Skip to content
  • Tentang
  • Bermitra dengan Kami
  • Internasional
  • Berlangganan
  • Log In
Primary Menu
  • Beranda
  • Terbaru
  • Topik
  • Kabar
  • Ikhtisar
  • Wawancara
  • Opini
  • Figur
  • Infografik
  • Video
  • Komunitas
  • Partner
  • Siaran Pers
  • Muda
  • Dunia
  • Kabar
  • Unggulan

Menengok Praktik Pengelolaan Ruang Laut Berkelanjutan di Desa Kadoda, Sulteng

Masyarakat di Desa Kadoda, Sulawesi Tengah, berupaya mengatasi masalah penurunan tangkapan gurita dan kerusakan ekosistem dengan menerapkan pengelolaan ruang laut berkelanjutan melalui sistem buka-tutup wilayah tangkapan.
Oleh Agung Bukit
17 September 2024
seorang nelayan di sebuah kapal beratap berwarna hijau

Foto: Tandya Rachmat di Unsplash.

Sebagai salah satu negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki sumber daya laut yang begitu kaya. Kekayaan laut Indonesia telah menjadi sumber penghidupan bagi jutaan orang selama berabad-abad, terutama mereka yang tinggal di wilayah pesisir. Namun, pemanfaatan yang tidak berkelanjutan dan bahkan eksploitatif telah berdampak pada penurunan sumber daya laut yang signifikan. Di Desa Kadoda, Sulawesi Tengah, masyarakat setempat berupaya mengatasi permasalahan ini dengan menerapkan pengelolaan ruang laut yang berkelanjutan.  

Eksploitasi Sumber Daya Laut

Ada banyak faktor yang menyebabkan penurunan sumber daya laut. Di Indonesia, beberapa faktor yang paling signifikan antara lain penangkapan ikan berlebihan (overfishing), pencemaran laut, dan kerusakan habitat. Penangkapan ikan yang berlebihan, sering kali menggunakan metode dan alat yang destruktif seperti pukat trawl dan bom, menyebabkan penurunan populasi ikan dan kerusakan pada ekosistem bawah laut. Pencemaran laut, baik dari limbah industri, sampah plastik, maupun pencemaran minyak, mengancam kesehatan ekosistem laut. Selain itu, kerusakan habitat, seperti penggundulan mangrove dan perusakan terumbu karang, mengurangi atau merusak habitat banyak spesies laut serta mengganggu keseimbangan ekosistem.

Situasi ini telah menciptakan krisis di banyak wilayah Indonesia, termasuk Sulawesi Tengah. Dengan empat wilayah pengelolaan ikan, Sulawesi Tengah masih menghadapi masalah perikanan ikan yang destruktif yang mendorong penurunan jumlah tangkapan ikan, yang pada gilirannya berdampak pada mata pencaharian masyarakat lokal dan berbagai masalah lainnya.

Upaya Pengelolaan Ruang Laut Berkelanjutan di Desa Kadoda

Secara administratif, Desa Kadoda masuk ke dalam wilayah Kecamatan Talatako, Kabupaten Tojo Una-una, Sulawesi Tengah dan merupakan bagian dari Taman Nasional Kepulauan Togean (TNKT). Wilayah desa ini sendiri meliputi beberapa pulau, termasuk Pulau Papan yang terkenal dengan pariwisatanya dan Pulau Malenge. Wilayah Kepulauan Togean dikenal memiliki sumber daya laut yang melimpah, terutama terumbu karang, gurita, dan berbagai spesies ikan. 

Namun, dalam beberapa tahun terakhir, terjadi penurunan hasil tangkapan gurita di wilayah ini. Situasi tersebut kemudian mendorong masyarakat setempat untuk menerapkan pengelolaan ruang laut yang berkelanjutan. Dalam hal ini, mereka berupaya menyeimbangkan aktivitas penangkapan dan pelestarian. Didukung oleh organisasi Jaring Advokasi Pengelolaan Sumber Daya Alam (JAPESDA) dan pemerintahan setempat, masyarakat Desa Kadoda menerapkan sistem buka tutup wilayah tangkap gurita secara berkala dalam jangka waktu tertentu. Metode ini bertujuan untuk memberi jeda bagi gurita dan biota laut lainnya untuk berkembang dan memulihkan kondisi laut.

“Buka tutup sementara ini sama seperti menabung, memberi jeda dan memberi kesempatan kepada gurita untuk tumbuh dan berkembang, serta di saat bersamaan masyarakat dan nelayan sesungguhnya telah menerapkan prinsip konservasi. Keputusan ini telah melalui proses panjang bersama, mulai dari diskusi-diskusi kampung setiap bulan hingga musyawarah di tingkat desa,” kata Christopel Paino, Program Manager Japesda

Selain itu, masyarakat juga melakukan pengecekan dan pemulihan terumbu karang di wilayah tutupan tersebut secara berkala. Hal ini dilakukan untuk memastikan kesehatan terumbu karang yang berdampak pada peningkatan hasil tangkapan laut. 

Sejak pertama kali diterapkan pada Oktober 2022, masyarakat setempat mengaku jumlah tangkapan mereka kembali meningkat dan praktik ini terus diterapkan hingga saat ini. “Hasil dari sistem buka tutup ini telah membuka mata semua masyarakat, mulai dari nelayan, pemerintah desa, desa tetangga, bahkan pemilik resort yang ada di sekitaran Desa Kadoda bahwa pengelolaan ini mampu meningkatkan hasil tangkapan, dan di saat bersamaan melakukan kegiatan konservasi menjaga laut dan terumbu karang yang ada di Togean,” kata Sardin Matorang, nelayan setempat yang aktif menyampaikan kondisi perikanan gurita di desanya.

Meningkatkan Efektivitas Pengelolaan Ruang Laut 

Pengelolaan ruang laut yang berkelanjutan oleh komunitas akar rumput merupakan langkah penting dan berarti untuk mendukung upaya pelestarian ekosistem laut. Namun, hal ini perlu didukung dengan penyebaran informasi dan pemahaman yang lebih luas dan efektif mengenai krisis yang sedang terjadi saat ini. Pengetahuan dan pengalaman lokal perlu dipadukan dengan dukungan ilmiah dan teknis untuk memastikan pendekatan yang adaptif dan berbasis bukti. Langkah ini juga didukung oleh keterlibatan aktif dari seluruh pemangku kepentingan yang dapat menyediakan sumber daya, pelatihan, dan kebijakan yang mendukung.

Selain itu, partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan dan pemantauan keberhasilan sangat penting untuk memastikan keberlanjutan dan efektivitas dari inisiatif semacam ini. Dengan pendekatan holistik yang melibatkan semua pihak terkait, pengelolaan ruang laut berkelanjutan dapat mencapai dampak yang lebih besar dan memberikan manfaat jangka panjang bagi ekosistem dan komunitas pesisir.

Editor: Abul Muamar


Berlangganan Green Network Asia – Indonesia
Perkuat pengembangan kapasitas pribadi dan profesional Anda dengan wawasan lintas sektor tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia.
Pilih Paket Langganan

Continue Reading

Sebelumnya: Sanad Initiative: Menjembatani Kesenjangan Layanan untuk Pengungsi Palestina di Mesir
Berikutnya: Tekad Australia Wujudkan Sektor Penerbangan Berkelanjutan pada 2050

Artikel Terkait

seekor orangutan duduk di ranting pohon di hutan GEF Danai Dua Proyek Konservasi Keanekaragaman Hayati di Indonesia
  • Eksklusif
  • Kabar
  • Unggulan

GEF Danai Dua Proyek Konservasi Keanekaragaman Hayati di Indonesia

Oleh Abul Muamar
20 Juni 2025
mesin tik dengan kertas bertuliskan “artificial intelligence” Pentingnya Regulasi AI untuk Penggunaan AI yang Bertanggung Jawab
  • Kabar
  • Unggulan

Pentingnya Regulasi AI untuk Penggunaan AI yang Bertanggung Jawab

Oleh Ayu Nabilah
20 Juni 2025
Pulau-pulau kecil di tengah laut Raja Ampat Tambang Nikel Raja Ampat dan Dampak Eksploitasi Sumber Daya Alam
  • Kabar
  • Unggulan

Tambang Nikel Raja Ampat dan Dampak Eksploitasi Sumber Daya Alam

Oleh Andi Batara
19 Juni 2025
bunga matahari yang layu Pemantauan Kekeringan Komprehensif dan Partisipatif untuk Tingkatkan Mitigasi Bencana
  • Eksklusif
  • Kabar
  • Unggulan

Pemantauan Kekeringan Komprehensif dan Partisipatif untuk Tingkatkan Mitigasi Bencana

Oleh Kresentia Madina
19 Juni 2025
tulisan esg di atas peta negara ESG Saja Tidak Cukup: Mengapa Dunia Butuh CSV dan SDGs?
  • Opini
  • Unggulan

ESG Saja Tidak Cukup: Mengapa Dunia Butuh CSV dan SDGs?

Oleh Setyo Budiantoro
18 Juni 2025
beberapa megafon terpasang pada pilar Peran Komunikasi Risiko untuk Kesiapsiagaan Bencana yang Lebih Baik
  • Eksklusif
  • Kabar
  • Unggulan

Peran Komunikasi Risiko untuk Kesiapsiagaan Bencana yang Lebih Baik

Oleh Kresentia Madina
18 Juni 2025

Tentang Kami

  • Founder’s Letter GNA
  • Tim In-House GNA
  • Jaringan Author GNA
  • Panduan Siaran Pers GNA
  • Panduan Artikel Opini GNA
  • Panduan Konten Komunitas GNA
  • Pedoman Media Siber
  • Internship GNA
  • Hubungi Kami
  • Ketentuan Layanan
  • Kebijakan Privasi
© 2021-2025 Green Network Asia - Indonesia.