Skip to content
  • Tentang
  • Bermitra dengan Kami
  • Internasional
  • Berlangganan
  • Log In
Primary Menu
  • Beranda
  • Terbaru
  • Topik
  • Kabar
  • Ikhtisar
  • Wawancara
  • Opini
  • Figur
  • Infografik
  • Video
  • Komunitas
  • Partner
  • Siaran Pers
  • Muda
  • Dunia
  • Ikhtisar
  • Unggulan

Kelelahan “Fatigue” Tanggung Jawab Personal dalam Memerangi Perubahan Iklim

Dalam seminggu terakhir ini, istilah ‘praktik industri yang tidak bertanggung jawab’ meledak di media sosial. Menanggapi hal ini, banyak masyarakat yang merasa bingung dan lelah lantaran tindakan individu mereka mungkin tidak berguna dalam memerangi perubahan iklim.
Oleh Nazalea Kusuma
26 Januari 2022
Sikat Gigi dan Sedotan Besi yang ada didalam Gelas

Foto oleh Oana Cristina dari Unsplash

Tidak dipungkiri, perubahan iklim adalah masalah serius yang memengaruhi setiap orang. Oleh karena itu, masuk akal untuk berasumsi bahwa setiap orang harus bertindak secara kolektif untuk melawannya.

Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB/SDGs) PBB menekankan kemitraan lintas pemangku kepentingan dan meminta semua orang bekerja sama untuk mencapai tujuan ini. PBB telah bekerja keras untuk memopulerkan SDGs melalui berbagai cara, seperti melibatkan BTS dalam UNGA SDGs Moment 2021 dan berkolaborasi dengan organisasi pemuda dalam menyelenggarakan diskusi SDGs.

Apakah kesadaran akan perubahan iklim masih menjadi masalah utama?

Pada Januari 2021, UNDP merilis People’s Climate Vote, survei opini publik terbesar di dunia tentang perubahan iklim. Survei tersebut melibatkan 1,2 juta responden dari 50 negara dan  mencakup 56% populasi dunia.

Studi ini menemukan bahwa 64% penduduk di seluruh dunia percaya bahwa perubahan iklim adalah kondisi darurat global. Jika ditanya tentang bagaimana tanggapan negara mereka untuk mengatasi tantangan perubahan iklim, 59% dari mereka ingin agar pemerintah melakukan segala sesuatu yang diperlukan dengan segera.

Voting dari People's Climate
Sumber: People Climate’s Vote

Laporan ESG Grab 2021 mengungkap hasil survei yang dilakukan kepada para pengguna di enam negara Asia Tenggara pada Maret 2021. Hasil survei menyatakan bahwa 82% responden merasa prihatin dengan perubahan iklim dan mengambil beberapa tindakan untuk mengurangi jejak karbon mereka.

Di waktu yang sama, Pew Research Center melakukan survei di 17 negara dengan ekonomi maju yang mencakup Amerika Utara, Eropa, dan kawasan Asia Pasifik. Hasilnya memperlihatkan kekhawatiran besar tentang dampak personal dari perubahan iklim. Responden dengan persentase lebih tinggi mengatakan, mereka bersedia mengubah beberapa aspek dari gaya hidup dan berbuat sesuatu untuk memerangi perubahan iklim. Namun, mereka tidak yakin apakah upaya itu akan membuat dampak yang signifikan.

Meski ada banyak konferensi PBB dan upaya perusahaan untuk mematuhi praktik bisnis yang berkelanjutan, ada beberapa yang masih skeptis terhadap akuntabilitas dan efektivitas upaya ini. People’s Summit pada November 2021 dibuat oleh dan untuk mereka yang percaya bahwa para pemimpin dunia atau perusahaan tidak dapat memberikan keadilan iklim. 

Acara yang berlangsung selama empat hari itu dimulai dengan 12.000 pendaftaran di hari pertama. Dapat dikatakan bahwa meskipun jumlahnya tidak besar, sebagian besar penduduk dunia sadar bahwa perubahan iklim adalah masalah global yang mendesak.

Apakah tindakan individu saya penting?

Seekor Ikan dan Kumpulan Sampah Plastik
Foto oleh Naja Bertolt Jensen dari Unsplash

Dalam beberapa tahun terakhir, kampanye untuk menjadi lebih berkelanjutan telah meningkat. Banyak dari mereka yang mempromosikan tindakan individu seperti melakukan daur ulang, menggunakan sedotan non-plastik, membeli secara lokal, berbelanja lebih berkelanjutan, mengurangi konsumsi daging, dan lain-lain.

Perilaku konsumen adalah jargon populer dalam kampanye keberlanjutan, meminta masyarakat umum untuk bertanggung jawab atas kebiasaan mereka. Kita membutuhkan semua upaya untuk mengatasi tantangan yang disebabkan oleh perubahan iklim dan mencapai SDGs seperti yang direncanakan.

Apa masalah tanggung jawab personal?

Meskipun benar bahwa memerangi perubahan iklim mengharuskan kita semua untuk bekerja sama, perubahan iklim adalah masalah kesenjangan sosial. Tanggung jawab tiap orang tidak sama atas perubahan iklim. Pew Research Center mengungkapkan bahwa di AS, mayoritas dari mereka yang terlibat dengan isu perubahan iklim di media sosial merasakan kecemasan dan kemarahan.

Dalam seminggu terakhir, istilah ‘praktik industri yang tidak bertanggung jawab’ meledak di media sosial. Menanggapi hal ini, banyak masyarakat yang merasa bingung dan lelah lantaran tindakan individu mereka mungkin tidak akan berguna dalam memerangi perubahan iklim.

Sebuah utas dari Peoples Dispatch tentang Gurun Atacama menunjukkan bukti bahwa pilihan konsumen tidak dianggap penting karena berbagai merek akan terus berproduksi. Dari Belgia, The Bulletin melaporkan, “Brussels Airlines telah mengoperasikan 3.000 penerbangan kosong atau hampir kosong di musim dingin ini untuk menghindari kehilangan hak lepas landas dan mendarat di bandara-bandara utama”.

?? Images from the Atacama desert, which has become a dumpster for the global fast fashion industry. Over 100,000 tons of clothing, many of them new items with price tags that weren't sold or used, have been dumped in the Atacama desert in Chile. pic.twitter.com/1IrRA2bw7t

— Peoples Dispatch (@peoplesdispatch) January 5, 2022

Brussels Airlines runs 3,000 empty flights to maintain take-off and landing slotshttps://t.co/b4t9OLcjuD pic.twitter.com/WlBj16YwQd

— The Bulletin (@_TheBulletin) January 5, 2022

Kedua contoh tersebut mendapatkan respon beragam dari warganet. Namun, sebagian besar dari mereka menyampaikan kelelahan yang nyata mengenai tanggung jawab personal dalam memerangi perubahan iklim. Frustrasi lainnya, baru-baru ini berasal dari penggunaan NFT (non-fungible token) di media populer. Terlepas dari reaksi keras dari para fans dan masyarakat umum, NFT menempati berbagai segmen dalam industri hiburan seperti gaming, Hollywood, dan K-Pop.

Masyarakat banyak mengeluh pada kampanye pilihan konsumen, terutama di negara-negara berkembang yang terkadang hanya berujung pada kesalahan. Beberapa orang bahkan menyebutnya narasi palsu untuk mengalihkan kesalahan dari perusahaan besar di seluruh dunia.

Lantas, bagaimana sekarang?

Saat ini kita sudah memasuki tahun ketiga pandemi COVID-19. Frustrasi dan kelelahan terjadi di semua lini, termasuk dalam upaya pembangunan berkelanjutan. Kita semua harus melakukan apapun yang kita bisa. Namun, tanggung jawab personal tidak pernah setara.

Para pemimpin dunia adalah pembuat kebijakan yang dapat membuat atau menghancurkan situasi di planet ini. Konsepsi sempit akan kapitalisme yang masih dipraktikkan secara luas oleh berbagai korporasi di seluruh dunia telah menyebabkan kerusakan yang tidak dapat diperbaiki dan mempengaruhi kita semua. Bahkan bagi kelompok rentan, hal ini bisa lebih buruk lagi. Mereka memikul tanggung jawab terbesar dalam menciptakan dan memerangi perubahan iklim, dan kita harus mengingatnya sambil terus melakukan apa yang bisa kita kerjakan.

Dalam studi yang disebutkan sebelumnya oleh Pew Research Center, 32% Gen Z dan 28% Milenial mengatakan, mereka telah melakukan sesuatu dalam satu tahun terakhir untuk mengatasi perubahan iklim. Beberapa dari mereka menyumbangkan uang, menjadi sukarelawan, kontak dengan pejabat berwenang, dan menghadiri rapat umum ataupun aksi protes.

Yang terpenting adalah, suara kolektif akan selalu berarti. Sampai pemerintah dan pelaku bisnis menghadapi tantangan ini, kita dapat melakukan apa yang kita bisa sambil menyerukan kepada pemerintah dan pelaku bisnis untuk bertanggung jawab penuh dan melakukan peran mereka untuk masyarakat dan planet ini. Ini adalah tentang bagaimana kita masih bisa bekerja sama untuk melawan perubahan iklim.

Editor: Marlis Afridah 

Penerjemah: Ari Ganesa

Untuk membaca versi asli tulisan ini dalam bahasa Inggris, klik di sini.


Berlangganan Green Network Asia – Indonesia
Perkuat pengembangan kapasitas pribadi dan profesional Anda dengan wawasan lintas sektor tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia.
Pilih Paket Langganan

Nazalea Kusuma
Editor at Green Network Asia | Website |  + postsBio

Naz adalah Manajer Publikasi Digital Internasional di Green Network Asia. Ia pernah belajar Ilmu Perencanaan Wilayah dan Kota dan tinggal di beberapa kota di Asia Tenggara. Pengalaman pribadi ini memperkaya persepektifnya akan masyarakat dan budaya yang beragam. Naz memiliki sekitar satu dekade pengalaman profesional sebagai penulis, editor, penerjemah, dan desainer kreatif.

  • Nazalea Kusuma
    https://greennetwork.id/author/nazalea/
    Mengulik Tren Gaya Hidup Minimalis di TikTok
  • Nazalea Kusuma
    https://greennetwork.id/author/nazalea/
    Mengatasi Tantangan dalam Implementasi Adaptasi Berbasis Ekosistem (EbA)
  • Nazalea Kusuma
    https://greennetwork.id/author/nazalea/
    Polusi Cahaya dan Dampaknya terhadap Manusia dan Makhluk Hidup Lainnya
  • Nazalea Kusuma
    https://greennetwork.id/author/nazalea/
    Menurunnya Keterampilan Literasi Orang Dewasa di Seluruh Dunia

Continue Reading

Sebelumnya: OJK Luncurkan Taksonomi Hijau untuk Dorong Ekonomi Hijau yang Berkelanjutan
Berikutnya: The Global Risk Report Nyalakan Alarm Perihal Dunia yang Terpecah

Artikel Terkait

lahan kering dengan sebuah pohon di kejauhan Ekosipasi: Gagasan Emansipasi Ekologi untuk Menyelamatkan Alam
  • Kabar
  • Unggulan

Ekosipasi: Gagasan Emansipasi Ekologi untuk Menyelamatkan Alam

Oleh Abul Muamar
4 Juli 2025
miniatur bangunan dan cerobong yang mengeluarkan asap GRI Luncurkan Standar Keberlanjutan Baru tentang Perubahan Iklim dan Energi
  • Eksklusif
  • Kabar
  • Unggulan

GRI Luncurkan Standar Keberlanjutan Baru tentang Perubahan Iklim dan Energi

Oleh Kresentia Madina
4 Juli 2025
sekelompok orang berfoto bersama dengan sebagian berdiri dan sebagian berjongkok. Sammuane Pannu: Jalan Panjang Menyelamatkan Habitat Penyu di Pesisir Pantai Majene
  • Konten Komunitas
  • Unggulan

Sammuane Pannu: Jalan Panjang Menyelamatkan Habitat Penyu di Pesisir Pantai Majene

Oleh Ihsan Tahir
3 Juli 2025
Serpihan arang dan serbuk arang Mengulik Potensi Biochar sebagai Agen Bioremediasi
  • Kabar
  • Unggulan

Mengulik Potensi Biochar sebagai Agen Bioremediasi

Oleh Ayu Nabilah
3 Juli 2025
Mengulik Peluang dan Tantangan Saham Syariah dalam Mendukung Pembangunan Berkelanjutan
  • Opini
  • Unggulan

Mengulik Peluang dan Tantangan Saham Syariah dalam Mendukung Pembangunan Berkelanjutan

Oleh Sri Maulida
2 Juli 2025
bendera tuvalu Australia Sediakan Visa Iklim untuk Warga Negara Tuvalu
  • Kabar
  • Unggulan

Australia Sediakan Visa Iklim untuk Warga Negara Tuvalu

Oleh Kresentia Madina
2 Juli 2025

Tentang Kami

  • Founder’s Letter GNA
  • Tim In-House GNA
  • Jaringan Author GNA
  • Panduan Siaran Pers GNA
  • Panduan Artikel Opini GNA
  • Panduan Konten Komunitas GNA
  • Pedoman Media Siber
  • Internship GNA
  • Hubungi Kami
  • Ketentuan Layanan
  • Kebijakan Privasi
© 2021-2025 Green Network Asia - Indonesia.