Gerakan Chipko: Aksi Peluk Pohon Perempuan di India untuk Cegah Deforestasi

Gerakan Chipko sebagai bentuk protes terhadap Proyek RFD di Kota Pune, India. | Foto: Wikimedia Commons.
Deforestasi telah lama mengancam keseimbangan alam. Tidak hanya mengganggu ekosistem, deforestasi tetapi juga mengancam mata pencaharian masyarakat setempat. Di India, deforestasi yang meluas di wilayah Himalaya telah meningkatkan kekhawatiran akan degradasi lingkungan. Sebagai respons atas keadaan tersebut, para perempuan di daerah pedesaan Himalaya memprakarsai Gerakan Chipko, yakni gerakan memeluk pohon untuk mencegah penebangan pohon.
Gerakan Chipko
Gerakan Chipko, yang juga dikenal sebagai Chipko Andolan, berasal dari kata “chipko” dalam bahasa Hindi, yang berarti memeluk atau berpegang teguh. Gerakan ini merupakan sebuah gerakan sosial dan ekologi tanpa kekerasan yang dipimpin oleh para penduduk desa, khususnya para perempuan, untuk melindungi hutan-hutan di India. Tindakan memeluk pohon melambangkan perlindungan terhadap pohon-pohon agar tidak ditebang, terutama karena maraknya penebangan pohon yang didukung oleh pemerintah.
Gerakan Chipko bermula pada awal tahun 1970-an di Desa Mandal, Negara Bagian Uttarakhand, India. Pada saat itu, kebijakan pemerintah sangat mendukung penebangan pohon untuk kepentingan komersial, yang menyebabkan peningkatan deforestasi. Lantas, para perempuan, yang kehidupannya sangat terdampak karena ketergantungan mereka pada hutan untuk kayu bakar, pakan ternak, dan air, memprakarsai gerakan ini sebagai respons atas degradasi lingkungan antropogenik. Dipimpin oleh Gaura Devi, seorang aktivis lingkungan di India, para perempuan di desa tersebut membentuk rantai manusia di sekitar pepohonan, memeluk pohon untuk mencegah kerusakan.
Gerakan ini segera menyebar ke seluruh wilayah Himalaya dan berperan dalam mempengaruhi kebijakan konservasi hutan nasional.
Peran Perempuan sebagai Pemimpin dan Pelindung
Perempuan merupakan inti dari Gerakan Chipko. Mereka mengemban peran sebagai pemimpin komunitas dan pelindung lingkungan. Selain itu, gerakan ini juga menjadi wadah bagi para perempuan India dalam mengembangkan keterampilan kepemimpinan dan meningkatkan rasa percaya diri. Perempuan seperti Gaura Devi muncul sebagai tokoh terkemuka, memimpin protes dan menggerakkan masyarakat untuk melindungi hutan.
Pada saat yang sama, Gerakan Chipko menantang norma-norma patriarki yang sering kali mengucilkan mereka dari peran pengambilan keputusan. Studi mengungkapkan bahwa hanya 3,38% perempuan India yang berpartisipasi dalam pengambilan keputusan secara mandiri. Namun, melalui Gerakan Chipko, mereka membuktikan bahwa jika diberi kesempatan, perempuan dapat memimpin, melindungi, dan mendorong perubahan yang berarti.
Tekad mereka tidak hanya menyelamatkan banyak pohon, tetapi juga menginspirasi perempuan-perempuan muda di masa depan untuk berperan aktif dalam aktivisme lingkungan dan proses pengambilan keputusan.
Dampak yang Berkelanjutan
Gerakan Chipko menciptakan dampak yang berkelanjutan pada kebijakan-kebijakan lingkungan dengan memberikan tekanan pada tindakan pemerintah dan menginspirasi aktivisme di kalangan masyarakat akar rumput. Gerakan ini berhasil membawa larangan penebangan pohon di hutan Himalaya, Uttar selama 15 tahun yang ditetapkan oleh Perdana Menteri Indira Gandhi pada tahun 1980. Larangan ini kemudian diperluas ke negara-negara bagian lainnya, seperti Himachal Pradesh dan Karnataka. Selain itu, Undang-Undang Konservasi Hutan tahun 1980 juga diberlakukan untuk mengatur deforestasi dan memprioritaskan konservasi hutan di seluruh India.
Gerakan Chipko juga menginspirasi inisiatif-inisiatif lingkungan serupa di berbagai belahan dunia, seperti protes Gunung Takao di Jepang dan aktivisme lingkungan di Swedia pada akhir abad ke-20, dengan menunjukkan kekuatan gerakan tanpa kekerasan.
Secara keseluruhan, keberhasilan Gerakan Chipko menunjukkan kekuatan gerakan oleh masyarakat akar rumput. Selain itu, gerakan ini juga menyoroti pentingnya mengintegrasikan suara komunitas lokal dalam upaya konservasi, aksi iklim, dan pembuatan kebijakan untuk manusia dan planet Bumi tanpa meninggalkan seorang pun di belakang.
Editor: Abul Muamar
Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa Inggris di Green Network Asia

Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.