Para Uskup di Asia Tegaskan Komitmen untuk Dukung Pelestarian Lingkungan dan Aksi Iklim

Lembaga-lembaga berbasis agama dan kepercayaan memiliki potensi besar dalam mendukung pembangunan berkelanjutan. Dalam Federasi Konferensi Waligereja Asia, para uskup di Asia menyerukan komitmen baru untuk mendukung upaya pelestarian lingkungan dan aksi iklim.
Pelestarian Lingkungan dalam Kacamata Iman dan Agama
Lebih dari 80% populasi dunia memeluk agama. Iman dan agama dapat memberi kenyamanan dan bimbingan bagi orang-orang yang mencarinya, terutama di masa krisis. Di berbagai belahan dunia, lembaga-lembaga keagamaan dan komunitas berbasis agama mulai memanfaatkan kekuatan serta potensi mereka untuk turut membantu mengatasi masalah-masalah dunia yang paling mendesak, termasuk krisis iklim.
Pelestarian lingkungan merupakan ajaran penting dalam banyak agama dan kepercayaan, termasuk Katolik. Pada tahun 2015, Paus Fransiskus menerbitkan ensiklik berjudul “Laudato si” (Segala puji bagi-Mu): Kepedulian terhadap Rumah Kita Bersama. Ensiklik tersebut mengkritik konsumerisme dan degradasi lingkungan serta menyerukan tindakan global untuk bersatu merawat Bumi sebagai rumah bersama seluruh umat manusia.
Ensiklik tersebut disusul oleh terbitnya “Laudate Deum” (Puji Tuhan) yang juga ditulis oleh Paus Fransiskus pada tahun 2023. “Laudate Deum” mengulang pesan dari ensiklik sebelumnya dengan menuntut tindakan segera untuk mengatasi krisis iklim dan menyerukan kerja sama global antara pemimpin negara dan organisasi untuk mengatasi masalah ini.
Seruan Aksi dari Para Uskup di Asia
Pada Maret 2025, para uskup Katolik di Asia menerbitkan Surat Pastoral melalui Federasi Konferensi Waligereja Asia (FABC) berjudul “Panggilan untuk Pertobatan Ekologis”. Surat ini menegaskan komitmen baru mereka dalam pelestarian lingkungan dan tindakan konkret untuk mengatasi krisis iklim.
“Pada ulang tahun ke-10 ensiklik Paus Fransiskus, ‘Laudato Si’, sebuah seruan profetik bagi umat manusia untuk menemukan kembali hubungannya dengan ciptaan, Tuhan, dan sesama, kami memperbarui komitmen kami untuk merawat rumah kita bersama,” tulis para uskup.
Dalam surat tersebut, para uskup menunjukan krisis iklim yang semakin parah di Asia. Beberapa kota berkali-kali tercatat sebagai kota dengan tingkat polusi tertinggi, sementara peningkatan suhu global menyebabkan mencairnya gletser di Himalaya yang dapat mengancam pasokan air. Masalah-masalah ini, ditambah dengan deforestasi dan kerawanan pangan, berdampak lebih berat pada mereka yang hidup dalam kemiskinan, penduduk pulau-pulau kecil, serta kelompok rentan seperti perempuan dan anak-anak.
Namun, masih ada secercah harapan di tengah semua rintangan tersebut. Surat tersebut menyoroti peran penting komunitas lokal, pemuda, serta masyarakat sipil lintas agama yang terus berupaya dan menunjukkan ketangguhan dalam memperjuangkan kelestarian lingkungan. Para uskup menegaskan bahwa “tanda-tanda harapan ini mengingatkan kita bahwa penderitaan bukanlah akhir dari segalanya.”
Mewujudkan Masa Depan yang Lebih Baik
Lembaga-lembaga keagamaan dan organisasi berbasis agama memiliki potensi besar untuk meningkatkan kesadaran tentang pengelolaan lingkungan dan mendorong tindakan nyata demi menciptakan dunia yang lebih baik bagi semua. Hal ini termasuk mengambil peran aktif dalam mengakhiri praktik, investasi, dan sistem berbahaya yang dapat merugikan umat manusia dan planet Bumi.
Para uskup menutup Surat Pastoral tersebut dengan mendorong partisipasi aktif di tingkat internasional, regional, dan lokal, termasuk dalam Konferensi Perubahan Iklim PBB ke-30 (COP30). Mereka menulis, “Sebagai Gereja-gereja lokal di Asia, kita harus bangkit untuk menyongsong momen ini dengan keberanian dan tekad. Kita harus mengatasi krisis ekologi melalui empat dimensi penting: mitigasi, adaptasi, legislasi, dan keuangan.”
Penerjemah: Kesya Arla
Editor: Abul Muamar
Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa Inggris di Green Network Asia

Konten Publik GNA berupaya menginspirasi perubahan sosial skala besar dengan menyediakan pendidikan dan advokasi keberlanjutan yang dapat diakses oleh semua orang tanpa biaya. Jika Anda melihat Konten Publik kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan GNA Indonesia. Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional sekaligus mendukung keberlanjutan finansial GNA untuk terus memproduksi konten-konten yang tersedia untuk umum ini.
Madina adalah Asisten Manajer Publikasi Digital di Green Network Asia. Ia adalah lulusan Program Studi Sastra Inggris dari Universitas Indonesia. Madina memiliki 3 tahun pengalaman profesional dalam publikasi digital internasional, program, dan kemitraan GNA, khususnya dalam isu-isu sosial dan budaya.