Ewaso Lions dan Mama Simba Pelindung Singa di Gurun Kenya
Lonjakan populasi manusia menyebabkan makin meluasnya pemukiman, yang tentu menyebabkannya semakin bersinggungan dengan wilayah hunian satwa liar, seperti singa. Tak jarang, hal ini menimbulkan konflik antara manusia dengan satwa-satwa liar. Tidak hanya merugikan manusia, konflik-konflik semacam ini juga bisa menyebabkan kepunahan bagi singa-singa tersebut. Inilah yang terjadi di Kenya, di mana populasi singa diperkirakan menurun hingga tersisa 2.000 ekor saja.
Ewaso Lions di Kenya bagian utara bergiat melakukan konservasi untuk meminimalkan terjadinya konflik manusia-satwa liar. Sejak tahun 2010, Ewaso Lions meluncurkan program Warrior Watch bersama para pejuang pria (warriors) dari suku Samburu. Melalui program ini, mereka merangkul kader-kader warga lokal untuk melakukan edukasi di tengah masyarakat tentang pentingnya kelestarian satwa liar, khususnya singa. Ewaso Lions percaya bahwa gerakan pelestarian satwa liar bisa sukses dilakukan jika secara aktif melibatkan masyarakat lokal yang sehari-hari berinteraksi dengan satwa liar tersebut.
Para pejuang suku Samburu berperan besar dalam aksi ini. Mereka terbiasa berburu bahan makanan, mencari air dan kayu bakar, sehingga kerap bersinggungan langsung di alam dan satwa-satwa liar. Mereka paham bagaimana cara yang efektif untuk meminimalisasi konflik manusia-satwa liar, serta menjaga hasil buruan yang mereka miliki dari ancaman predator, seperti singa. Keahlian mereka ini menjadi ujung tombak dalam kampanye pelestarian singa Ewaso Lions.
Tahun 2013, sekelompok perempuan dari desa Sasaab berjalan kaki puluhan kilometer mengunjungi markas Ewaso Lions. Mereka menawarkan diri untuk membantu suku Samburu dan bergabung dalam program konservasi itu. Maka pada tahun itu juga, Ewaso Lions memulai gerakan baru yang disebut Nkimarat Ngwezi yang berarti ‘perempuan yang melestarikan’, dan lebih familiar disebut Mama Simba.
Melalui program Mama Simba, perempuan-perempuan tangguh ini menjalani pelatihan tentang pelestarian satwa liar. Mulai dari pengenalan dan interaksi dengan singa, hingga pendekatan dan pencegahan konflik di wilayah hunian manusia. Tahun berikutnya, sebanyak 32 orang anggota Mama Simba melakukan safari di Samburu National Reserve untuk berinteraksi dengan singa-singa. Pada 2015, mereka sudah giat berkampanye melalui event “Running for Lions”.
Tidak hanya pelestarian satwa liar, Mama Simba juga membekali anggotanya dengan pengetahuan dan keahlian yang bisa menyokong kehidupan mereka. Misalnya, program pelatihan baca-tulis untuk perempuan di desa Sasaab. Tiap hari Sabtu mereka belajar baca-tulis dalam bahasa Inggris dan Kiswahili. Mereka juga aktif membuat berbagai jenis kerajinan lokal yang dibeli oleh Ewaso Lions, kemudian dipasarkan secara global. Mama Simba juga mengadakan kegiatan bersih lingkungan yang diikuti 220 perempuan dari desa-desa sekitar Sasaab. Di wilayah yang dikelilingi sabana itu, dalam seminggu mereka berhasil memungut belasan ribu kantong plastik, kemudian mengumpulkannya untuk didaur ulang.
Hingga kini, kegiatan pelestarian, pendidikan, dan pemberdayaan terus dikembangkan oleh Mama Simba. Lebih dari 300 perempuan yang terlibat di dalamnya juga sangat bangga terhadap organisasi ini sebagai identitas gerakan mereka. Mama Simba tidak hanya menjaga keberlanjutan eksistensi satwa liar, tetapi juga melakukan penyadaran dan pemberdayaan, serta mempraktikkan kesetaraan secara efektif sehingga langkah-langkah yang dikerjakan menjadi solusi berkelanjutan yang nyata.
Editor: Inez Kriya
Sumber: Ewaso Lions dan Swara (The Voice of Conservation in East Africa)
Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.
Zia adalah penulis kontributor untuk Green Network ID. Saat ini aktif menjadi Pendamping Belajar di Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah (KBQT).