Meningkatkan Produksi Biodiesel dengan Minyak Biji Karet
Pengembangan sumber energi terbarukan telah menjadi hal yang penting di tengah perubahan iklim dan ketergantungan yang terus berlanjut pada sumber bahan bakar fosil. Salah satu solusi yang menjanjikan adalah biodiesel, yang dapat diproduksi dari biji-bijian yang tidak dapat dimakan seperti minyak biji karet. Pemanfaatan biji karet dapat mengurangi ketergantungan terhadap tanaman pangan dalam produksi biodiesel, serta menawarkan cara yang efektif untuk memanfaatkan sumber daya pertanian yang kurang termanfaatkan.
Pengembangan Biodiesel di Indonesia
Biodiesel merupakan bahan bakar terbarukan, tidak beracun, dan dapat terurai secara alami (biodegradable) yang menghasilkan emisi karbon monoksida (CO), sulfur dioksida (SO2), dan hidrokarbon (HC) yang lebih rendah, sehingga lebih ramah lingkungan dibandingkan solar berbahan dasar minyak bumi. Biodiesel adalah salah satu bahan bakar alternatif pilihan dalam rencana penghapusan batubara di Indonesia.
Melalui siaran pers, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian mengumumkan bahwa tingkat pencampuran biodiesel telah meningkat secara bertahap dalam tujuh tahun terakhir: dari 15% (B15) pada tahun 2015 menjadi 20% (B20) pada tahun 2016 menjadi 30% (B30) pada tahun 2020.
Sebagai bagian dari komitmen pemerintah untuk mendorong transisi energi yang inklusif dan berkelanjutan, tingkat campuran biodiesel yang wajib telah ditingkatkan menjadi 35% (B35) mulai 1 Februari 2023. Kebijakan B35 ini diperkirakan akan membutuhkan 13,15 juta kiloliter biodiesel untuk kebutuhan industri dalam negeri dan diproyeksikan akan mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 34,9 juta ton CO2.
Kabar baiknya, di Indonesia, pengembangan biodiesel sangat didukung oleh melimpahnya pasokan bahan baku, termasuk biji karet. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Direktorat Jenderal Perkebunan pada tahun 2023, Indonesia menempati peringkat kedua produsen tanaman karet terbesar di dunia setelah Thailand dengan luas perkebunan mencapai 3,5 juta hektare.
Dengan demikian, pemanfaatan minyak lokal yang tidak dapat dimakan dan sering kali terbuang dalam rantai nilai seperti minyak biji karet sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
Minyak Biji Karet untuk Produksi Biodiesel
Produksi biodiesel dari minyak biji karet mencakup proses transesterifikasi yang memerlukan katalis untuk meningkatkan efisiensi. Proses transesterifikasi umumnya digunakan untuk mengurangi viskositas minyak nabati. Dalam meningkatkan produksi biodiesel yang berkualitas tinggi dan berkelanjutan, muncul inovasi untuk mengembangkan teknologi katalis yang lebih efisien dan ramah lingkungan.
Salah satu inovasi yang menonjol adalah penggunaan katalis heterogen. Penelitian menunjukkan bahwa penggunaan katalis KOH heterogen dengan dukungan karbon aktif dapat meningkatkan laju reaksi transesterifikasi minyak biji karet, sehingga menghasilkan peningkatan konversi minyak menjadi biodiesel yang signifikan dibandingkan dengan penggunaan KOH konvensional. Selain itu, praktik ini telah terbukti memenuhi standar bahan bakar terbarukan, termasuk titik nyala biodiesel. Keunggulan lainnya adalah lebih terjangkau, mudah dipisahkan, dan dapat digunakan kembali.
Namun, ada beberapa tantangan dalam penggunaan katalis heterogen yang dapat menghambat efektivitasnya. Tantangan tersebut antara lain stabilitas katalis dan efektivitas katalis dengan berbagai jenis minyak non nabati. Selain itu, masalah seperti sintering dan fouling dapat mengurangi aktivitas katalitik dari waktu ke waktu, sementara menjaga stabilitas tinggi demi hasil biodiesel yang konsisten dan pengurangan biaya merupakan hal yang penting.
Potensi katalis KOH heterogen dengan dukungan karbon aktif dalam meningkatkan produksi biodiesel dari minyak biji karet sangat besar, sehingga perlu lebih banyak penelitian mengenai topik ini.
Tindakan Kolektif untuk Masa Depan Berkelanjutan
Minyak biji karet memiliki potensi manfaat untuk memajukan keberlanjutan energi dan pelestarian lingkungan di Indonesia, namun perlu penelitian lebih lanjut untuk mengatasi tantangan terkait pengembangan biodiesel dari minyak biji karet.
Para peneliti perlu terus menemukan cara untuk meningkatkan produksi biodiesel dengan menggunakan minyak biji karet, seperti mengeksplorasi berbagai strategi untuk meningkatkan kinerja dan durasi katalis dengan mengembangkan formulasi katalis yang canggih dan mengoptimalkan kondisi reaksi untuk meningkatkan efisiensi dan hasil katalitik. Sementara itu, penting juga untuk memperhatikan dampak signifikan perkebunan karet terhadap deforestasi, dengan tetap memperhatikan kehati-hatian dan konservasi ekosistem.
Pada akhirnya, sangat penting untuk mempertimbangkan dampak yang lebih luas dari peralihan menuju biodiesel, termasuk dampaknya terhadap emisi gas rumah kaca, perekonomian pedesaan, dan kemandirian energi. Mewujudkan masa depan yang lebih hijau memerlukan komitmen dan tindakan kolektif dari pemerintah, akademisi, sektor swasta, dan masyarakat. Dengan dukungan yang memadai terhadap penelitian dan pengembangan, Indonesia dapat memanfaatkan sumber daya lokal untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dan mendorong sistem energi berkelanjutan untuk semua.
Editor: Kresentia Madina & Nazalea Kusuma
Penerjemah: Abul Muamar
Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa Inggris di Green Network Asia
Publikasikan thought leadership dan wawasan Anda bersama Green Network Asia – Indonesia, pelajari Panduan Artikel Opini kami.
Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.