Skip to content
  • Tentang
  • Bermitra dengan Kami
  • Beriklan
  • GNA Internasional
  • Jadi Member
  • Log In
Primary Menu
  • Terbaru
  • GNA Knowledge Hub
  • Topik
  • Wilayah
    • Dunia
    • Jawa
    • Kalimantan
    • Maluku
    • Nusa Tenggara
    • Papua
    • Sulawesi
    • Sumatera
  • Kabar
  • Ikhtisar
  • Infografik
  • Video
  • Opini
  • Akar Rumput
  • Muda
  • Siaran Pers
  • Corporate Sustainability
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Perampasan Wilayah Adat dan Urgensi Pengakuan Hak Masyarakat Adat

Perampasan wilayah adat masih saja terjadi, dibutuhkan pengakuan dan hukum yang jelas untuk perlindungan hak-hak Masyarakat Adat.
Oleh Seftyana Khairunisa
12 Februari 2024
dua lelaki berpakaian adat berdiri di depan rumah adat honai

Foto: Surya Prakosa di Unsplash.

Masyarakat adat mempunyai hak dan kebebasan yang setara dengan semua orang. Mereka berhak untuk menempati dan memanfaatkan ruang hidup yang telah mereka tinggali dan jaga secara turun-temurun. Namun sayangnya, negara telah gagal dalam melaksanakan tanggung jawabnya untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak-hak Masyarakat Adat di Indonesia. Catatan akhir tahun Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menunjukkan hal itu.

Catatan Akhir 2023: Perampasan Wilayah Adat

Sepanjang tahun 2023, AMAN mencatat adanya unsur-unsur penyangkalan yang kuat terhadap keberadaan Masyarakat Adat beserta hak-hak tradisionalnya, terutama karena birokrasi pengakuan hukum yang masih rumit. Menurut Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA), setidaknya ada 26,9 juta hektare wilayah adat yang teregistrasi, namun hanya 14% yang telah mendapat status pengakuan hukum. Status tersebut pun masih sebatas pengakuan keberadaan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah, belum mencapai penetapan hak oleh Pemerintah Pusat. 

Saat ini, penetapan hak Masyarakat Adat dijalankan oleh kementerian sektoral, sehingga wilayah adat diakui secara parsial berdasar sektor masing-masing kementerian. Misalnya, hutan adat ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang baru mengakui 221.648 hektare hutan di 123 komunitas adat. Kondisi ini semakin rumit karena RUU Masyarakat Adat belum disahkan hingga kini, dan itu membuat wilayah-wilayah adat dapat dengan mudah dirampas.

AMAN mencatat bahwa 2,6 juta hektare wilayah adat dirampas oleh negara dan korporasi atas nama investasi sepanjang tahun 2023. Mayoritas perampasan tersebut disertai dengan kekerasan dan kriminalisasi terhadap setidaknya 247 orang, dengan 204 di antaranya luka-luka dan 1 orang meninggal dunia. Tidak hanya itu, lebih dari 100 rumah warga juga dihancurkan karena dianggap mendiami kawasan konservasi negara. 

Kasus perampasan wilayah adat tidak hanya untuk kepentingan industri seperti tambang dan kehutanan, tapi juga sektor energi dan karbon. Salah satunya terjadi di Pulau Flores yang ditetapkan sebagai Pulau Panas Bumi. AMAN juga mencatat bahwa proyek ini mengakibatkan perampasan wilayah 14 komunitas adat di Poco Leok, Kabupaten Manggarai, NTT, dan berdampak pada 4.506 jiwa. Ironisnya lagi, meski proyek ini diklaim atas nama mitigasi iklim, Masyarakat Adat justru tidak pernah dipandang sebagai aktor kunci oleh pemerintah, padahal mereka termasuk kelompok yang paling terdampak. 

Memenuhi Hak Masyarakat Adat 

Komitmen untuk memperkuat perlindungan Masyarakat Adat, termasuk pengakuan sumber daya untuk kesejahteraan mereka, merupakan hal yang penting. Namun, menurut AMAN, kebutuhan prioritas bagi Masyarakat Adat saat ini adalah meluruskan terlebih dahulu kebijakan dan praktik terkait Pengakuan, Perlindungan, serta Pemenuhan Hak Masyarakat Adat yang dalam satu dekade ke belakang tidak mengalami kemajuan. Oleh karena itu, hal-hal yang mestinya dilakukan adalah:

  • Mempercepat pengesahan RUU Masyarakat Adat.
  • Mencabut pasal-pasal yang berpotensi mematikan hukum adat dalam KUHP, termasuk mencabut UU Cipta Kerja, UU Mineral dan Batubara, hingga UU IKN dan revisinya. 
  • Meninjau ulang dan mencabut perizinan yang diperoleh dengan merampas wilayah adat.
  • Membentuk kelembagaan khusus Masyarakat Adat yang independen dan permanen.
  • Mengembalikan kewenangan Pemerintah Daerah dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan daerah.
  • Menata ulang kelembagaan yang berwenang dalam mengatur prosedur pengakuan Masyarakat Adat.
  • Membebaskan dan memulihkan hak pejuang Masyarakat Adat yang mengalami kriminalisasi.

Perlindungan dan pengakuan hak Masyarakat Adat harus diwujudkan secara nyata oleh pembuat kebijakan, bukan sebatas janji di atas ingkar. Masyarakat Adat harus dilibatkan dalam proses pembangunan sehingga dalam prosesnya tidak merusak wilayah dan kehidupan spiritual dan budaya mereka. Regulasi yang mengakui dan memajukan hak-hak Masyarakat Adat merupakan hal penting yang menjadi kewajiban negara.

Editor: Abul Muamar

Join Green Network Asia – Ekosistem Nilai Bersama untuk Pembangunan Berkelanjutan.

Belajar, berbagi, berjejaring, dan terlibat dalam gerakan kami untuk menciptakan dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan melalui pendidikan publik dan advokasi multi-stakeholder tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia.

Jadi Member Sekarang

Seftyana Khairunisa
Reporter at Green Network Asia | Website |  + postsBio

Nisa adalah reporter dan asisten peneliti di Green Network Asia. Ia adalah lulusan Sarjana Ilmu Hubungan Internasional dari Universitas Gadjah Mada. Ia memiliki minat di bidang penelitian, jurnalisme, dan isu-isu seputar hak asasi manusia.

  • Seftyana Khairunisa
    https://greennetwork.id/author/seftyanaauliakhairunisa/
    Mengupayakan Keadilan Ekologis
  • Seftyana Khairunisa
    https://greennetwork.id/author/seftyanaauliakhairunisa/
    Mendorong Transformasi Hijau di Sektor UMKM
  • Seftyana Khairunisa
    https://greennetwork.id/author/seftyanaauliakhairunisa/
    GovTech AI dan Transformasi Digital di Sektor Pelayanan Publik
  • Seftyana Khairunisa
    https://greennetwork.id/author/seftyanaauliakhairunisa/
    Menangkal Masifnya Penyebaran Misinformasi dan Disinformasi

Continue Reading

Sebelumnya: Menengok Pengembangan Bahan Bakar Penerbangan Berkelanjutan di India
Berikutnya: GRI 101: Keanekaragaman Hayati 2024, Standar Pengungkapan Keanekaragaman Hayati Baru bagi Dunia Usaha

Lihat Konten GNA Lainnya

Empat tangan anak-anak yang saling berpegangan Mengatasi Perundungan di Lingkungan Pendidikan dengan Aksi Kolektif
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Mengatasi Perundungan di Lingkungan Pendidikan dengan Aksi Kolektif

Oleh Andi Batara
17 Oktober 2025
sekawanan bison sedang memamah di atas padang rumput yang tertutup salju Mendorong Rewilding untuk Memulihkan Krisis Ekologi
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Mendorong Rewilding untuk Memulihkan Krisis Ekologi

Oleh Kresentia Madina
17 Oktober 2025
meja dengan berbagai ikan segar tersusun di atasnya Memajukan Sektor Pangan Akuatik untuk Mendukung Ketahanan Pangan
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Memajukan Sektor Pangan Akuatik untuk Mendukung Ketahanan Pangan

Oleh Seftyana Khairunisa
16 Oktober 2025
dua elang hitam kepala putih bertengger di ranting pohon yang tak berdaun Bagaimana Bahasa Potawatomi Menghidupkan dan Menghormati Alam
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Bagaimana Bahasa Potawatomi Menghidupkan dan Menghormati Alam

Oleh Dina Oktaferia
16 Oktober 2025
Kursi roda anak berukuran kecil di samping deretan kursi kayu, dengan latar belakang papan tulis hitam dan lantai berkarpet berwarna cerah. Mengatasi Tantangan yang Dihadapi Anak dengan Disabilitas
  • GNA Knowledge Hub
  • Ikhtisar

Mengatasi Tantangan yang Dihadapi Anak dengan Disabilitas

Oleh Niken Pusparani Permata Progresia
15 Oktober 2025
orang-orang menunggang kuda menyusuri aliran sungai Bagaimana Ongi River Movement di Mongolia Melindungi Manusia dan Lingkungan
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Bagaimana Ongi River Movement di Mongolia Melindungi Manusia dan Lingkungan

Oleh Dinda Rahmania
15 Oktober 2025

Tentang Kami

  • Surat CEO GNA
  • Tim In-House GNA
  • Jaringan Penasihat GNA
  • Jaringan Author GNA
  • Panduan Artikel Opini GNA
  • Panduan Laporan Akar Rumput GNA
  • Layanan Penempatan Siaran Pers GNA
  • Program Magang GNA
  • Ketentuan Layanan
  • Kebijakan Privasi
© 2021-2025 Green Network Asia