Skip to content
  • Tentang
  • Bermitra dengan Kami
  • Beriklan
  • GNA Internasional
  • Jadi Member
  • Log In
Primary Menu
  • Terbaru
  • GNA Knowledge Hub
  • Topik
  • Wilayah
    • Dunia
    • Jawa
    • Kalimantan
    • Maluku
    • Nusa Tenggara
    • Papua
    • Sulawesi
    • Sumatera
  • Kabar
  • Ikhtisar
  • Infografik
  • Video
  • Opini
  • Akar Rumput
  • Muda
  • Siaran Pers
  • Corporate Sustainability
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Gerakan Chipko: Aksi Peluk Pohon Perempuan di India untuk Cegah Deforestasi

Gerakan Chipko, yang dipimpin oleh para perempuan pedesaan di India, menggunakan bentuk protes tanpa kekerasan untuk melindungi hutan dengan cara memeluk pohon.
Oleh Sukma Prasanthi
17 Maret 2025
seorang perempuan memeluk pohon sambil memegang tanda untuk memprotes deforestasi dalam Gerakan Chipko.

Gerakan Chipko sebagai bentuk protes terhadap Proyek RFD di Kota Pune, India. | Foto: Wikimedia Commons.

Deforestasi telah lama mengancam keseimbangan alam. Tidak hanya mengganggu ekosistem, deforestasi tetapi juga mengancam mata pencaharian masyarakat setempat. Di India, deforestasi yang meluas di wilayah Himalaya telah meningkatkan kekhawatiran akan degradasi lingkungan. Sebagai respons atas keadaan tersebut, para perempuan di daerah pedesaan Himalaya memprakarsai Gerakan Chipko, yakni gerakan memeluk pohon untuk mencegah penebangan pohon.

Gerakan Chipko

Gerakan Chipko, yang juga dikenal sebagai Chipko Andolan, berasal dari kata “chipko” dalam bahasa Hindi, yang berarti memeluk atau berpegang teguh. Gerakan ini merupakan sebuah gerakan sosial dan ekologi tanpa kekerasan yang dipimpin oleh para penduduk desa, khususnya para perempuan, untuk melindungi hutan-hutan di India. Tindakan memeluk pohon melambangkan perlindungan terhadap pohon-pohon agar tidak ditebang, terutama karena maraknya penebangan pohon yang didukung oleh pemerintah.

Gerakan Chipko bermula pada awal tahun 1970-an di Desa Mandal, Negara Bagian Uttarakhand, India. Pada saat itu, kebijakan pemerintah sangat mendukung penebangan pohon untuk kepentingan komersial, yang menyebabkan peningkatan deforestasi. Lantas, para perempuan, yang kehidupannya sangat terdampak karena ketergantungan mereka pada hutan untuk kayu bakar, pakan ternak, dan air, memprakarsai gerakan ini sebagai respons atas degradasi lingkungan antropogenik. Dipimpin oleh Gaura Devi, seorang aktivis lingkungan di India, para perempuan di desa tersebut membentuk rantai manusia di sekitar pepohonan, memeluk pohon untuk mencegah kerusakan.

Gerakan ini segera menyebar ke seluruh wilayah Himalaya dan berperan dalam mempengaruhi kebijakan konservasi hutan nasional.

Peran Perempuan sebagai Pemimpin dan Pelindung

Perempuan merupakan inti dari Gerakan Chipko. Mereka mengemban peran sebagai pemimpin komunitas dan pelindung lingkungan. Selain itu, gerakan ini juga menjadi wadah bagi para perempuan India dalam mengembangkan keterampilan kepemimpinan dan meningkatkan rasa percaya diri. Perempuan seperti Gaura Devi muncul sebagai tokoh terkemuka, memimpin protes dan menggerakkan masyarakat untuk melindungi hutan.

Pada saat yang sama, Gerakan Chipko menantang norma-norma patriarki yang sering kali mengucilkan mereka dari peran pengambilan keputusan. Studi mengungkapkan bahwa hanya 3,38% perempuan India yang berpartisipasi dalam pengambilan keputusan secara mandiri. Namun, melalui Gerakan Chipko, mereka membuktikan bahwa jika diberi kesempatan, perempuan dapat memimpin, melindungi, dan mendorong perubahan yang berarti.

Tekad mereka tidak hanya menyelamatkan banyak pohon, tetapi juga menginspirasi perempuan-perempuan muda di masa depan untuk berperan aktif dalam aktivisme lingkungan dan proses pengambilan keputusan.

Dampak yang Berkelanjutan

Gerakan Chipko menciptakan dampak yang berkelanjutan pada kebijakan-kebijakan lingkungan dengan memberikan tekanan pada tindakan pemerintah dan menginspirasi aktivisme di kalangan masyarakat akar rumput. Gerakan ini berhasil membawa larangan penebangan pohon di hutan Himalaya, Uttar selama 15 tahun yang ditetapkan oleh Perdana Menteri Indira Gandhi pada tahun 1980. Larangan ini kemudian diperluas ke negara-negara bagian lainnya, seperti Himachal Pradesh dan Karnataka. Selain itu, Undang-Undang Konservasi Hutan tahun 1980 juga diberlakukan untuk mengatur deforestasi dan memprioritaskan konservasi hutan di seluruh India.

Gerakan Chipko juga menginspirasi inisiatif-inisiatif lingkungan serupa di berbagai belahan dunia, seperti protes Gunung Takao di Jepang dan aktivisme lingkungan di Swedia pada akhir abad ke-20, dengan menunjukkan kekuatan gerakan tanpa kekerasan.

Secara keseluruhan, keberhasilan Gerakan Chipko menunjukkan kekuatan gerakan oleh masyarakat akar rumput. Selain itu, gerakan ini juga menyoroti pentingnya mengintegrasikan suara komunitas lokal dalam upaya konservasi, aksi iklim, dan pembuatan kebijakan untuk manusia dan planet Bumi tanpa meninggalkan seorang pun di belakang.

Penerjemah: Kesya Arla

Editor: Abul Muamar

Baca juga versi asli artikel ini dalam bahasa Inggris di Green Network Asia

Dukung Green Network Asia dan terlibat dalam gerakan kami untuk menciptakan dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan melalui pendidikan publik dan advokasi multi-stakeholder tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia.

Jadi Member Sekarang

Continue Reading

Sebelumnya: Polusi Digital dan Jejak Gelap Dunia Maya
Berikutnya: Kolaborasi Tingkatkan Kompetensi Bidan untuk Tekan Kematian Ibu dan Bayi

Lihat Konten GNA Lainnya

dua buah kakao berwarna kuning di batang pohon Bagaimana Kerja Sama Indonesia-Prancis dalam Memperkuat Industri Kakao
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Bagaimana Kerja Sama Indonesia-Prancis dalam Memperkuat Industri Kakao

Oleh Abul Muamar
14 Oktober 2025
Beberapa orang berada di dalam air untuk memasang kerangka jaring persegi berwarna hijau, sementara lainnya berdiri di pematang tambak dengan pagar bambu sederhana di bagian belakang. Rehabilitasi Mangrove Berbasis Komunitas dengan Silvofishery
  • GNA Knowledge Hub
  • Ikhtisar

Rehabilitasi Mangrove Berbasis Komunitas dengan Silvofishery

Oleh Niken Pusparani Permata Progresia
13 Oktober 2025
Dua perempuan menampilkan tarian Bali di hadapan penonton. Menghidupkan Kembali Warisan Budaya Bersama di Asia Tenggara
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Menghidupkan Kembali Warisan Budaya Bersama di Asia Tenggara

Oleh Attiatul Noor
13 Oktober 2025
perempuan yang duduk di batang pohon besar, laki-laki berdiri di sampingnya dan dikelilingi rerumputan; keduanya mengenakan pakaian tradisional Papua Deklarasi Sira: Memperjuangkan Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Adat
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Deklarasi Sira: Memperjuangkan Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Adat

Oleh Seftyana Khairunisa
10 Oktober 2025
stasiun pengisian daya dengan mobil listrik yang diparkir di sebelahnya. Proyeksi Pengembangan dan Peluang Transportasi Energi Terbarukan
  • GNA Knowledge Hub
  • Soft News

Proyeksi Pengembangan dan Peluang Transportasi Energi Terbarukan

Oleh Kresentia Madina
10 Oktober 2025
seorang pria tua duduk sendiri di dekat tembok dan tanaman Mengatasi Isu Kesepian di Kalangan Lansia
  • GNA Knowledge Hub
  • Ikhtisar

Mengatasi Isu Kesepian di Kalangan Lansia

Oleh Abul Muamar
9 Oktober 2025

Tentang Kami

  • Surat CEO GNA
  • Tim In-House GNA
  • Jaringan Penasihat GNA
  • Jaringan Author GNA
  • Panduan Artikel Opini GNA
  • Panduan Laporan Akar Rumput GNA
  • Layanan Penempatan Siaran Pers GNA
  • Program Magang GNA
  • Ketentuan Layanan
  • Kebijakan Privasi
© 2021-2025 Green Network Asia