Kenalan dengan Konsep Pendapatan Dasar Konservasi untuk Perlindungan Keanekaragaman Hayati
Penurunan keanekaragaman hayati merupakan salah satu masalah terbesar dunia saat ini. Upaya konservasi sangat penting, namun membutuhkan pembiayaan yang memadai agar dapat menghasilkan dampak yang berarti dan inklusif. Sebuah penelitian baru dari Universitas Edinburgh melihat potensi pendapatan dasar konservasi (conservation basic income/CBI) untuk melindungi keanekaragaman hayati.
Pendapatan Dasar Konservasi
Melindungi dan melestarikan keanekaragaman hayati membutuhkan peran semua pihak. Masyarakat adat dan komunitas lokal (MAKL) adalah pelindung krusial keanekaragaman hayati karena hubungannya yang erat dengan alam. Sayangnya, mereka masih mengalami kesulitan terkait keuangan dan perlindungan hukum meskipun peran mereka begitu besar dalam pelestarian alam.
Pemberdayaan masyarakat adat dan komunitas lokal sangat penting untuk menciptakan dampak berarti dalam konservasi keanekaragaman hayati. Dalam sebuah penelitian baru, para peneliti dari Universitas Edinburgh memperkirakan bahwa pendapatan dasar konservasi (CBI) berpotensi menjadi mekanisme yang kuat dalam upaya konservasi keanekaragaman hayati.
Seperti halnya pendapatan dasar universal (universal basic income/UBI), CBI memberikan pembayaran tunai tanpa syarat untuk menjamin penghasilan tetap bagi individu yang tinggal di kawasan konservasi yang penting. Penelitian tersebut memperkirakan biaya kotor global dan nasional untuk CBI dengan menilai tiga skenario konservasi terestrial berbasis wilayah global dan menggunakan tiga sistem pembayaran.
Hasil Penelitian
Menerapkan CBI dapat meningkatkan ketahanan dan ketangguhan keuangan masyarakat adat dan komunitas lokal dalam beberapa cara. Menurut penelitian tersebut, CBI dapat memberikan alternatif ekonomi untuk mengurangi ketergantungan masyarakat lokal pada ekonomi ekstraktif, memberi setiap individu kesempatan untuk berkontribusi secara berarti bagi komunitas mereka, dan memperkuat posisi hukum masyarakat adat dan komunitas lokal untuk bernegosiasi dan menuntut perlindungan lingkungan.
Berdasarkan tiga skenario konservasi, penelitian tersebut menemukan bahwa jumlah penduduk yang memenuhi syarat untuk mendapatkan CBI berkisar antara 232 juta hingga 1.638 juta orang. Lebih dari 75% di antaranya berada di negara-negara berpenghasilan menengah ke bawah. Berdasarkan wilayah, sistem pembayaran, dan kelayakan negara, penelitian tersebut memperkirakan bahwa biaya kotor CBI berkisar antara USD 351 miliar hingga USD 6,73 triliun per tahun.
Skenario biaya yang paling rendah (US$351 miliar) masih menelan biaya lebih tinggi daripada pengeluaran negara saat ini untuk konservasi yang diperkirakan hanya sebesar US$133 miliar per tahun. Namun, skenario biaya tertinggi (US$6,73 triliun) masih jauh lebih kecil dari total pembangkitan nilai ekonomi sebesar US$44 triliun, yang masih bergantung pada alam. Oleh karena itu, data menunjukkan bahwa skenario CBI ini harus dianggap sebagai investasi yang masuk akal untuk konservasi keanekaragaman hayati, nilai ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat.
Pembiayaan dan Implementasi
Mengingat dunia yang semakin tidak dapat diprediksi dan rentan terhadap krisis, memperkuat ketahanan keuangan untuk semua sangat penting untuk mencapai perkembangan dalam pembangunan berkelanjutan. Penelitian tersebut diakhiri dengan rekomendasi pendanaan CBI, di mana pajak lingkungan atas konsumsi dan produksi berbahaya dapat menjadi contoh sumber pendanaan yang memungkinkan.
Penelitian itu juga mencatat beberapa aspek yang patut dipertimbangkan saat mengimplementasikan CBI:
Mempertimbangkan keberadaan dan kelayakan masyarakat lain yang tidak termasuk dalam ruang lingkup studi, seperti masyarakat pesisir dan penggembala.
Mempertimbangkan pembatasan kelayakan yang dirancang dengan hati-hati dan inklusif untuk memastikan keadilan dan menghindari migrasi yang tidak perlu atas nama insentif.
Hindari mengganggu tradisi dan adat istiadat Masyarakat Adat dan hindari menciptakan ketergantungan pada birokrasi negara.
Penerjemah: Abul Muamar
Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa inggris di Green Network Asia.
Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.
Madina adalah Reporter di Green Network Asia. Dia adalah alumni program sarjana Sastra Inggris dari Universitas Indonesia. Dia memiliki tiga tahun pengalaman profesional dalam editorial dan penciptaan konten kreatif, penyuntingan, dan riset.