Skip to content
  • Tentang
  • Bermitra dengan Kami
  • Internasional
  • Berlangganan
  • Log In
Primary Menu
  • Beranda
  • Terbaru
  • Topik
  • Kabar
  • Ikhtisar
  • Wawancara
  • Opini
  • Figur
  • Infografik
  • Video
  • Komunitas
  • Partner
  • Siaran Pers
  • Muda
  • Dunia
  • Ikhtisar
  • Unggulan

Seimbang atau Burn Out: Menjaga Kesehatan Mental di Lingkungan Kerja

Hustle culture dapat menyebabkan burnout. Lalu, bagaimana caranya agar kita bisa menjalani kehidupan yang sehat secara mental sebagai seorang pekerja?
Oleh Kresentia Madina dan Nazalea Kusuma
11 Oktober 2022
seorang pria yang berada di depan komputer sedang menundukan kepalanya yang penuh dengan fikiran akibat burnout mental health

Ilustrasi oleh Irhan Prabasukma.

Berapa jam yang Anda habiskan untuk bekerja dalam seminggu? Jawaban paling umum untuk pekerja kantoran barangkali 40 jam. Namun, jawaban ini mungkin belum termasuk lembur dan waktu ekstra yang Anda habiskan untuk hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan saat Anda tidak bekerja. Jadi, jawaban yang sesungguhnya mungkin lebih buruk, terutama jika Anda terjebak dalam hustle culture. Bagi sebagian orang, menjalani hidup seperti itu dapat berdampak buruk pada kesehatan mental.

Hustle Culture 101

Di dunia di mana keuntungan (profit) masih dipandang paling penting, produktivitas berarti kelangsungan hidup. Tidak ada pekerjaan, tidak ada uang, maka tidak bisa hidup. Sistem ini membuat banyak orang terjerat banting tulang tanpa henti. Bagi mereka, menjalani beberapa pekerjaan berupah minimum (UMR) atau bahkan lebih rendah bukanlah budaya maupun pilihan. Ini satu-satunya cara mereka untuk menghasilkan cukup uang untuk menghidupi diri sendiri dan keluarga mereka.

Sistem yang sesat ini kemudian “melahirkan” hustle culture. Sekarang, hustle culture menjadi kata kunci yang diglorifikasi, dianggap sebagai lencana kehormatan sebagai bukti kehidupan yang pantas dan produktif.

Hustle culture menomorsatukan produktivitas. Ciri paling umum yang berkaitan dengan budaya ini adalah overworking. Bekerja lembur, rapat berturut-turut, siaga 24/7, dan memiliki satu atau lebih pekerjaan sampingan telah menjadi hal lazim di kalangan pekerja. Jika Anda tidak bekerja, Anda akan tertinggal.

Tidak mengherankan, gaya hidup ini tidak bisa bertahan lama. Sebuah mobil yang berjalan melebihi batasnya pasti akan menabrak. Demikian juga, bekerja dengan sedikit atau tanpa istirahat dapat berdampak negatif pada kesehatan kita. Apalagi, tidak seperti mobil, kita juga harus memikirkan kesehatan mental kita.

Dalam pedoman untuk kesehatan mental di lingkungan kerja, WHO menyatakan bahwa 15% orang dewasa usia kerja di seluruh dunia hidup dengan gangguan mental. Mengingat kita menghabiskan begitu banyak waktu di lingkungan kerja, menciptakan keseimbangan yang sehat antara bekerja dan istirahat sangatlah penting untuk menjaga kesehatan mental kita.

Simbiosis Kesehatan Mental dan Pekerjaan

lima orang sedang rapat, empat duduk dan satu sedang menjelaskan berdasarkan catatan tempel di dinding.
Pekerjaan yang sehat dan bermakna bermanfaat bagi kesehatan mental pekerja. | Foto oleh Jason Goodman di Unsplash.

Idealnya, bekerja bermanfaat bagi kesehatan mental kita. Selain menghasilkan pendapatan, pekerjaan yang bermakna memberikan rutinitas yang terstruktur serta tujuan dan pencapaian (purpose and accomplishment). Bagi pekerja dengan kondisi mental bawaan tertentu, pekerjaan bahkan dapat membantu pemulihan mereka dengan meningkatkan kepercayaan diri dan fungsi sosial.

Namun, pekerja di berbagai belahan dunia menunjukkan tanda-tanda mengalami penderitaan, depresi, dan kecemasan. Satu dari empat pekerja merasakan tanda-tanda kelelahan (burnout). Lebih dari sekadar lelah, burnout biasanya tidak hilang begitu saja setelah cuti seminggu.

Burnout, kenyataannya, diakui oleh WHO sebagai fenomena pekerjaan di mana pekerja mengalami kelelahan kronis, detachment (berjarak dengan pekerjaan), dan penurunan produktivitas karena stres yang tidak terkelola di lingkungan kerja. Beban dan ritme kerja, jadwal kerja, serta budaya dan fungsi organisasi, tercatat oleh WHO sebagai faktor penyebab kesehatan mental yang buruk di lingkungan kerja.

Kesehatan Mental yang Baik di Lingkungan Kerja: Peran Individu

tampak belakang empat orang saling berpegangan di pinggang
Menumbuhkan budaya kerja yang sehat bersama rekan-rekan Anda dapat memberikan kesehatan mental yang baik di lingkungan kerja. | Foto oleh Vonecia Carswell di Unsplash.

Orang-orang kini mulai menjauhi hustle culture, terutama kaum muda. Sebagian orang bahkan berbelok tajam dan mereka hanya melakukan pekerjaan seminimal mungkin karena merasa tidak ‘terhubung’ dengan pekerjaan. Perilaku ini disebut quiet quitting, istilah yang dipopulerkan sebagai ‘obat’ untuk hustle culture. Padahal sebenarnya itu adalah gejala lain dari sistem yang tidak sehat.

Kesadaran untuk menolak kerja berlebihan ini menandakan dimulainya era baru kesehatan mental yang baik di lingkungan kerja. Namun, yang benar-benar dibutuhkan sistem adalah peran semua pemangku kepentingan terkait.

Memahami betapa eratnya hubungan kerja dan kesehatan mental diharapkan akan membawa perubahan yang baik. Misalnya, beberapa pemerintah negara di dunia memilih untuk mencoba sistem 4-Day Week (bekerja 4 hari dalam seminggu). Dalam skala yang lebih kecil, beberapa orang mengadopsi gaya hidup slow living.

Perusahaan dan bisnis memiliki tanggung jawab besar dalam mengubah sistem untuk menciptakan pekerjaan yang layak bagi semua orang, yang dapat meningkatkan dan melindungi kesehatan mental karyawan di lingkungan kerja. Sementara itu, ada juga langkah-langkah individual yang dapat Anda terapkan untuk menjalani kehidupan yang sehat secara mental sebagai pekerja:

  • Kenali diri sendiri. Penting untuk mengenal diri sendiri dengan baik: kondisi kerja ideal Anda, batasan Anda, dan tanda-tanda yang harus diperhatikan ketika Anda perlu istirahat. Mengenali dan memahami tanda-tanda ini mungkin akan sulit, tetapi mempelajari keterampilan ini sangat penting.
  • Melakukan aktivitas fisik santai. Menurut pedoman WHO, aktivitas seperti jalan kaki, yoga, menari, dan lainnya dianggap bermanfaat dalam meningkatkan kesehatan mental dan kemampuan kerja. Menghabiskan waktu di alam akan lebih baik.
  • Berkomunikasi dengan manajer dan rekan kerja Anda. Ini dapat membantu mereka mendapatkan gambaran tentang kondisi terkini Anda. Perubahan perilaku bekerja secara mendadak tanpa komunikasi yang baik dapat memicu konflik di lingkungan kerja yang akan menambah stres.
  • Konsultasi dengan profesional kesehatan mental. Mereka dapat memberi Anda wawasan tentang stres menyangkut pekerjaan dan masalah kesehatan mental lainnya serta langkah-langkah untuk mengatasinya. Lingkungan kerja yang layak harus memfasilitasi ini. Periksa apakah pekerjaan Anda mengakomodir kebutuhan kesehatan mental Anda, dan jangan ragu untuk menggunakannya.
  • Saling menguatkan dan menjaga. Menumbuhkan budaya kerja yang sehat dengan rekan-rekan Anda dapat memberikan kesehatan mental yang baik di lingkungan kerja. Hal ini juga dapat mendorong perubahan sistemik yang berarti karena tekanan dari pekerja yang sehat dan kompak.

‘Menyembuhkan’ burnout memang tidak mudah. Diperlukan waktu dan biaya yang seringkali tidak mampu kita bayar, tetapi kita dapat mencegahnya dengan mengikuti langkah-langkah ini dan memiliki waktu istirahat yang berkualitas.

Tentu, peran individu menghasilkan efek yang lebih kecil dibandingkan dengan intervensi pemerintah dan pengusaha. Namun, hal-hal kecil juga penting. Upaya individu dapat mengurangi stigma kesehatan mental di lingkungan kerja, menghadirkan harapan untuk pekerjaan yang lebih inklusif, terbuka, dan sehat.

Penerjemah: Abul Muamar

Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa inggris di Green Network Asia.


Berlangganan Green Network Asia – Indonesia
Perkuat pengembangan kapasitas pribadi dan profesional Anda dengan wawasan lintas sektor tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia.
Pilih Paket Langganan

Kresentia Madina
Reporter at Green Network Asia | Website |  + posts Bio

Madina adalah Asisten Manajer Publikasi Digital di Green Network Asia. Ia adalah lulusan Program Studi Sastra Inggris dari Universitas Indonesia. Madina memiliki 3 tahun pengalaman profesional dalam publikasi digital internasional, program, dan kemitraan GNA, khususnya dalam isu-isu sosial dan budaya.

  • Kresentia Madina
    https://greennetwork.id/author/kresentiamadina/
    GRI Luncurkan Standar Keberlanjutan Baru tentang Perubahan Iklim dan Energi
  • Kresentia Madina
    https://greennetwork.id/author/kresentiamadina/
    Australia Sediakan Visa Iklim untuk Warga Negara Tuvalu
  • Kresentia Madina
    https://greennetwork.id/author/kresentiamadina/
    Penurunan Jumlah Serangga yang Kian Mengkhawatirkan
  • Kresentia Madina
    https://greennetwork.id/author/kresentiamadina/
    Australia Luncurkan Taksonomi Keuangan Berkelanjutan untuk Dukung Pencapaian Net Zero
Nazalea Kusuma
Editor at Green Network Asia | Website |  + posts Bio

Naz adalah Manajer Publikasi Digital Internasional di Green Network Asia. Ia pernah belajar Ilmu Perencanaan Wilayah dan Kota dan tinggal di beberapa kota di Asia Tenggara. Pengalaman pribadi ini memperkaya persepektifnya akan masyarakat dan budaya yang beragam. Naz memiliki sekitar satu dekade pengalaman profesional sebagai penulis, editor, penerjemah, dan desainer kreatif.

  • Nazalea Kusuma
    https://greennetwork.id/author/nazalea/
    Mengulik Tren Gaya Hidup Minimalis di TikTok
  • Nazalea Kusuma
    https://greennetwork.id/author/nazalea/
    Mengatasi Tantangan dalam Implementasi Adaptasi Berbasis Ekosistem (EbA)
  • Nazalea Kusuma
    https://greennetwork.id/author/nazalea/
    Polusi Cahaya dan Dampaknya terhadap Manusia dan Makhluk Hidup Lainnya
  • Nazalea Kusuma
    https://greennetwork.id/author/nazalea/
    Menurunnya Keterampilan Literasi Orang Dewasa di Seluruh Dunia

Continue Reading

Sebelumnya: Komitmen F1 untuk Bebas Karbon pada Tahun 2030
Berikutnya: Kunci Pemberdayaan Pemuda dan Upaya yang Dilakukan Kemenpora

Artikel Terkait

balok-balok kayu dengan simbol ASEAN dan Inggris Luncurkan Kemitraan untuk Ketahanan Kesehatan
  • Eksklusif
  • Kabar
  • Unggulan

ASEAN dan Inggris Luncurkan Kemitraan untuk Ketahanan Kesehatan

Oleh Kresentia Madina
9 Juli 2025
sepasang kaki bayi berbalut kain putih Kelindan Penurunan Angka Kelahiran dan Meningkatnya Biaya Hidup
  • Eksklusif
  • Ikhtisar
  • Unggulan

Kelindan Penurunan Angka Kelahiran dan Meningkatnya Biaya Hidup

Oleh Abul Muamar
8 Juli 2025
Seorang remaja laki-laki duduk sendirian di ruangan temaram, tampak tertekan sambil memegang telepon genggamnya Bagaimana Manosphere Membentuk Ulang Identitas Lelaki Muda
  • Ikhtisar
  • Unggulan

Bagaimana Manosphere Membentuk Ulang Identitas Lelaki Muda

Oleh Sukma Prasanthi
8 Juli 2025
infografik kemiskinan anak Kemiskinan Anak dan Tingkat Pendapatan yang Rendah saat Dewasa
  • Infografik
  • Unggulan

Kemiskinan Anak dan Tingkat Pendapatan yang Rendah saat Dewasa

Oleh Irhan Prabasukma
7 Juli 2025
beberapa orang mendayung perahu di permukiman saat banjir. Menilik Masalah Kesejahteraan Relawan Sosial di Indonesia
  • Ikhtisar
  • Unggulan

Menilik Masalah Kesejahteraan Relawan Sosial di Indonesia

Oleh Andi Batara
7 Juli 2025
sayur selada di pipa hidroponik Upaya UEA Capai Kemandirian Pangan melalui Plant the Emirates
  • Eksklusif
  • Kabar
  • Unggulan

Upaya UEA Capai Kemandirian Pangan melalui Plant the Emirates

Oleh Attiatul Noor
7 Juli 2025

Tentang Kami

  • Founder’s Letter GNA
  • Tim In-House GNA
  • Jaringan Author GNA
  • Panduan Siaran Pers GNA
  • Panduan Artikel Opini GNA
  • Panduan Konten Komunitas GNA
  • Pedoman Media Siber
  • Internship GNA
  • Hubungi Kami
  • Ketentuan Layanan
  • Kebijakan Privasi
© 2021-2025 Green Network Asia - Indonesia.