Kesenjangan Hijau dan Seruan untuk Persatuan Global
Dalam masyarakat global yang kompleks, Kesenjangan Hijau bukanlah sebuah konsep metaforis, melainkan kenyataan yang sangat jelas bagi banyak orang. Kesenjangan Hijau menciptakan jurang antara pihak yang terkena dampak degradasi lingkungan dengan pihak yang memperoleh manfaat dari sumber daya alam. Oleh karena itu, mengatasi Kesenjangan Hijau Global (Great Green Divide) merupakan salah satu tantangan paling mendesak saat ini.
Kesenjangan Hijau dan Ketimpangan Global
Bukti empiris dari Kesenjangan Hijau memberikan gambaran yang mencolok mengenai kesenjangan global. Sebagai contoh, wilayah Global South seperti Afrika hanya menyumbang sebagian kecil emisi gas rumah kaca, yaitu sekitar dua hingga tiga persen emisi global. Namun, wilayah tersebut menanggung dampak buruk perubahan iklim dengan tidak proporsional. Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) telah mengeluarkan peringatan akan semakin seringnya terjadi bencana alam yang parah di kawasan ini, yang menimbulkan ancaman signifikan terhadap pertanian, mata pencaharian, dan ketahanan pangan.
Negara-negara berkembang seperti Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar dan ekosistem yang beragam, menunjukkan bagaimana permasalahan global tersebut hadir. Indonesia menghadapi tantangan seperti deforestasi, polusi udara perkotaan, dan degradasi terumbu karang, yang menekankan dampak lingkungan dari pertumbuhan ekonomi yang pesat. Dalam hal ini, upaya Indonesia untuk mempromosikan energi terbarukan dan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil merupakan langkah proaktif yang bertujuan memitigasi dampak Kesenjangan Hijau Global.
Tak Sekadar Dampak Lingkungan
Perlu diingat, dampak kesenjangan ini tidak hanya soal degradasi lingkungan, tetapi meluas ke aspek sosial dan kesehatan. Masyarakat di daerah yang berpolusi tinggi menghadapi peningkatan risiko kesehatan, dimana terdapat sekitar 9 juta kematian dini setiap tahunnya akibat polusi, sebagaimana dilaporkan oleh Komisi Lancet untuk Polusi dan Kesehatan. Krisis ini terutama berdampak pada negara-negara berpendapatan rendah dan menengah, sehingga memicu kemiskinan, konflik, dan kerusuhan sosial.
Kesenjangan Hijau Global juga mencakup kesenjangan dalam akses terhadap teknologi dan sumber daya berkelanjutan. Negara-negara kaya yang memiliki kapasitas untuk berinvestasi pada energi terbarukan dan praktik-praktik berkelanjutan secara tidak sengaja memperlebar kesenjangan ini. Sebaliknya, negara-negara berkembang seringkali mengandalkan teknologi yang sudah ketinggalan zaman dan berbahaya bagi lingkungan karena keterbatasan sumber daya.
Situasi ini menggarisbawahi tanggung jawab moral dan historis negara-negara maju. Negara-negara maju, yang secara historis berandil besar dalam menyebabkan degradasi dan polusi lingkungan global, punya kewajiban untuk memberikan dukungan dan kompensasi kepada negara-negara terbelakang dalam transisi menuju keberlanjutan. Kompensasi yang dimaksudkan tidak hanya sekedar bantuan keuangan, tetapi juga mencakup transfer teknologi, peningkatan kapasitas, dan pembagian sumber daya yang adil.
Pertumbuhan ekonomi di banyak negara maju kerap mengorbankan eksploitasi sumber daya alam, sehingga memberikan dampak yang tidak proporsional kepada negara-negara terbelakang. Paradoks ini menempatkan beban lingkungan di pundak negara-negara yang paling tidak bertanggung jawab. Untuk mengatasi ketidakadilan ini, diperlukan perubahan mendasar dalam kebijakan ekonomi global, dengan memprioritaskan kesejahteraan lingkungan dan sosial di atas pertumbuhan ekonomi sebagai fokusnya.
Kerja Sama Global dan Teknologi sebagai Solusi
Mengatasi Kesenjangan Hijau Global memerlukan solusi kreatif dan ekonomis. Program Lingkungan Hidup PBB (UNEP) menekankan bahwa untuk setiap dolar yang diinvestasikan dalam restorasi ekologi, terdapat keuntungan sembilan kali lipat, yang menghasilkan keuntungan seperti peningkatan kesehatan dan pengurangan kerugian akibat bencana. Selain itu, solusi ramah lingkungan berpotensi menciptakan 395 juta lapangan pekerjaan baru pada tahun 2030.
Kerja sama global sangat penting dalam hal ini. Mempertimbangkan kembali pengukuran ekonomi dan tidak hanya sebatas pada Produk Domestik Bruto (PDB) dengan memasukkan kesejahteraan lingkungan dan sosial dapat memberikan gambaran yang lebih komprehensif mengenai kemajuan suatu negara. Pergeseran ini memungkinkan perspektif pembangunan yang lebih holistik, tidak hanya mempertimbangkan faktor ekonomi tetapi juga aspek lingkungan dan sosial.
Kemajuan teknologi memang memberikan solusi untuk mengatasi tantangan lingkungan. Teknologi energi terbarukan yang terjangkau dapat memainkan peran penting dalam membantu transisi negara-negara berkembang ke sumber energi yang lebih bersih dan berkelanjutan, mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan menurunkan emisi gas rumah kaca mereka.
Selain itu, inovasi teknologi pertanian berpotensi memitigasi dampak perubahan iklim terhadap ketahanan pangan, terutama di daerah-daerah rentan. Inovasi-inovasi ini dapat meningkatkan hasil panen, meningkatkan pengelolaan air, dan mendorong praktik pertanian berkelanjutan, yang pada akhirnya berkontribusi terhadap ketahanan pangan yang lebih baik dalam menghadapi perubahan kondisi lingkungan. Merangkul solusi teknologi tersebut sangat penting dalam upaya kita menjembatani Kesenjangan Hijau Global dan menciptakan masa depan yang lebih berkelanjutan.
Kewajaran, Keadilan, dan Keberlanjutan
Kesenjangan Hijau Global merupakan sebuah tantangan signifikan. Mengatasinya membutuhkan kebijaksanaan, kreativitas, dan tindakan kolektif. Berdasarkan bukti empiris, pendekatan kita mesti mengintegrasikan pertimbangan etis, keadilan lingkungan, dan reformasi ekonomi. Mengikuti kebijaksanaan Gandhi, kita mesti mengelola sumber daya Bumi dengan mempertimbangkan kewajaran, keadilan, dan keberlanjutan.
Dalam upaya menjembatani kesenjangan ini, kita memiliki visi dan secara aktif berupaya mewujudkan dunia yang menunjukkan kemakmuran bersama, keadilan lingkungan, dan keberlanjutan. Di dunia ini, pembangunan berkelanjutan lebih dari sekadar kebijakan, namun telah menjadi etos global. Teknologi dimanfaatkan tidak hanya untuk keuntungan ekonomi tetapi juga untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan memastikan distribusi sumber daya yang adil.
Kesenjangan Hijau Global yang signifikan menunjukkan peluang transformasi substansial. Menerapkan prinsip-prinsip keberlanjutan, kesetaraan, dan inovasi dapat mengubah kesenjangan ini menjadi katalisator pertumbuhan, harmoni, dan hidup berdampingan secara lebih seimbang dengan alam. Perjalanan ini mungkin memerlukan kesabaran, ketekunan yang tak tergoyahkan, dan tekad kolektif umat manusia, namun hal ini tidak dapat disangkal berada dalam jangkauan kita. Setiap langkah yang diambil untuk menjembatani Kesenjangan Hijau Global membawa kita lebih dekat ke sebuah dunia di mana anugerah alam dibagikan secara adil, dan tantangan-tantangannya dihadapi dengan adil dan melihat ke depan, sehingga membuka jalan bagi masa depan yang lebih berkelanjutan dan harmonis.
Editor: Kresentia Madina & Nazalea Kusuma
Penerjemah: Abul Muamar
Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa Inggris di Green Network Asia.
Kami harap konten ini bermanfaat bagi Anda.
Berlangganan Green Network Asia – Indonesia untuk mendapatkan akses tanpa batas ke semua kabar dan cerita yang didesain khusus untuk membawakan wawasan lintas sektor tentang pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dan keberlanjutan (sustainability) di Indonesia dan dunia.
Budi adalah Manajer Pilar Pembangunan Ekonomi Sekretariat Nasional SDGs, Bappenas RI. Ia juga seorang Pengajar di Program Pasca Sarjana Keuangan Berkelanjutan dan Pembangunan, Universitas Udayana, dan Nexus Strategist Perkumpulan Prakarsa.