Mewujudkan Layanan Kesehatan yang Lebih Aman untuk Bayi dan Anak
Foto: Freepik.
Layanan kesehatan adalah salah satu kebutuhan dan hak dasar setiap orang. Oleh karena itu, memastikan layanan kesehatan yang aman bagi semua adalah sebuah urgensi untuk mewujudkan masyarakat yang sehat. Kebutuhan ini semakin mendesak bagi bayi dan anak-anak, yang dalam banyak hal sangat bergantung pada orang-orang dewasa.
Kasus-kasus di Indonesia
Sayangnya, jaminan akan layanan kesehatan yang aman bagi bayi dan anak belum sepenuhnya terwujud di Indonesia. Hampir setiap tahun, di berbagai daerah, ada saja kasus pasien bayi atau anak yang tidak mendapatkan layanan kesehatan yang aman, bahkan jauh dari kata layak.
Pada April 2020, misalnya, seorang pasien bayi yang sedang kritis tidak langsung ditangani saat tiba di RSUP M Djamil, Kota Padang. Menurut keterangan orangtuanya, bayi tersebut tiba di rumah sakit pukul 14.00 WIB. Namun, petugas rumah sakit menolak pasien tersebut dengan berbagai alasan, mulai dari ruang rawat inap yang sudah penuh hingga harus mengikuti prosedur penanganan terkait COVID-19 yang berbelit-belit. Akibat ditelantarkan, bayi tersebut meninggal dunia tiga jam kemudian.
Di Medan, pada 14 Januari 2025, seorang anak usia 4 tahun asal Kota Tanjungbalai yang mengalami batuk dan demam tinggi, meninggal dunia setelah tidak mendapatkan perawatan yang memadai. Balita tersebut awalnya dibawa ke RSUD Tengku Mansyur, Tanjungbalai, dan di sana pihak rumah sakit mendiagnosanya terjangkit difteri tanpa pemeriksaan laboratorium. Balita tersebut lantas dirujuk ke RS USU, Kota Medan, tetapi tidak segera mendapat perawatan dan menunggu selama lebih dari satu jam di dalam ambulans, dan akhirnya meninggal dunia beberapa jam kemudian.
Di Pekalongan, seorang anak yang mengalami gigitan ular, tidak mendapatkan perawatan yang memadai oleh RSUD Kajen. Setelah memberikan suntikan dan oksigen, pihak rumah sakit menganggap anak tersebut baik-baik saja dan bisa dirawat di rumah. Orangtua anak tersebut sempat meminta anaknya dirawat inap, tetapi pihak rumah sakit bersikukuh mengarahkan anak tersebut dibawa pulang. Begitu dibawa pulang, belum lagi tiba di rumah, anak tersebut kejang-kejang dan kondisinya memburuk.
Kasus-kasus tersebut hanyalah segelintir yang terungkap ke permukaan. Di lapangan, kasus-kasus layanan kesehatan yang tidak aman atau tidak layak mungkin jauh lebih sering terjadi, dalam berbagai bentuk.
Kematian Akibat Layanan Kesehatan yang Tidak Aman
Di seluruh dunia, 1 dari 10 pasien mengalami dampak buruk ketika menjalani perawatan medis, dan lebih dari 3 juta orang meninggal setiap tahun akibat layanan kesehatan yang tidak aman. Di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah, dampaknya lebih parah, di mana 4 dari setiap 100 orang meninggal akibat layanan kesehatan yang tidak aman. Sayangnya, di Indonesia, belum ada data terkait hal ini.
Anak-anak menghadapi risiko lebih besar karena tubuh mereka masih berkembang dan mereka sering kali belum mampu menjelaskan apa yang mereka rasakan ketika sakit. Protokol keselamatan spesifik pediatri yang tidak memadai, lemahnya pengawasan mutu obat, terbatasnya ketersediaan layanan spesialis anak, serta tidak dilibatkannya anak dan keluarga sebagai pihak yang aktif dalam perawatan, merupakan beberapa masalah yang paling umum. Kesenjangan antara wilayah perkotaan dan pedesaan turut memperburuk keadaan, membuat bayi dan anak-anak semakin rentan terpapar risiko layanan kesehatan yang tidak aman.
Meningkatkan Keamanan
Terkait hal ini, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Dana Kependudukan PBB (UNFPA) menyoroti urgensi peningkatan keamanan layanan kesehatan di Indonesia, khususnya bagi anak-anak sejak lahir hingga usia sembilan tahun, melalui seruan aksi “Keselamatan pasien dari awal!”.
Menurut pemerintah, Indonesia mengalami kemajuan dalam layanan kesehatan. Misalnya, antara 2010 dan 2023, peningkatan mutu dan keselamatan layanan kesehatan–termasuk untuk bayi baru lahir dan anak–berkontribusi pada penurunan 39% angka kematian bayi baru lahir dan balita. Dari 2010 hingga 2022, angka kematian anak usia 5-9 tahun juga turun 32%. Lantas pada 2024, Kementerian Kesehatan memperluas kajian kematian ibu dan bayi baru lahir untuk memperkuat akuntabilitas dan perlindungan anak.
Namun, itu semua belum cukup. Untuk meningkatkan layanan kesehatan yang aman dan berkualitas bagi bayi dan anak, ada empat prioritas utama yang harus dilakukan menurut WHO:
- Mengoptimalkan layanan pediatri dengan menerapkan panduan WHO di seluruh tahap perawatan. Hal ini mencakup perluasan cek kesehatan di sekolah—terutama untuk anak-anak usia 5 hingga 9 tahun—dan menghubungkannya dengan platform SATUSEHAT untuk rujukan dan pemantauan, memperkuat deteksi dini dan tindak lanjut masalah kesehatan seperti stunting, gangguan penglihatan dan pendengaran, keterlambatan perkembangan, dan kondisi kronis.
- Mengumpulkan dan memanfaatkan data yang lebih baik untuk menghasilkan capaian yang lebih kuat. Sistem pelaporan yang lebih kuat, yang mencakup kajian sistematis penyebab kematian, dibutuhkan untuk memberi gambaran yang lebih jelas tentang di mana anak-anak menghadapi risiko serta faktor penyebabnya, membantu menunjukkan kesenjangan layanan, menyoroti ketimpangan, mengarahkan alokasi sumber daya, serta membangun budaya pemantauan, evaluasi, dan akuntabilitas.
- Mewujudkan kekuatan regulasi untuk layanan yang lebih aman. Kemajuan dalam cara pembuatan obat dan distribusi obat serta pengawasan pasca-edar dan farmakovigilans, harus diimbangi dengan tenaga kesehatan terampil yang memastikan pemberian resep, dosis, dan layanan ramah anak yang tepat. Selaraskan pengawasan yang ketat dengan praktik klinis untuk memastikan setiap anak memperoleh obat dan perawatan yang efektif, aman, dan sesuai usia dan kebutuhan.
- Memberdayakan keluarga sebagai mitra aktif. Membuat fasilitas pelayanan kesehatan lebih ramah anak dan keluarga serta mendorong orang tua untuk mengikuti perkembangan anaknya, memantau pengobatan, dan ikut serta dalam pengambilan keputusan, untuk mewujudkan perawatan yang lebih aman, responsif, dan dapat dipercaya.
Pada akhirnya, meningkatkan keamanan layanan kesehatan membutuhkan transformasi sistem kesehatan secara keseluruhan. Pemerataan akses ke layanan kesehatan berkualitas di seluruh penjuru Indonesia, termasuk ketersediaan fasilitas dan tenaga kesehatan yang terampil dan berintegritas, adalah salah satu pilar yang dibutuhkan. Dalam hal ini, meningkatkan kompetensi bidan dan dokter anak, dan memastikan distribusi yang merata di seluruh wilayah seraya meningkatkan infrastruktur kesehatan, adalah salah satu langkah yang paling relevan.
“Akses ke obat-obatan dan layanan kesehatan yang aman, efektif, dan bermutu bukanlah kemewahan, melainkan hak dasar,” kata Dr N. Paranietharan, Perwakilan WHO untuk Indonesia.

Aktivisme Iklim Kaum Muda Tak Boleh Abai Soal Kolonialisme
Mengulik Akar Masalah Konflik Harimau Sumatera dengan Manusia di Lampung
Mengubah Limbah Pertanian Menjadi Biomaterial
Bisakah Kita Melawan Pemerasan oleh Perusahaan Teknologi?
Memanfaatkan Potensi Jamur untuk Restorasi Lingkungan melalui Mikoremediasi
Kerja Sama AZEC dan Jalan Berliku Menuju Transisi Energi yang Adil