Laporan Risiko Global 2025 Soroti Dunia yang Semakin Terfragmentasi

Foto: Freepik.
Berbagai krisis yang melanda dunia saat ini memaksa kita menghadapi berbagai risiko dan tantangan yang signifikan di hampir setiap aspek kehidupan. Laporan Risiko Global 2025 yang diluncurkan oleh World Economic Forum (WEF) memberikan wawasan para ahli tentang risiko global saat ini dan prospek masa depan, mulai dari eskalasi konflik hingga misinformasi yang merajalela.
Risiko Global 2025
Ada lebih dari 900 ahli di seluruh dunia yang membagikan wawasannya dalam Laporan Risiko Global 2025, berdasarkan Survei Persepsi Risiko Global 2024-2025 yang diselenggarakan pada September hingga Oktober 2024. Laporan tersebut juga merujuk pada Survei Opini Eksekutif WEF untuk memahami masalah dan prioritas lokal, serta wawasan kualitatif dari 96 ahli dari berbagai latar belakang.
Secara keseluruhan, 23% responden memilih konflik bersenjata berbasis negara sebagai risiko teratas untuk tahun 2025. Risiko ini, yang menduduki peringkat 8 pada tahun sebelumnya, menyoroti dampak perang, konflik, dan pendudukan yang meluas di seluruh dunia, termasuk di Ukraina, Palestina, dan Sudan.
Risiko ini didorong oleh berbagai faktor yang tercantum dalam 10 risiko teratas dalam laporan tersebut. Misalnya, konflik merupakan pendorong utama volatilitas ekonomi global, yang menempatkan konfrontasi geoekonomi di peringkat 3. Sementara itu, daftar tersebut juga menampilkan banyak risiko sosial yang saling terkait, termasuk polarisasi masyarakat (peringkat 5), erosi hak asasi manusia dan kebebasan (peringkat 9), dan ketimpangan (peringkat 10), yang merupakan beberapa faktor yang dapat memperburuk konflik.
Di sisi lain, 14% responden memilih peristiwa cuaca ekstrem sebagai risiko utama lainnya untuk tahun 2025. Di tengah suhu global yang terus meningkat dan kemajuan dekarbonisasi yang masih belum memadai, krisis iklim yang dulunya dianggap jauh telah menjadi kenyataan yang mendesak.
Sinisme tentang Masa Depan
Pandangan ini menunjukkan sinisme yang berkembang tentang masa depan. Sebanyak 31% responden mengantisipasi pergolakan pada tahun 2027, memperkirakan bahwa pergolakan dan peningkatan risiko global akan terjadi. Sementara itu, 5% memperkirakan dunia akan dilanda badai, dengan risiko bencana global yang membayangi. Dua kategori ini menunjukkan peningkatan dari angka tahun sebelumnya.
Pada tahun-tahun mendatang, misinformasi dan disinformasi diperkirakan akan menjadi risiko teratas dalam periode dua tahun. Proliferasi kecerdasan buatan (AI) telah membuat informasi yang benar dan yang salah semakin sulit dibedakan, yang dapat memperburuk polarisasi masyarakat. Pada saat yang sama, para ahli juga menyatakan kekhawatiran atas aktivitas kejahatan dunia maya seperti pencucian uang dan pengawasan yang didorong oleh kemajuan teknologi.
Lebih jauh, resesi geopolitik kemungkinan akan meningkat dalam dua tahun ke depan karena ketidakpastian dan potensi eskalasi konflik. Upaya yang tampaknya kurang memadai dari organisasi internasional dalam respons dan resolusi konflik dapat memicu gerakan sepihak, yang pada akhirnya melemahkan kerja sama global dalam mewujudkan tujuan bersama.
Urgensi untuk Kolaborasi dan Kerja Sama
Laporan Risiko Global 2025 merupakan edisi yang ke-20. Selama 20 tahun, risiko lingkungan secara konsisten menempati posisi teratas dalam prospek risiko 10 tahun. Risiko ini berkisar antara peristiwa cuaca ekstrem, berkurangnya sumber daya alam, hingga polusi.
Kekhawatiran tentang konflik juga telah muncul di benak para pembuat keputusan dalam beberapa tahun terakhir, yang sayangnya menjadi kenyataan. Meningkatnya fragmentasi sosial akibat ketimpangan, kurangnya peluang ekonomi, dan polarisasi masyarakat juga menimbulkan risiko jangka panjang. Sementara itu, risiko ekonomi dan teknologi harus diwaspadai.
Pada akhirnya, negara-negara dan para pemimpin global harus menemukan cara untuk mengatasi risiko yang semakin kompleks pada tahun-tahun mendatang. Memperkuat kebijakan dan infrastruktur domestik di seluruh sektor memang penting, namun laporan tersebut menggarisbawahi kebutuhan mendesak untuk kolaborasi dan kerja sama antarnegara.
“Para pemimpin di seluruh sektor publik dan swasta, masyarakat sipil, organisasi internasional, dan akademisi harus memegang tongkat estafet untuk bekerja secara terbuka dan konstruktif satu sama lain. Dengan memperdalam dialog yang jujur dan bertindak segera untuk mengurangi risiko yang ada di masa mendatang, kita dapat membangun kembali kepercayaan dan bersama-sama menciptakan ekonomi dan masyarakat yang lebih kuat dan tangguh,” tulis Saadia Zahidi, Direktur Pelaksana World Economic Forum.
Laporan lengkapnya dapat dibaca di sini.
Editor: Nazalea Kusuma
Penerjemah: Abul Muamar
Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa Inggris di Green Network Asia

Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.
Madina adalah Asisten Manajer Program & Kemitraan di Green Network Asia. Ia adalah lulusan Program Studi Sastra Inggris dari Universitas Indonesia. Madina memiliki 3 tahun pengalaman profesional dalam publikasi digital internasional, program, dan kemitraan GNA, khususnya dalam isu-isu sosial dan budaya.