Potensi Taman Kantong dalam Penyediaan Ruang Hijau di Phnom Penh yang Semakin Padat
Phnom Penh, ibu kota Kamboja, telah mengalami urbanisasi yang pesat, terutama dalam tiga dekade terakhir. Lintasan pertumbuhan kota ini berlanjut dengan pembangunan taman yang direncanakan dengan cermat selama masa penjajahan Perancis hingga saat ini, yang menghasilkan 87 ruang publik, dan banyak di antaranya mencakup kawasan hijau. Namun, dengan jumlah penduduk yang mendekati empat juta jiwa, pengembangan ruang hijau di Phnom Penh memerlukan evolusi untuk mengatasi defisit ruang dan kesenjangan distribusi. Saat ini, dengan kondisi kota yang padat, taman kantong (pocket park) atau taman kota berskala kecil menghadirkan alternatif potensial bagi penyediaan ruang hijau perkotaan.
Revitalisasi Perkotaan di Phnom Penh
Pemerintah Kamboja telah memprioritaskan penghijauan perkotaan, yang tertuang dalam kebijakan seperti Rencana Strategis Kota Ramah Lingkungan Phnom Penh (2017-2026) dan beberapa inisiatif untuk mengembangkan taman pinggiran kota. Untuk mendorong keterlibatan masyarakat, pemerintah Kamboja telah menggelar kompetisi desain, dan taman yang ada telah ditingkatkan dengan berbagai fasilitas seperti playground dan gym luar ruangan.
Namun, fokusnya adalah perbaikan taman alih-alih perluasan, sehingga menyebabkan kurangnya ruang hijau, terutama di kawasan padat penduduk. Meskipun ada taman-taman baru, seperti taman di bawah Jembatan Langit Steung Mean Chey dan taman-taman di komunitas pinggiran kota, para penduduk masih harus bersaing untuk mendapatkan akses yang terbatas.
Pertumbuhan populasi dan ekspansi urbanisasi telah membatasi sumber daya ruang hijau. Selain itu, terdapat kesenjangan yang signifikan dalam distribusi ruang hijau, dimana hampir 75% terkonsentrasi di wilayah pusat yang memiliki zonasi jaringan listrik dibandingkan dengan wilayah luar.
Untuk mengatasi kesenjangan ini, pengembang swasta mulai mengubah ruang yang kurang dimanfaatkan menjadi kawasan hijau. Proyek seperti Urban Village dan Odom Garden menunjukkan potensi mengubah bangunan industri dan perumahan menjadi pusat ramah lingkungan. Gentrifikasi, peremajaan, dan revitalisasi hingga workspace dan kedai kopi hijau juga telah menjadi tren, menawarkan kawasan hijau di dekatnya dan tempat duduk bagi penduduk lokal. Namun demikian, sebagian besar inisiatif ini adalah milik swasta, sehingga akses publik dan keterjangkauannya tetap terbatas.
Phnom Penh membutuhkan ruang hijau yang lebih beragam, yang tidak hanya mengandalkan taman dan inisiatif swasta. Mengingat padatnya struktur perkotaan di kota ini, memperoleh lahan yang luas di pusat kota bisa dibilang merupakan sebuah tantangan. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah harus secara strategis melaksanakan proyek-proyek gentrifikasi dan peremajaan hijau perkotaan kecil, menciptakan jaringan taman-taman kantong yang tersebar.
Taman Kantong dan Tantangannya
Taman kantong, yang juga dikenal sebagai kantong hijau, taman komunitas, atau taman mini tidak memiliki standar ukuran yang ketat. Ukurannya biasanya berkisar mulai dari 0,9 meter persegi. Taman kantong melayani berbagai kebutuhan komunitas selain sebagai penghijauan. Taman kantong semakin penting bagi kawasan perkotaan yang padat untuk meningkatkan keberlanjutan, dan diakui oleh para pemerhati lingkungan perkotaan sebagai solusi untuk mengurangi panas di kawasan perkotaan, mendukung desain perkotaan yang sensitif-air, dan dapat meningkatkan keanekaragaman hayati.
Namun, pembuatan taman kantong di Phnom Penh terhambat oleh kombinasi keterbatasan tempat, kerumitan desain, dan kesulitan operasional. Sebagai konsep yang relatif baru, pembuatan taman kantong menghadapi tantangan karena tidak adanya penegakan standar konstruksi dan peraturan bangunan yang ketat. Mengidentifikasi lokasi yang cocok sulit dilakukan karena banyak ruang publik di Phnom Penh ditempati oleh perekonomian informal.
Selain itu, tanpa desain yang cermat dan masukan dari masyarakat, taman kantong cenderung memprioritaskan estetika ketimbang fungsionalitas dan kebutuhan masyarakat lokal. Kelangkaan arsitek lanskap yang berpengalaman dalam desain taman skala kecil semakin mempersulit tantangan ini. Merancang taman kantong juga memakan waktu dan biaya dibandingkan dengan taman yang lebih besar karena kebutuhan unik di setiap lokasi. Selain itu, vandalisme, masalah keamanan, dan biaya operasional yang terus berlanjut menimbulkan tantangan yang signifikan.
Menghadirkan Ruang Hijau Phnom Penh
Terlepas dari tantangan tersebut, Phnom Penh dapat secara efektif menerapkan taman kantong melalui pendekatan multifaset. Pertama, penilaian menyeluruh di seluruh kota harus mengidentifikasi lokasi-lokasi potensial, termasuk lahan kosong, atap rumah, dan bahkan fasad bangunan. Kedua, pemerintah harus membentuk satuan tugas khusus untuk mengembangkan kerangka kebijakan yang komprehensif dengan pedoman, standar bangunan, peraturan zonasi, dan peta interaktif untuk pengembangan ruang hijau. Ketiga, pembuatan taman kantong memerlukan kolaborasi antara arsitek lanskap, perencana kota, dan anggota masyarakat. Pendekatan bottom-up dengan berbagai perangkat partisipatif dapat memastikan kepemilikan, keterlibatan, dan fungsionalitas ruang oleh komunitas.
Meski desain dan perencanaan sangat penting dalam pengembangan taman kantong, memastikan keberlanjutan jangka panjangnya juga sama pentingnya. Keberlanjutan finansial dapat dicapai melalui mekanisme pendanaan khusus untuk pengembangan dan pemeliharaan, dilengkapi dengan keterlibatan sukarelawan, desain hemat biaya, kemitraan publik-swasta, atau penggalangan dana. Selain itu, sistem pemantauan dan evaluasi yang kuat, yang mengukur kepuasan pengguna dan manfaat lingkungan, akan memberikan informasi bagi pengembangan dan pengelolaan taman di masa depan.
Masa depan perkotaan Phnom Penh sangat menjanjikan dengan fokus yang meningkat pada taman kecil. Keberhasilan penerapan ruang hijau ini akan bergantung pada perencanaan yang komprehensif, upaya kolaboratif, dan investasi berkelanjutan dalam desain, pemeliharaan, dan keterlibatan masyarakat.
Editor:Nazalea Kusuma
Penerjemah: Abul Muamar
Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa Inggris di Green Network Asia
Publikasikan thought leadership dan wawasan Anda bersama Green Network Asia, pelajari Panduan Artikel Opini kami
Jika Anda melihat konten kami bermanfaat, harap pertimbangkan untuk berlangganan Green Network Asia – Indonesia.
Langganan Anda akan menguntungkan Anda secara pribadi dan profesional, dan dapat menjadi cara terbaik untuk mendukung produksi konten-konten yang tersedia untuk masyarakat umum ini.
Pisith adalah seorang arsitek dan dosen tambahan Perencanaan Kota di Paragon International University dan Royal University of Fine Arts di Kamboja. Beliau meraih gelar MSc Perencanaan Wilayah dan Kota dari University of Queensland, Australia.