Bagaimana Kota Umeå di Swedia Mengatasi Ketimpangan Gender di Perkotaan

Foto: Efrem Efre di Pexels.
Lebih dari separuh populasi dunia tinggal di daerah perkotaan, yang menandakan urgensi untuk menciptakan ruang hidup yang inklusif dan aman. Mengatasi ketimpangan gender di perkotaan merupakan bagian penting dari upaya ini. Di Kota Umea, Swedia, pemerintah kota setempat menerapkan langkah-langkah untuk mengintegrasikan perspektif gender dalam pembangunan perkotaan melalui partisipasi warga.
Ketimpangan Gender di Perkotaan
Perempuan dan laki-laki memiliki pengalaman yang berbeda dalam menjalani kehidupan di perkotaan. Misalnya, penelitian menunjukkan bahwa perempuan di berbagai belahan dunia jauh lebih sering menjadi korban kejahatan dan pelecehan di ruang perkotaan daripada laki-laki, termasuk saat berangkat ke sekolah atau tempat kerja. Situasi ini menimbulkan rasa takut yang lebih tinggi di ruang publik di kalangan perempuan, yang dapat membatasi mobilitas dan peluang mereka.
Data di beberapa negara menunjukkan bahwa perempuan mengasosiasikan ruang perkotaan dengan bahaya dan ketimpangan ekonomi. Sekitar 47% perempuan yang terlibat survei di Yordania kehilangan kesempatan kerja karena transportasi umum yang tidak dapat diakses dan pelecehan seksual yang marak di tempat umum. Di New York City, banyak perempuan harus menghabiskan sekitar US$26 hingga US$50 ekstra untuk biaya transportasi setiap bulan demi keselamatan.
Jika ditelusuri lebih jauh, masalah ketimpangan gender di wilayah perkotaan berakar pada peran gender tradisional yang cenderung mengaitkan perempuan dengan ranah domestik dan ruang privat. Akibatnya, ruang publik seringkali kurang mempertimbangkan kebutuhan perempuan dan anak perempuan, termasuk desain infrastruktur yang sering kali cenderung berpihak pada laki-laki, serta kurangnya toilet umum yang aman dan penerangan yang memadai di jalan dan area publik lainnya.
Bagaimana Umeå Mengintegrasikan Kesetaraan Gender dalam Perencanaan Kota
Mengatasi masalah ketimpangan gender di perkotaan merupakan bagian penting dalam memastikan kota yang aman, inklusif, dan aksesibel. Kota Umeå di Swedia berupaya mengintegrasikan kesetaraan gender sebagai dasar pembangunan kota.
Di bawah kerangka ‘Lanskap Gender’, Pemerintah Kota Umeå dan organisasi di Umeå telah membangun infrastruktur kota untuk mengakomodasi kebutuhan perempuan dan anak perempuan. Salah satunya adalah Terowongan Lev yang menghubungkan pusat kota dengan stasiun kereta api dan lingkungan sekitar. Terowongan ini dirancang dengan pencahayaan yang memadai, sudut yang membulat, beberapa pintu keluar, dan tanpa pilar untuk memastikan keterbukaan dan keselamatan bagi semua penduduk, terutama perempuan.
Contoh lain adalah Taman Zona Bebas (“Frizon”), yang proses desainnya melibatkan partisipasi anak perempuan untuk memahami perspektif, kebutuhan, dan harapan mereka terhadap ruang publik di Umeå.
“Tidak ada solusi yang cocok untuk diterapkan di mana saja. Upaya kesetaraan gender harus berakar pada konteks lokal, yang memberikan pemahaman menyeluruh tentang bagaimana ketimpangan gender terwujud di lokasi tertentu,” kata Annika Dalén, petugas kesetaraan gender di Umeå.
Kota yang Aman, Inklusif, dan Mudah Diakses
Mendukung kesetaraan gender di berbagai sektor merupakan bagian integral dari pembangunan berkelanjutan, yang berjalan dengan semangat tidak meninggalkan seorang pun di belakang. Karena kota telah menjadi simbol rumah dan peluang bagi miliaran orang di seluruh dunia, pemerintah kota memiliki tanggung jawab untuk mengatasi ketimpangan gender di perkotaan.
Terus menerus meningkatkan kesadaran tentang interseksionalitas isu gender, membekali pejabat pemerintah dan pemangku kepentingan terkait dengan pengetahuan dan keterampilan untuk menangani isu tersebut dengan hati-hati, dan memperkuat komitmen untuk melaksanakan agenda di seluruh periode jabatan adalah beberapa langkah yang diperlukan untuk mendukung kesetaraan gender di perkotaan. Terakhir, menempatkan perempuan sebagai pengambil keputusan, pembuat kebijakan, perencana kota, dan pejabat kota adalah langkah yang bermakna secara sistemik untuk membangun kota yang inklusif dan responsif gender.
Penerjemah: Abul Muamar
Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa Inggris di Green Network Asia