Skip to content
  • Tentang
  • Bermitra dengan Kami
  • GNA Internasional
  • Berlangganan
  • Log In
Primary Menu
  • Terbaru
  • GNA Knowledge Hub
  • Topik
  • Wilayah
    • Dunia
    • Jawa
    • Kalimantan
    • Maluku
    • Nusa Tenggara
    • Papua
    • Sulawesi
    • Sumatera
  • Soft News
  • Ikhtisar
  • Infografik
  • Video
  • Opini
  • Komunitas
  • Siaran Pers
  • Muda
  • ESG
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Pemanenan Air Hujan untuk Atasi Krisis Air Tanah

Pemanenan air hujan dapat menjadi solusi potensial untuk menunjang konservasi air tanah dan mengatasi krisis air.
Oleh Maharani Rachmawati
10 Desember 2024
Tanaman yang basah terkena bulir-bulir hujan.

Foto: Mike Kotsch di Unsplash.

Air tanah adalah sumber utama air bersih bagi setiap makhluk hidup di bumi. Namun, di tengah pertumbuhan populasi manusia, perkembangan industri, dan bumi yang kian memanas, sumber daya kehidupan yang paling penting ini terancam tak lagi bisa diakses oleh semua orang. Dengan keadaan seperti ini, pemanenan air hujan dapat menjadi solusi potensial untuk menunjang konservasi air tanah. Air hujan layak menjadi sumber air alternatif karena memiliki tingkat polutan yang rendah.

Bayang-Bayang Krisis Air Tanah

Menurut laporan World Water Development tahun 2021, lebih dari 2 miliar orang tinggal di negara-negara yang mengalami kelangkaan air. Selain itu, beberapa akuifer utama dunia berada dalam tekanan yang terus meningkat dan sebanyak 30% dari sistem air tanah terbesar hampir habis. Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) menyebut lebih dari 5 miliar orang akan kekurangan air pada 2050. Air yang tersimpan di daratan maupun di kutub es mengalami penurunan 1 cm setiap tahunnya. Perubahan iklim ditengarai sebagai faktor utamanya.

Pesatnya pertumbuhan populasi telah membuat akses ke sumber air di seluruh dunia menjadi semakin sulit, termasuk di Indonesia. Secara bertahap, urbanisasi yang masif membuat persentase limpasan air hujan juga meningkat drastis. Berdasarkan penelitian, limpasan air hujan di perkotaan dapat membawa sebagian besar sumber pencemar menuju hilir badan air penerima (sungai). Limpasan air hujan dengan konsentrasi polutan yang tinggi menimbulkan polusi air yang dapat mengancam kesehatan manusia.

Pemanenan Air Hujan

Dalam proyeksi BMKG, sekitar 67% wilayah Indonesia berpotensi mengalami curah hujan lebih dari 2.500 mm per tahun, bahkan ada wilayah yang diprediksi mencapai 5.000 mm per tahun. Di penghujung tahun 2024, Indonesia mulai memasuki musim hujan yang dibarengi dengan kondisi La Nina lemah. Pakar Hidrologi dari UGM, Agus Maryono menyebut bahwa air hujan di Indonesia layak dikonsumsi dengan derajat keasaman 7,2 hingga 7,4. Hal tersebut menjadi potensi untuk menjalankan sistem air hujan yang berkelanjutan melalui pemanenan.

Sistem air hujan berkelanjutan bukan semata-mata untuk mengatasi masalah limpasan air dan menghindari polutan yang tidak diinginkan, melainkan juga dapat meningkatkan potensi dan kegunaan dari sumber daya air. Sejak tahun 2009, pemerintah mendorong kegiatan pemanenan air hujan melalui terbitnya Permenlh 12/2009 tentang Pemanfaatan Air Hujan. Air hujan dapat dipanen di rumah, kantor, dan gedung dengan berbagai metode sumur resapan, kolam pengumpul air hujan, lubang resapan biopori, rain garden, paving block berpori, serta penampungan air hujan sederhana menggunakan tandon.

Beberapa daerah di Indonesia juga sudah melakukan konsep pemanenan air hujan ini. Salah satunya adalah Desa Bunder, Kecamatan Jogonalan, Kabupaten Klaten. Air hujan ditampung dalam bak besar berkapasitas 100.000 L, kemudian dialirkan ke tangki yang lebih kecil. Selanjutnya, air akan melewati proses elektrolisis untuk menyaring kandungan kapur dan asam dari air hujan. Dengan pengolahan tersebut, air akan aman dikonsumsi.

Sementara itu, warga Desa Glintung, Kota Malang membangun embung, drainase, sumur injeksi, dan lubang biopori. Mereka menerapkan konsep menabung air untuk menghindari banjir yang mampir saban musim hujan. Mereka menggabungkan konsep pertanian dan perikanan di tengah kota (urban farming). Hal ini juga dilakukan untuk menyiasati keterbatasan lahan di tengah perkotaan.

Di Yogyakarta, UGM membangun sarana pemanenan air hujan berupa rain garden seluas 2.600 m persegi yang terbukti efektif dalam mengelola limpasan air hujan di perkotaan. Desain taman itu memungkinkan limpasan air hujan untuk masuk, meresap, menggenang sementara, dan mengalir keluar jika volume limpasan lebih besar dari kemampuan tampungan cekungan rain garden. Tiap cekungan ditanami vegetasi untuk mempercepat penyerapan air hujan ke dalam tanah.

Tanggung Jawab Bersama

Kesadaran akan ancaman krisis air bersih diharapkan dapat tertanam di masyarakat sehingga memunculkan kebiasaan bijak menggunakan air bersih. Pemanenan air hujan dapat menjadi hal dasar untuk menjaga kelestarian air dalam siklus hidrologi. Oleh karena itu, gerakan tersebut perlu dijadikan tanggung jawab bersama agar pemanfaatan air dapat lebih optimal dan dapat mengurangi dampak negatifnya, seperti krisis air tanah dan bencana hidrometeorologi lainnya. Di samping itu, diperlukan pula reformasi infrastruktur dan tata kelola air serta peningkatan kesadaran publik untuk mengatasi masalah ini secara berkelanjutan.

Editor: Abul Muamar

Perkuat pengembangan kapasitas pribadi dan profesional Anda dengan Langganan GNA Indonesia.

Jika konten ini bermanfaat, harap pertimbangkan Langganan GNA Indonesia untuk mendapatkan akses digital ke wawasan interdisipliner dan lintas sektor tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia.

Pilih Paket Langganan Anda

Continue Reading

Sebelumnya: Equalitera Artspace: Ruang Seni Disabilitas untuk Seni yang Lebih Inklusif
Berikutnya: Mengatasi Risiko dan Dampak Kekeringan Sistemik

Lihat Konten GNA Lainnya

ilustrasi misinformasi; manekin kepala dengan bagian atas terbuka menerima koran yang dilabeli tulisan palsu Menangkal Masifnya Penyebaran Misinformasi dan Disinformasi
  • GNA Knowledge Hub
  • Ikhtisar

Menangkal Masifnya Penyebaran Misinformasi dan Disinformasi

Oleh Seftyana Khairunisa
12 September 2025
Seorang anak berkacamata menerima piring berisi makanan. Menengok Bagaimana Program Makan Gratis di Sekolah di Amerika Latin dan Karibia
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Menengok Bagaimana Program Makan Gratis di Sekolah di Amerika Latin dan Karibia

Oleh Attiatul Noor
12 September 2025
pembagian makanan kepada anak-anak Menyalakan Kemanusiaan dengan Menyelamatkan dan Mendistribusikan Makanan Berlebih
  • GNA Knowledge Hub
  • Komunitas

Menyalakan Kemanusiaan dengan Menyelamatkan dan Mendistribusikan Makanan Berlebih

Oleh Dilla Atqia Rahmah
11 September 2025
Seorang perempuan pengguna kursi roda sedang meraih tombol lift. Kunci untuk Memastikan Sistem Transportasi Perkotaan yang Inklusif di Asia-Pasifik
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Kunci untuk Memastikan Sistem Transportasi Perkotaan yang Inklusif di Asia-Pasifik

Oleh Dinda Rahmania
11 September 2025
foto udara pemukiman padat yang ada di dekat bantaran sungai perkotaan Jerat Kemiskinan di Perkotaan
  • GNA Knowledge Hub
  • Ikhtisar

Jerat Kemiskinan di Perkotaan

Oleh Seftyana Khairunisa
10 September 2025
seorang anak perempuan menulis dengan kapur di papan tulis hitam Bagaimana Pendidikan Lingkungan Dukung Ketahanan di Odisha, India
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Bagaimana Pendidikan Lingkungan Dukung Ketahanan di Odisha, India

Oleh Attiatul Noor
10 September 2025

Tentang Kami

  • Surat CEO GNA
  • Tim In-House GNA
  • Jaringan Penasihat GNA
  • Jaringan Author GNA
  • Panduan Artikel Opini GNA
  • Panduan Konten Komunitas GNA
  • Layanan Penempatan Siaran Pers GNA
  • Program Magang GNA
  • Pedoman Media Siber
  • Ketentuan Layanan
  • Kebijakan Privasi
© 2021-2025 Green Network Asia