Menengok Pfandsystem, Sistem Deposit sebagai Upaya Pengelolaan Sampah di Jerman

Mesin pendaur ulang sampah, Pfandstation, di Jerman. | Foto: Dokumen pribadi Niken Pusparani Permata.
Sama seperti di belahan dunia lain, masalah lingkungan hidup masih menjadi topik yang cukup menyita perhatian di Eropa. Dengan agenda SDGs 2030, negara-negara di dunia berupaya meningkatkan komitmen mereka dalam merealisasikan agenda ini, termasuk melalui pengurangan dan pengelolaan sampah. Di Jerman, terdapat sebuah sistem pengelolaan sampah yang memungkinkan masyarakat menukar sampah mereka menjadi deposit, bernama pfandsystem.
Pengelolaan Sampah di Jerman
Jerman telah menjadi salah satu negara yang serius perihal sistem pengelolaan sampah. Keseriusan ini adalah hasil perjalanan panjang yang mereka dapatkan dari pengalaman buruk akibat wabah kolera pada abad ke-19. Sejak saat itu, sanitasi dan pengelolaan sampah menjadi isu serius bagi pemerintah Jerman.
Saat ini, bukti keseriusan pemerintah Jerman dapat dilihat dari implementasi Waste Management Act (Kreislaufwirtschaftsgesetz – KrWg), yang merupakan landasan hukum utama dalam sistem pengelolaan sampah. Menurut Umweltbundesamt, Badan Lingkungan Hidup Jerman, ada lima tingkatan proses pengelolaan sampah menurut Waste Management Act: pencegahan, persiapan daur ulang, daur ulang, pemulihan energi, dan pembuangan. Destatis mencatat, produksi limbah kota di Jerman mencapai 606 kilogram per kapita pada tahun 2022. Limbah kota ini mencakup kertas dan karton, gelas, plastik, sampah organik, dan sampah sisa.
Sebagai mahasiswa asing di Jerman, saya awalnya cukup terintimidasi dengan bagaimana seriusnya negara ini dalam mengelola sampah, apalagi saat di Indonesia saya jarang melihat hal serupa. Di Indonesia, yang masih menjadi fokus utama adalah membuang sampah pada tempatnya, dan pada akhirnya lebih banyak berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA) sampah. Jerman, seperti beberapa negara maju lainnya, sudah mewajibkan untuk memisahkan jenis-jenis sampah karena sampah ini akan didaur ulang sesuai jenisnya.
Sampah kertas dan karton dapat didaur ulang menjadi produk kertas yang baru. Sampah organik akan diolah menjadi kompos. Sementara sampah sisa akan dibawa ke pabrik pembakaran untuk proses pemulihan energi yang menghasilkan energi listrik dan panas.

Pfandsystem dan Cara Kerjanya
Yang menarik bagi saya adalah salah satu cara Jerman dan beberapa negara Eropa lain dalam melakukan pengelolaan terhadap sampah, khususnya botol plastik, kaleng, dan gelas. Jerman menerapkan sebuah sistem daur ulang yang disebut Pfandsystem, yang kira-kira berarti sistem deposit dan pengembalian. Saat orang berbelanja minuman kemasan, harga produk biasanya akan ditambah dengan biaya deposit sebesar 0,25 euro (kurang lebih Rp 5.000). Setelah selesai konsumsi, botol kemasan yang telah kosong kemudian dapat dibawa ke mesin pendaur ulang yang tersedia di berbagai supermarket. Mesin pendaur ulang akan mengeluarkan struk yang dapat ditukarkan di kasir atau digunakan sebagai alat transaksi untuk proses belanja berikutnya.
Selama tinggal di Jerman, saya sendiri telah beberapa kali memanfaatkan sistem ini. Setelah membeli minuman kemasan, biasanya saya akan mengumpulkan semua sampahnya terlebih dahulu di sebuah tempat khusus. Setelah sampah terkumpul cukup banyak, barulah saya pergi ke pusat perbelanjaan untuk menukarkan deposit sampah ini. Suatu kali, saya bahkan pernah menukarkan sampah senilai 24 euro (kurang lebih Rp 455.000) yang kemudian dapat saya gunakan untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari. Saya sering pula melihat orang-orang yang mengais tempat sampah umum demi menemukan botol kemasan yang tidak sengaja terbuang.
Perlu Diadopsi di Indonesia
Melalui pfandsystem, sejatinya pembeli hanya membeli isi minuman, sementara kemasan dianggap sebagai deposit. Hal ini juga berarti bahwa secara tidak langsung pembeli juga memiliki tanggung jawab dalam upaya pelestarian lingkungan.
Secara nyata, pfandsystem telah membuat pengelolaan sampah di Jerman menjadi lebih baik. Sistem seperti ini perlu dan dapat diadopsi oleh Indonesia, namun implementasinya memerlukan penyesuaian, terutama dalam hal kesiapan infrastruktur, regulasi, dan edukasi. Keterlibatan seluruh pemangku kepentingan–pemerintah, dunia usaha, dan seluruh anggota masyarakat–adalah kunci dalam menciptakan sistem pengelolaan sampah yang terintegrasi dan efektif.
Editor: Abul Muamar
Terbitkan cerita ringan dari tengah masyarakat bersama Green Network Asia, pelajari Panduan Konten Komunitas GNA.

Berlangganan GNA Indonesia
Perkuat pengembangan kapasitas pribadi dan profesional Anda dengan wawasan lintas sektor tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia.

Niken adalah mahasiswa S1 Teknik Energi di University of Applied Sciences Kaiserslautern, Jerman. Ia memiliki minat yang kuat terhadap isu-isu lingkungan dan keberlanjutan dengan perspektif sejarah.