Bagaimana Institusi Akademik dapat Berkontribusi dalam Pengelolaan Sampah

Foto: Chiang Mai University.
Dunia tengah dirundung persoalan sampah yang kian parah, dan sebagian negara menghadapi tantangan yang lebih berat dibanding yang lain. Saya belajar memahami permasalahan lingkungan yang unik yang dihadapi Thailand selama tinggal di Chiang Mai dan mengelilingi berbagai daerah. Di saat yang sama, saya juga mulai belajar tentang bagaimana dunia akademik dapat berkontribusi dalam memecahkan masalah tersebut, khususnya dalam pengelolaan sampah.
Mengubah Sampah Menjadi Sesuatu yang Bernilai
Seraya mengenal budaya dan masyarakatnya, saya belajar tentang “musim kebakaran” tahunan yang, selama beberapa bulan, menempatkan Chiang Mai di antara kota-kota terburuk di dunia dalam hal polusi udara. Namun, itu hanyalah satu dari sekian banyak masalah sampah di kota—dan juga negara—ini.
Baru-baru ini, saya menghadiri sebuah acara yang diselenggarakan oleh Universitas Chiang Mai (CMU), karena seorang teman saya sedang mengurus acara tersebut dan juga sedang menempuh kuliah S2 di kampus tersebut. Saat menghadiri acara di Pasar Jing Jai, saya mendapatkan gambaran sekilas tentang isu pengelolaan sampah, yang diperparah oleh pariwisata dan meningkatnya penggunaan plastik.
Acara tersebut menampilkan inovasi di berbagai bidang seperti daur ulang sampah organik, energi alternatif, dan kemasan ramah lingkungan. Ada produk-produk seperti kertas yang terbuat dari kulit kakao atau ampas kopi dan cat ramah lingkungan.

Institusi Akademik untuk Inovasi Pengelolaan Sampah
Di luar acara ini, saya telah berbincang dengan lebih banyak orang di negara ini tentang masalah lingkungan yang mereka hadapi. Saya juga mempelajari apa yang dapat dilakukan oleh institusi akademik, khususnya universitas, untuk membantu mengatasi masalah sampah di Thailand.
Misalnya, sampah yang dihasilkan oleh pertanian lokal dan di dalam kampus CMU didaur ulang menjadi wadah bioplastik, peralatan makan, dan barang-barang lainnya. Pihak kampus bermitra dengan komunitas pertanian di sekitar untuk memproduksi barang-barang ini, sehingga memberikan pendapatan tambahan bagi para petani.
Kampus CMU juga telah mengembangkan Pusat Pengelolaan Biomassa Terpadu, yang membantu memisahkan sampah dan mengolahnya menjadi berbagai produk: biogas, gas bio-metana, bahan bakar berbasis sampah, batu bata, dan biodiesel. Sistem ini berupaya mengelola hampir 15 ton sampah CMU per hari, yang jika tidak akan berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA). Mereka juga berkolaborasi dengan organisasi lain dalam berbagai proyek, seperti menggabungkan plastik yang sulit didaur ulang ke dalam jalan aspal dan mengurangi sampah di industri pariwisata.
Contoh lain kontribusi akademis datang dari Surat Thani Rajabhat University (SRU) di Thailand Selatan. SRU bekerja sama dengan PBB sebagai model uji coba untuk mengembangkan solusi pengelolaan sampah. Salah satunya adalah kampanye “Tantangan Nol Sampah 30 Hari”, yang melibatkan seluruh anggota komunitas SRU, mulai dari staf operasional dan manajemen hingga mahasiswa. Pada akhir periode proyek yang berlangsung selama satu setengah tahun, SRU mengklaim telah berhasil mengurangi lebih dari 40 ton sampah dan lebih dari 30.000 kg CO2eq emisi gas rumah kaca. Hasil proyek kemudian dibagikan ke universitas dan provinsi lain, dengan harapan inisiatif serupa akan muncul di komunitas lain.
Dari Akademisi ke Aksi
Sebagai negara yang menghadapi ancaman lingkungan yang mendesak seperti polusi udara yang parah dan limbah pertanian serta plastik yang meluber, Thailand menunjukkan bahwa institusi akademik dapat menjadi agen perubahan. Tentu saja, mereka dapat berkontribusi dengan memanfaatkan sains untuk transformasi dan membimbing generasi mendatang menuju masa depan yang lebih aman bagi kita semua. Namun, di luar kontribusi mereka terhadap sains dan penelitian, akademisi dapat mendorong tindakan nyata dengan berkolaborasi dengan masyarakat dan pemerintah setempat. Pada akhirnya, kolaborasi adalah kunci perubahan yang berdampak.
Penerjemah: Abul Muamar
Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa Inggris di Green Network Asia.

Perkuat pengembangan kapasitas pribadi dan profesional Anda dengan Langganan GNA Indonesia.
Jika konten ini bermanfaat, harap pertimbangkan Langganan GNA Indonesia untuk mendapatkan akses digital ke wawasan interdisipliner dan lintas sektor tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia.
Pilih Paket Langganan Anda
Ponnila memiliki belakang teknologi dan ilmu informasi. Ia senang membantu komunitas rentan di berbagai bidang seperti manajemen infrastruktur, tanggap bencana, dan kepedulian lingkungan.