Pendidikan Inklusif untuk Anak Difabel di Negara-Negara ASEAN
Pendidikan merupakan salah satu aspek mendasar dalam membangun kehidupan yang lebih baik. Setiap anak berhak mendapatkan kesempatan yang adil untuk belajar, termasuk anak-anak difabel. Ketika sekolah perlahan dibuka kembali setelah pandemi COVID-19, sebuah laporan yang diterbitkan oleh Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA) menunjukkan bagaimana negara-negara ASEAN dapat membangun pendidikan yang inklusif bagi siswa difabel.
Yang dimaksud dengan inklusif
Siswa difabel telah menghadapi hambatan untuk mengakses pendidikan yang berkualitas. Menurut UNICEF, dari 240 juta anak difabel di seluruh dunia, 49% lebih mungkin tidak pernah mengenyam pendidikan di sekolah. Penutupan sekolah karena Pandemi COVID-19 menambah hambatan. Oleh karena itu, sangat penting untuk menerapkan kebijakan pendidikan yang inklusif di seluruh negara untuk menekan angka putus sekolah setelah sekolah dibuka kembali sepenuhnya.
Laporan berjudul “Pendidikan Inklusif di ASEAN: Menumbuhkan Rasa Memiliki bagi Siswa Difabel” tersebut mengkaji perkembangan negara-negara ASEAN dalam menyediakan pendidikan inklusif bagi siswa difabel. Pendidikan inklusif adalah lingkungan belajar di mana siswa dapat mengakses pembelajaran berkualitas yang disesuaikan dengan kebutuhan belajar individu. Dengan sistem ini, siswa dapat memperoleh keterampilan yang berharga dan rasa memiliki dalam lingkungan belajar.
Tantangan & Kesempatan
Sementara sebagian besar negara menunjukkan kemajuan dan aspirasi untuk menciptakan pendidikan inklusif, tantangan itu tetap ada. Laporan tersebut mencatat beberapa tantangan yang dihadapi oleh negara-negara ASEAN:
- Mendefinisikan disabilitas. Saat difabel fisik yang nyata lebih mudah didiagnosis dan diobati, tantangannya lebih terletak pada pemenuhan kebutuhan anak-anak difabel intelektual. Dalam hal ini, mereka cenderung dikucilkan dari sistem pendidikan, terutama jika tingkat disabilitasnya ringan dan disalahartikan sebagai ‘malas’.
- Familiaritas dengan prinsip-prinsip inklusi. Beberapa guru, orang tua, dan pembuat kebijakan sudah menyadari pentingnya pendidikan inklusif. Namun, mereka mungkin tidak sepenuhnya akrab dengan pembelajaran neurodiverse dan prinsip-prinsip inklusi, termasuk bagaimana menyesuaikan kurikulum dengan kebutuhan siswa. Penting juga bagi para pemimpin nasional untuk menggunakan bahasa inklusif secara publik dan mengadvokasi inklusi sosial, politik, dan ekonomi bagi siswa penyandang disabilitas.
- Pendekatan yang berpusat pada siswa versus yang berpusat pada guru. Memusatkan pembelajaran pada kebutuhan siswa dapat meningkatkan keterlibatan siswa, mendukung Desain Universal untuk Pembelajaran/Universal Design for Learning (UDL), dan meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan sosial siswa.
Kerangka Tindakan
Menciptakan sistem pendidikan inklusif adalah komitmen jangka panjang, nasional, atau regional. Menjunjung tinggi hak-hak siswa difabel sangat penting untuk mencegah mereka menghadapi diskriminasi. Laporan ini menawarkan kerangka tindakan bagi para pemangku kepentingan kunci:
- Sekolah – Integral dalam menciptakan lingkungan belajar yang aman dan ramah bagi siswa difabel, sekolah harus mengurangi ekspektasi akademik pascapandemi, mendorong pemantauan evaluasi melalui survei online, beralih ke pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa, dan melibatkan orang tua siswa difabel dalam menyusun rencana pembelajaran.
- Kementerian – Pemerintah pertama-tama harus memiliki pemahaman yang mendalam tentang kebutuhan kelompok difabel. Selanjutnya, mereka harus meninjau kebijakan saat ini dan menetapkan pedoman dan kebijakan yang lebih inklusif, memberikan pelatihan bagi guru, mengalokasikan dana, dan mengadvokasi kesejahteraan siswa difabel dalam program budaya.
- Negara Anggota ASEAN – Pemerintah negara-negara harus meninjau kembali komitmen nasional untuk pendidikan inklusif, memantau implementasi program dan tujuan pendidikan inklusif, dan mengampanyekan kesadaran akan disabilitas. Negara-negara anggota ASEAN juga harus berkolaborasi dalam pemulihan pasca-COVID-19 dengan mengenalkan pembelajaran kolaborasi antar negara dan berbagi praktik yang baik.
Baca laporan lengkapnya di sini.
Penerjemah: Abul Muamar
Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa inggris di Green Network Asia.
Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.
Madina adalah Reporter di Green Network Asia. Dia adalah alumni program sarjana Sastra Inggris dari Universitas Indonesia. Dia memiliki tiga tahun pengalaman profesional dalam editorial dan penciptaan konten kreatif, penyuntingan, dan riset.