Singapura dan Selandia Baru Berkolaborasi Kembangkan Bahan Bakar Penerbangan Berkelanjutan

Foto oleh shawnanggg pada Unsplash
Bepergian dengan pesawat lebih disukai banyak orang. Namun, industri penerbangan menyumbang 2% emisi gas rumah kaca. Berangkat dari masalah ini, Singapura dan Selandia Baru bekerja sama mengembangkan bahan bakar penerbangan berkelanjutan demi mengatasi masalah ini.
Perubahan iklim kini merupakan perhatian dunia yang paling utama. Mencapai nol emisi karbon pada 2050 adalah bagaimana kita memastikan suhu bumi tidak melebihi 1.5°C dari tingkat pra-industri. Saat ini kita berada pada suhu 1.1°C. Upaya mengurangi gas rumah kaca dari setiap sektor saat ini lebih krusial daripada sebelumnya.
Fokus utama bahan bakar penerbangan berkelanjutan
Perwakilan kedua negara tersebut menandatangani Nota Kesepakatan (MoA) untuk Penerbangan Berkelanjutan pada pada 20 April 2022. Ini merupakan agenda pertama yang dibuat di bawah New Zealand-Singapore Enhanced Partnership.
Agenda ini akan mencakup empat ranah luas bagi kerjasama: kebijakan dan regulasi, pengembangan industri, perencanaan dan persediaan infrastruktur masa depan, serta transformasi tenaga kerja. Fokus utamanya adalah mengembangkan bahan bakar berkelanjutan, termasuk penelitian dan pengembangan, pengujian dan percobaan, serta pertukaran informasi mengenai posisi kebijakan dan regulasi.
Persoalan bahan bakar penerbangan berkelanjutan
Bahan bakar penerbangan berkelanjutan dipandang sebagai solusi paling menjanjikan bagi penerbangan berkelanjutan. Bahan bakar ini diproduksi dari bahan baku seperti minyak goreng, limbah padat, dan limbah pertanian. Tetapi, biaya produksi bahan bakar berkelanjutan saat ini hampir lima kali lebih mahal daripada bahan bakar biasa. Tantangan terbesar yang belum dipecahkan oleh industri ini adalah bagaimana memproduksi bahan bakar berkelanjutan yang tersedia luas dengan harga terjangkau.
Mengembangkan bahan bakar penerbangan berkelanjutan memerlukan partisipasi multi-pemangku, yaitu dari pemerintah, maskapai penerbangan, dan bandara. CEO Changi Airport Group Lee Seow Hiang mengatakan kepada Today bahwa sejumlah inovasi berkelanjutan dalam industri penerbangan didorong oleh kebijakan (policy-driven) dan membutuhkan konsensus di antara pemangku kepentingan. Misalnya, negara-negara perlu mencapai konsensus tentang apa yang dapat diterima sebagai bahan baku serta menetapkan satu kebijakan sebagai tolok ukur.
Masa depan industri penerbangan
Penerbangan tetap bermanfaat dalam kehidupan kita karena kecepatannya dibandingkan moda transportasi lainnya. Industri sepenting ini membutuhkan upaya ekstra agar menghasilkan transportasi yang berkelanjutan.
Namun, ini bukanlah hal yang mudah. Kesepakatan antara Singapura dan Selandia Baru berarti satu langkah maju menuju masa depan berkelanjutan. Perubahan dan inovasi mesti berlangsung dengan dukungan dan partisipasi seluruh industri penerbangan agar benar-benar dapat memberi dampak yang berarti.
Editor: Abul Muamar
Penerjemah: Gayatri W.M
Versi asli artikel ini diterbitkan dalam bahasa Inggris di platform media digital Green Network Asia – Internasional.
Madina adalah Asisten Manajer Publikasi Digital di Green Network Asia. Ia adalah lulusan Program Studi Sastra Inggris dari Universitas Indonesia. Madina memiliki 3 tahun pengalaman profesional dalam publikasi digital internasional, program, dan kemitraan GNA, khususnya dalam isu-isu sosial dan budaya.