Skip to content
  • Tentang
  • Bermitra dengan Kami
  • Internasional
  • Berlangganan
  • Log In
Primary Menu
  • Beranda
  • Terbaru
  • Topik
  • Kabar
  • Ikhtisar
  • Wawancara
  • Opini
  • Figur
  • Infografik
  • Video
  • Komunitas
  • Partner
  • Siaran Pers
  • Muda
  • Dunia
  • Ikhtisar
  • Unggulan

Menengok Krisis Pangan di Asia yang Melanda Puluhan Juta Manusia

Jutaan orang di berbagai belahan dunia menghadapi kerawanan dan krisis pangan. Lalu, bagaimana keadaan di Asia menurut Laporan Global Krisis Pangan 2023?
Oleh Nazalea Kusuma
12 Juni 2023
cover Laporan Global Krisis Pangan 2023

Foto: GRFC.

Setiap orang membutuhkan dan berhak mendapatkan makanan. Namun, banyak orang di berbagai belahan dunia menderita kelaparan, dan menghadapi kerawanan dan krisis pangan. Tujuan Pembangunan Berkelanjutan menargetkan Nol Kelaparan pada Tujuan 2. Pada Mei 2023, Jaringan Informasi Ketahanan Pangan (Food Security Information Network/FSIN), atas dukungan Global Network against Food Crises (GNAFC), menerbitkan Laporan Global tentang Krisis Pangan 2023. Lalu, bagaimana keadaan krisis pangan di Asia?

Laporan Global Krisis Pangan 2023

Laporan Global Krisis Pangan (Global Report on Food Crises/GRFC) 2023 diluncurkan atas kolaborasi dari 16 mitra untuk mencapai penilaian independen dan berbasis konsensus tentang kerawanan pangan akut di tingkat global, regional, dan negara. Laporan dimaksudkan untuk memberikan informasi mengenai tindakan kemanusiaan dan pembangunan.

Sekretaris Jenderal PBB António Guterres menyebut laporan itu sebagai “dakwaan pedas atas kegagalan umat manusia” dalam mengakhiri kelaparan. Dia masygul, “Seperti biasa, mereka yang paling rentan yang menanggung beban kegagalan ini.”

Laporan tersebut menyebutkan bahwa jumlah orang yang mengalami krisis pangan semakin meningkat. Secara global, jumlahnya mencapai 198 juta orang pada tahun 2021. Pada tahun 2022, 258 juta orang di 58 negara dan wilayah menghadapi kerawanan pangan akut (Fase 3 hingga fase 5). Fase 3, yang diklasifikasikan sebagai Krisis, adalah fase ketika rumah tangga mengalami kekurangan gizi akut yang tinggi atau di atas rata-rata atau hampir tidak dapat memenuhi kebutuhan makanan dan minimum kecuali dengan menghabiskan aset penting lainnya.

Krisis Pangan di Asia

seorang perempuan berkerudung menggendong anak dengan latar genangan air.
Foto: GRFC.

GRFC 2023 mencakup lima negara atau wilayah Asia dengan krisis pangan utama: Afghanistan, Bangladesh (Cox’s Bazaar), Myanmar, Pakistan (Balochistan, Khyber Pakhtunkhwa, dan Sindh), dan Sri Lanka.

Secara keseluruhan, sekitar 51 juta orang di negara-negara ini menghadapi kerawanan pangan akut tingkat tinggi pada tahun 2022. Sekitar 39% di antaranya tinggal di Afghanistan. Selanjutnya, 46% dari total populasi di Afghanistan mengalami Fase 3 atau di atas kerawanan pangan akut, jumlah tertinggi di Asia. Angka ini disusul oleh Sri Lanka dengan 28%  dan Myanmar 27%.

GRFC 2023 juga menunjukkan bahwa kerawanan pangan akut cenderung berdampingan dengan kasus wasting anak. Laporan tersebut menyebutkan bahwa hanya Afghanistan, Myanmar, dan Pakistan yang memiliki data terkini tentang malnutrisi akut. Berdasarkan data tersebut, terdapat sekitar 4,15 juta anak menderita wasting pada tahun 2022.

Menurut WHO, wasting adalah kondisi di mana seorang anak terlalu kurus (berat badannya sangat rendah) dan tidak seimbang dengan tinggi badannya. Negara-negara dengan kombinasi kerawanan pangan akut dan wasting anak cenderung memiliki masalah dalam pembangunan dan kesejahteraan penduduk jangka pendek, menengah, dan panjang.

Faktor Penyebab dan Perkembangan

Laporan tersebut menilai bahwa krisis pangan di Asia dipicu oleh faktor yang saling berhubungan dan saling berpengaruh. Faktor utamanya adalah:

  • Guncangan Ekonomi – Afghanistan dan Sri Lanka. Di Afghanistan, hal itu disebabkan oleh krisis keuangan yang dipicu oleh konflik, yang memburuk sejak Taliban mengambil kendali kekuasaan negara pada Agustus 2021. Di Sri Lanka, gejolak ekonomi diperparah oleh perang di Ukraina, menyebabkan kelangkaan akut, penurunan produksi pertanian, dan tingkat inflasi harga pangan tahunan mencapai 64% per Desember 2022.
  • Konflik/Kerawanan – Bangladesh dan Myanmar. Sepanjang tahun 2022, kedua negara menghadapi kerawanan yang semakin memburuk dan meluas, perpindahan massal, dan pembatasan pergerakan penduduk. Ini memengaruhi kemampuan mereka untuk mencari nafkah, menghasilkan, atau mengakses makanan.
  • Cuaca Ekstrem – Pakistan. Curah hujan muson tiga kali lebih tinggi dari rata-rata 30 tahun sebelumnya, menyebabkan banjir bandang dan tanah longsor di berbagai wilayah negara tersebut. Pakistan juga menghadapi gelombang panas sebelum banjir. Jika digabungkan, seluruh faktor ini mengakibatkan anjloknya produksi pertanian dan peternakan. Kekeringan dan banjir juga merupakan penyebab utama krisis pangan di Afghanistan dan Myanmar.

“Krisis ini menuntut perubahan mendasar dan sistemik. Laporan ini menjelaskan bahwa mengatasi krisis ini bukanlah hal yang mustahil. Kita memiliki data dan pengetahuan untuk membangun dunia yang lebih tangguh, inklusif, dan berkelanjutan di mana kelaparan tidak memiliki tempat — termasuk melalui sistem pangan yang lebih kokoh, dan investasi besar-besaran dalam ketahanan pangan dan peningkatan nutrisi untuk semua orang, di mana pun mereka tinggal.” kata Guterres.

Guterres menegaskan, “Dengan tindakan kolektif dan komitmen untuk berubah, kita dapat memastikan bahwa setiap orang, di mana pun, memiliki akses ke kebutuhan manusia yang paling mendasar: pangan dan nutrisi.”

Baca laporan selengkapnya di sini.

Penerjemah: Abul Muamar

Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa inggris di Green Network Asia.


Berlangganan Green Network Asia – Indonesia
Perkuat pengembangan kapasitas pribadi dan profesional Anda dengan wawasan lintas sektor tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia.
Pilih Paket Langganan

Nazalea Kusuma
Editor at Green Network Asia | Website |  + postsBio

Naz adalah Manajer Publikasi Digital Internasional di Green Network Asia. Ia pernah belajar Ilmu Perencanaan Wilayah dan Kota dan tinggal di beberapa kota di Asia Tenggara. Pengalaman pribadi ini memperkaya persepektifnya akan masyarakat dan budaya yang beragam. Naz memiliki sekitar satu dekade pengalaman profesional sebagai penulis, editor, penerjemah, dan desainer kreatif.

  • Nazalea Kusuma
    https://greennetwork.id/author/nazalea/
    Mengulik Tren Gaya Hidup Minimalis di TikTok
  • Nazalea Kusuma
    https://greennetwork.id/author/nazalea/
    Mengatasi Tantangan dalam Implementasi Adaptasi Berbasis Ekosistem (EbA)
  • Nazalea Kusuma
    https://greennetwork.id/author/nazalea/
    Polusi Cahaya dan Dampaknya terhadap Manusia dan Makhluk Hidup Lainnya
  • Nazalea Kusuma
    https://greennetwork.id/author/nazalea/
    Menurunnya Keterampilan Literasi Orang Dewasa di Seluruh Dunia

Continue Reading

Sebelumnya: Kenalan dengan Konsep Pendapatan Dasar Konservasi untuk Perlindungan Keanekaragaman Hayati
Berikutnya: Upaya Kantor Bahasa Maluku dalam Revitalisasi dan Pelestarian Bahasa Daerah

Artikel Terkait

seekor orangutan duduk di ranting pohon di hutan GEF Danai Dua Proyek Konservasi Keanekaragaman Hayati di Indonesia
  • Eksklusif
  • Kabar
  • Unggulan

GEF Danai Dua Proyek Konservasi Keanekaragaman Hayati di Indonesia

Oleh Abul Muamar
20 Juni 2025
mesin tik dengan kertas bertuliskan “artificial intelligence” Pentingnya Regulasi AI untuk Penggunaan AI yang Bertanggung Jawab
  • Kabar
  • Unggulan

Pentingnya Regulasi AI untuk Penggunaan AI yang Bertanggung Jawab

Oleh Ayu Nabilah
20 Juni 2025
Pulau-pulau kecil di tengah laut Raja Ampat Tambang Nikel Raja Ampat dan Dampak Eksploitasi Sumber Daya Alam
  • Kabar
  • Unggulan

Tambang Nikel Raja Ampat dan Dampak Eksploitasi Sumber Daya Alam

Oleh Andi Batara
19 Juni 2025
bunga matahari yang layu Pemantauan Kekeringan Komprehensif dan Partisipatif untuk Tingkatkan Mitigasi Bencana
  • Eksklusif
  • Kabar
  • Unggulan

Pemantauan Kekeringan Komprehensif dan Partisipatif untuk Tingkatkan Mitigasi Bencana

Oleh Kresentia Madina
19 Juni 2025
tulisan esg di atas peta negara ESG Saja Tidak Cukup: Mengapa Dunia Butuh CSV dan SDGs?
  • Opini
  • Unggulan

ESG Saja Tidak Cukup: Mengapa Dunia Butuh CSV dan SDGs?

Oleh Setyo Budiantoro
18 Juni 2025
beberapa megafon terpasang pada pilar Peran Komunikasi Risiko untuk Kesiapsiagaan Bencana yang Lebih Baik
  • Eksklusif
  • Kabar
  • Unggulan

Peran Komunikasi Risiko untuk Kesiapsiagaan Bencana yang Lebih Baik

Oleh Kresentia Madina
18 Juni 2025

Tentang Kami

  • Founder’s Letter GNA
  • Tim In-House GNA
  • Jaringan Author GNA
  • Panduan Siaran Pers GNA
  • Panduan Artikel Opini GNA
  • Panduan Konten Komunitas GNA
  • Pedoman Media Siber
  • Internship GNA
  • Hubungi Kami
  • Ketentuan Layanan
  • Kebijakan Privasi
© 2021-2025 Green Network Asia - Indonesia.