Padi Bernutrisi Tinggi BRIN untuk Hapus Kelaparan dan Kekurangan Gizi

Seorang petani perempuan memanen padi di sawah di Desa Margomulyo, Kecamatan Seyegan, Sleman, DIY. | Foto oleh Abul Muamar.
Menghapus kelaparan adalah salah satu tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs), berdampingan dengan isu ketahanan pangan dan perbaikan kualitas gizi. Saat dunia sudah sedemikian berkembang dan orang-orang bahkan sudah bisa memesan makanan hanya dari rumah, kelaparan, kekurangan gizi, hingga stunting masih berlangsung di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia.
Berdasarkan data Global Hunger Index (GHI) pada 2021, tingkat kelaparan Indonesia berada di level 18. Indonesia berada di urutan kedua dalam indeks kelaparan tertinggi di kawasan Asia Tenggara. Sementara menyangkut gizi, Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk kurang gizi tertinggi di kawasan Asia Tenggara. Menurut estimasi FAO, jumlah penduduk kurang gizi di Indonesia mencapai 17,7 juta orang kurun 2019-2021 yang tersebar di 12.193 desa/kelurahan.
Merespons kenyataan itu, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengembangkan varietas padi bernutrisi tinggi untuk mengatasi masalah tersebut sekaligus untuk mendukung ketahanan pangan nasional.
Penambahan Gizi Mikro
Varietas padi ini dikembangkan dengan menambahkan unsur gizi mikro ke dalamnya, seperti zinc, Fe (zat besi), pro vitamin A, serta kandungan antosianin pada beras merah dan beras hitam dengan menggunakan teknologi biofortifikasi. Teknologi biofortifikasi merupakan upaya intervensi untuk meningkatkan konsentrasi zat gizi mikro pada bahan pangan sejak dari pembudidayaan tanaman.
“Perakitan varietas padi bernutrisi tinggi terus dilakukan menggunakan teknologi konvensional maupun modern secara kolaboratif, integratif dan berkelanjutan guna meningkatnya kualitas hidup masyarakat Indonesia,” kata Untung Susanto, peneliti dari Pusat Riset Tanaman Pangan BRIN.
Fokus BRIN adalah mengadakan varietas padi yang tidak hanya memenuhi kuantitas produksi, tahan hama dan toleran terhadap cekaman abiotik, tetapi juga kualitas gizi. Dalam upaya pengembangan varietas padi bernutrisi tinggi ini, BRIN bekerja sama dengan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya.
“Secara kualitas kebutuhan gizi Indonesia masih belum terpenuhi sehingga berisiko terjadinya hidden hunger atau kelaparan yang tersembunyi. Masalah gizi yang cukup tinggi ini dapat berpengaruh pada kualitas SDM yang dapat berdampak pada kerugian ekonomi yang cukup besar,” imbuh Untung.
Tantangan Degradasi Lahan
Varietas padi bernutrisi tinggi tak akan ada artinya tanpa dukungan lahan yang subur. Yang menjadi masalah, tingkat kesuburan tanah pertanian di setiap daerah berbeda-beda. Belum lagi masalah degradasi lahan yang terjadi hampir di setiap daerah. Penggunaan pupuk kimia secara berlebihan serta eksploitasi lahan dalam bentuk yang lain menjadi tantangan tersendiri dalam mendukung varietas padi unggul ini.
Selain dua faktor tersebut, iklim ekstrem juga dapat mempengaruhi tingkat produksi padi. Untuk itu, BRIN mendorong pola budidaya pertanian organik, terutama tanaman padi.
“Pentingnya para petani untuk mengembangkan pola budidaya tanaman padi secara organik guna meningkatkan dan menjaga stabilitas produksi padi nasional,” kata Peneliti dari Pusat Riset Hortikultura dan Perkebunan, Zainal Arifin.
Jika Anda melihat artikel ini bermanfaat, berlangganan Newsletter Mingguan Green Network Asia untuk mengikuti kabar dan cerita seputar pembangunan berkelanjutan dari komunitas multistakeholder di Indonesia dan dunia.
Amar adalah Manajer Editorial Indonesia di Green Network Asia.