Mendorong Kesetaraan Gender dengan Meningkatkan Kesehatan Perempuan
Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang mendasar. Meski begitu, bagi banyak orang, kesehatan adalah kemewahan. Layanan kesehatan perempuan, khususnya, adalah sistem yang memiliki banyak hambatan, rintangan, dan bahkan lubang. Terlepas dari kebutuhan dan urgensinya, kesehatan perempuan seringkali masih terabaikan.
Pada tahun 2020, sekitar 800 perempuan meninggal setiap hari karena penyebab yang dapat dicegah terkait kehamilan dan persalinan. Umumnya, banyak gejala perempuan yang belum ditangani secara serius sebagaimana mestinya, mengakibatkan kondisi kesehatan yang buruk bagi sebagian besar perempuan di seluruh dunia. Dalam sistem kesehatan di mana bias gender masih ada, kesetaraan dan keadilan gender masih belum tegak.
Kesetaraan dan keadilan gender
Pertama, mari kita kembali ke dasar: apa itu keadilan gender (gender equity)? Apakah sama artinya dengan kesetaraan gender (gender equality)? Sederhananya, keadilan adalah sarana untuk kesetaraan. Keadilan gender mengakui bahwa setiap orang memiliki titik awal dan kebutuhan yang berbeda-beda, dan mengalokasikan sumber daya yang dibutuhkan setiap orang untuk berkembang. Di sisi lain, kesetaraan gender memberikan akses yang sama terhadap berbagai kesempatan yang tidak bergantung atau dibatasi oleh gender.
Mencapai kesetaraan gender berarti memberdayakan perempuan dengan akses, kebijakan, dan inisiatif sehingga setiap orang dapat berpartisipasi secara setara sebagai mitra. Secara historis, perempuan belum diberikan kedudukan yang setara dengan laki-laki dalam berbagai aspek kehidupan. Kurangnya akses ke pendidikan, layanan keuangan, dan perawatan kesehatan membuat perempuan rentan terhadap berbagai risiko berbahaya.
Dalam hal kesehatan, perempuan memiliki kondisi khusus yang memerlukan pendekatan dan perawatan khusus. Ini termasuk gangguan kesehatan ginekologi (misal, Menstruasi), kehamilan dan kelahiran, dan masalah onkologi (kanker payudara, ovarium, dan serviks). Penyakit umum seperti penyakit kardiovaskular, penyakit autoimun, dan osteoporosis memengaruhi perempuan secara berbeda dari laki-laki. Sayangnya, akses yang tidak setara ke layanan kesehatan dan diskriminasi masih menghantui perempuan, membahayakan kesehatan dan kesejahteraan mereka.
Tantangan dalam kesehatan & layanan kesehatan perempuan
Selama ini, ada tembok besar yang menghalangi perempuan dalam mengakses layanan kesehatan, meskipun berbagai upaya telah dilakukan untuk meruntuhkannya. Kurangnya pendidikan, keamanan finansial, dan pengembangan layanan kesehatan merupakan segelintir hambatan.
Kesehatan perempuan masih sangat kekurangan dana dan kurang diteliti. Ini karena bidang medis telah lama didominasi oleh perspektif laki-laki. Bias gender dalam kedokteran sering menyebabkan rasa sakit perempuan diabaikan dan diremehkan.
Selain itu, kurangnya akses perempuan muda terhadap pengetahuan reproduksi membuat mereka rentan terhadap keadaan darurat kesehatan dan kekerasan berbasis gender. Perempuan muda seringkali ‘dihindarkan’ atau diberi sedikit wawasan tentang sistem reproduksi mereka karena tabu yang berlaku di masyarakat. Data menunjukkan bahwa 1 dari 4 anak perempuan usia 15-19 tahun memiliki kebutuhan kontrasepsi yang tidak terpenuhi; 3,9 juta meninggal setiap tahun karena aborsi yang tidak aman.
“Memiliki akses terhadap kesehatan dan hak seksual dan reproduksi dapat mengurangi perkawinan anak, mengurangi kehamilan remaja, dan mencegah penularan infeksi menular seksual. Ini adalah topik yang memengaruhi begitu banyak bidang kehidupan orang yang berbeda, namun seringkali tidak dianggap penting karena diasumsikan tidak langsung memengaruhi makanan, tempat tinggal, atau kesehatan, padahal sebenarnya sangat penting, ”kata Poppy Stanbury, Koordinator Advokasi di CHOICE untuk Pemuda dan Seksualitas.
Hambatan keuangan juga memperburuk kesenjangan dalam layanan kesehatan perempuan. Biaya kesehatan perempuan seringkali lebih tinggi; sementara itu, kebanyakan perempuan tidak dapat menyanggupinya. Sebuah survei menemukan bahwa satu dari empat perempuan melaporkan kesulitan membayar tagihan medis pada tahun 2020. Hampir setengah dari perempuan juga bersusah payah untuk membayar kebutuhan seperti makanan, penghangat, atau tempat tinggal karena tagihan rumah sakit.
Di sisi lain, perempuan yang bekerja di sektor kesehatan masih menghadapi kesenjangan upah meski merupakan mayoritas tenaga kesehatan. Laporan ILO dan WHO menemukan bahwa perempuan dalam layanan kesehatan berpenghasilan 24% lebih rendah daripada rekan laki-laki mereka, seringkali karena alasan yang tidak dapat dijelaskan.
Kunci untuk meningkatkan kesetaraan gender
Kesehatan merupakan hal yang penting, dan meningkatkan kesehatan perempuan adalah salah satu kunci kesetaraan gender. Mengatasi masalah dalam layanan kesehatan perempuan membutuhkan strategi yang mencakup semua tantangan yang ada.
Pada tahun 2015, Perserikatan Bangsa-Bangsa meluncurkan Strategi Global untuk Kesehatan Perempuan, Anak, dan Remaja (2016-2030), sebuah peta jalan untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan secara keseluruhan serta mengakhiri kematian ibu, bayi baru lahir, dan anak yang dapat dicegah. Berinvestasi dalam tenaga kesehatan melalui penyediaan pelatihan dan sumber daya yang responsif gender, dikombinasikan dengan upaya kolektif untuk mengakhiri kekerasan berbasis gender, sangat penting dalam mendukung kesetaraan dan keadilan gender dalam layanan kesehatan.
Pada akhirnya, setiap orang berhak mendapatkan kesempatan untuk menciptakan kehidupan yang baik tanpa memandang jenis kelamin. Ketika pintu mulai terbuka bagi perempuan untuk berkontribusi dan berperan lebih dalam hidup, memastikan bahwa mereka dapat mengakses layanan kesehatan kapan pun mereka membutuhkannya akan menjadi langkah maju untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender.
Penerjemah: Abul Muamar
Baca juga versi asli dari artikel ini dalam bahasa inggris di Green Network Asia.
Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.
Madina adalah Reporter di Green Network Asia. Dia adalah alumni program sarjana Sastra Inggris dari Universitas Indonesia. Dia memiliki tiga tahun pengalaman profesional dalam editorial dan penciptaan konten kreatif, penyuntingan, dan riset.