara Universitas Tidar. Ia menyelesaikan disertasi doktor tentang dinamika pembangunan kota cerdas pada Center for Development Research (ZEF), Universitas Bonn, Jerman. Saat ini ia menjabat sebagai Ketua Pusat Studi Kota Cerdas Berkelanjutan Universitas Tidar.