Pergulatan Jakarta Hadapi Kualitas Udara yang Buruk
Kesehatan kita kerap ditentukan oleh unsur-unsur yang masuk ke dalam tubuh kita, termasuk udara. Hari-hari ini, bisa menghirup udara segar adalah suatu privilese yang tidak dapat dirasakan banyak orang, terutama mereka yang tinggal di kota metropolitan padat penduduk seperti Jakarta.
Pada 22 Juni, ibukota negara ini merayakan ulang tahun yang ke-495. Namun, indeks kualitas udara Jakarta bukanlah hal yang dapat dirayakan, karena tergolong tidak sehat dalam beberapa waktu belakangan.
Apa artinya ‘tidak sehat’?
Menurut Monitor Kualitas Udara Jakarta Kedubes A.S, ada enam level indeks kualitas udara, dari baik sampai berbahaya. Skala ini diukur berdasarkan konsentrasi PM2.5, sejenis partikel polutan yang sangat kecil dengan diameter lebih kecil dari 2.5 mikrometer. Terlalu banyak menghirup PM2.5 berpotensi mengakibatkan sejumlah masalah kesehatan serius—termasuk penyakit kardiovaskular, pernapasan, dan kanker—terutama orang dengan kondisi penyakit bawaan, anak-anak, ibu hamil, dan orang tua.
IQAir menyatakan bahwa indeks kualitas udara Jakarta telah melewati 150 sejak pertengahan Juni. Angka konsentrasi PM2.5 tertinggi yaitu pada 15 Juni dengan nilai mencapai 78.2 µg/m3.
Urip Haryoko, Plt Deputi Bidang Klimatologi BMKG, menjelaskan jika nilai konsentrasi PM2.5 di antara 66-150 µg/m3, maka kualitas udara dianggap ‘Tidak Sehat.’ Dia kemudian menganjurkan warga untuk memakai masker dan mengurangi kegiatan di ruang terbuka sebagai upaya pencegahan terhadap risiko yang ditimbulkan oleh polusi.
Persoalan yang berlarut-larut
Persoalan polusi udara Jakarta sudah cukup lama. Pada 2021, pengadilan memutuskan Presiden dan pejabat pemerintah lainnya bertanggung jawab atas kualitas udara Jakarta yang buruk setelah 32 warga Jakarta mengajukan gugatan perihal polusi udara. Pengadilan meminta agar sejumlah langkah mitigasi dijalankan, termasuk peningkatan standar kualitas udara nasional, uji emisi kendaraan secara periodik, dan uji kualitas udara di ruang terbuka.
Sebagai tempat tinggal bagi 10.56 juta jiwa, Jakarta identik dengan mobilitas yang tinggi serta kehidupan yang serbacepat. Tingginya jumlah kendaraan yang berlalu lalang setiap hari dinilai sebagai salah satu penyebab buruknya kualitas udara. Jumlah kendaraan yang tinggi ini adalah cerminan bagaimana Jakarta selama ini dikelola–-mobil-mobil dan kendaraan bermotor lainnya lebih dipikirkan ketimbang rakyat, dan jalan tol lebih diprioritaskan daripada trotoar.
Emisi dari pembangkit listrik tenaga batu bara di sekitar kota juga dinilai sebagai biang masalah di samping emisi kendaraan. Dalam penelitian tahun 2020, organisasi Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA) menyebutkan bahwa terdapat 136 fasilitas industri yang terdaftar di Jakarta dan berada dalam radius 100 km dari batas kota dengan level emisi yang tinggi. Penelitian itu lebih lanjut juga menyatakan bahwa emisi bertanggung jawab atas kematian dini sekitar 2.500 jiwa di wilayah Jabodetabek.
Regulasi yang lebih ketat dan perencanaan kota yang lebih baik
Setelah masa pemerintahan tahun 2021, pemerintah mengeluarkan peraturan baru untuk meningkatkan standar kualitas udara nasional, menetapkan nilai 55 µg/m3 sebagai tolok ukur konsentrasi PM2.5. Nilai tersebut, bagaimana pun, masih jauh lebih tinggi daripada standar WHO, yaitu 5 µg/m3. Namun, perkembangan kualitas udara sebulan terakhir saja cukup menunjukkan bahwa standar nilai telah dilanggar berkali-kali.
Udara yang lebih bersih juga merupakan hasil langsung dari perencanaan kota yang berkelanjutan. Kota berkelanjutan yang memprioritaskan penduduk dalam perencanaannya adalah kota yang ramah bagi pejalan kaki dan lebih sedikit mobil, lebih banyak jalur untuk berjalan kaki dan bersepeda, lebih hijau, dan lebih aman.
Setiap orang berhak menikmati udara bersih. Sementara warga Jakarta bergulat dengan semakin parahnya kualitas udara, sudah menjadi tanggung jawab pemerintah untuk memberlakukan regulasi emisi yang lebih ketat dan merestrukturisasi kota agar lebih berkelanjutan bagi warga.
Penerjemah: Gayatri W.M
Editor: Abul Muamar
Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa inggris di Green Network Asia.
Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.