WRI Indonesia dan Sekretariat JETP mendalami Dampak Sosio-Ekonomi dari Transisi Energi Berkeadilan

Diseminasi publik hasil studi World Resources Institute (WRI) Indonesia. | Foto: WRI.
Dalam upaya mendorong transisi energi yang adil dan berkelanjutan, World Resources Institute (WRI) Indonesia meluncurkan hasil studi analisis dampak sosio-ekonomi dari transisi energi berkeadilan sebagai bagian dari penyusunan dokumen Comprehensive Investment and Policy Plan (CIPP) dari Sekretariat JETP di Indonesia. Studi ini menjadi landasan penting bagi penyusunan kebijakan yang tidak hanya berfokus pada dekarbonisasi sektor ketenagalistrikan, tetapi juga memastikan manfaat ekonomi dan sosial bagi masyarakat Indonesia.
Investasi Strategis
Sektor energi, khususnya pembangkit listrik berbasis batubara, merupakan penyumbang utama emisi gas rumah kaca dan polusi udara di Indonesia. Data Kementerian ESDM menunjukkan bahwa batubara masih mendominasi bauran energi primer dengan kontribusi sebesar 39,69% pada 2023. Ketergantungan pada bahan bakar fosil tidak hanya memperparah perubahan iklim, tetapi juga menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat dan stabilitas ekonomi.
Dalam diseminasi publik hasil studi tersebut, Farah Heliantina, Asisten Deputi Percepatan Transisi Energi Kemenko Bidang Perekonomian, menyampaikan, “Transisi energi merupakan sebuah transformasi struktural dan berimplikasi langsung kepada ekonomi nasional dan visi Indonesia untuk menjadi negara yang memiliki kedaulatan energi. Dengan target pertumbuhan ekonomi 8%, transisi energi menjadi bagian terintegrasi di dalam perencanaan strategi nasional, termasuk di dalam Lewat RPJMN 2025-2029 dan Rancangan Kebijakan Energi Nasional. Transisi Energi Baru Terbarukan memberikan nilai investasi strategis dengan nilai keadilan bagi tenaga kerja, daerah penghasil, dan masyarakat miskin yang membutuhkan akses energi bersih dan terjangkau.”
Dampak yang Lebih Besar dari Transisi Energi Berkeadilan
Melalui skenario CIPP (Comprehensive Investment and Policy Plan), JETP Indonesia menargetkan puncak emisi sektor ketenagalistrikan pada 2030 dan emisi nol bersih (net-zero) pada 2050. Analisa sosio-ekonomi menjadi bagian penting di dalam dokumen CIPP yang menjadi acuan dari strategi pendanaan transisi energi yang adil dan berkelanjutan di Indonesia. Selain memastikan pengurangan emisi, proses transisi energi harus memitigasi dampak sosio-ekonomi yang mungkin timbul seperti risiko kehilangan pekerjaan bagi tenaga kerja energi fosil, kebutuhan investasi besar, dan kesenjangan keterampilan tenaga kerja di sektor EBT.
Paul Butarbutar, Kepala Sekretariat JETP, menjelaskan, “Saat ini Indonesia membutuhkan investasi yang besar dalam kebutuhan transisi energi. Skenario JETP memproyeksikan kebutuhan investasi di sektor pembangkit Listrik sebesar US$97 miliar hingga 2030. Keluaran studi ini akan membantu pemangku kepentingan dan investor untuk melihat manfaat-manfaat yang lebih besar dari transisi energi di Indonesia. Studi dampak sosio-ekonomi skenario JETP penting dilakukan untuk melihat dampak menyeluruh dari transisi energi dengan dukungan berbagai pihak.”
Pentingnya Pendekatan Berkeadilan
Nirartha Samadhi, Country Director WRI Indonesia, juga menekankan, “Analisis sosio-ekonomi yang didukung WRI Indonesia memberikan kuantifikasi terhadap manfaat besar bagi ekonomi dan masyarakat Indonesia. Analisis ini akan membantu para pengambil kebijakan untuk mendukung kebijakan perencanaan dan investasi bagi transisi energi berkeadilan.”
Studi ini menggarisbawahi pentingnya pendekatan berkeadilan bagi seluruh lapisan masyarakat dalam transisi energi dengan beberapa manfaat yang diharapkan antara lain:
- Penciptaan lapangan kerja hijau di sektor energi terbarukan sebanyak 1,8 juta pekerjaan di sektor EBT (kumulatif pada 2050).
- Pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh investasi hijau sebanyak ~ 600 miliar USD (kumulatif pada 2050) dimana kontribusi terhadap PDB nasional mendekati ~7.5% pada 2030 dan ~3,4% pada 2050.
- Penurunan ketergantungan impor energi fosil dari puncak ~356 juta BOE (Barrels of Oil Equivalent) per tahun pada 2040 menjadi ~254 juta BOE per tahun pada 2050.
- Penurunan kasus penyakit akibat polusi udara dari ~25,79 juta kasus pada kondisi BaU menjadi ~11,67 juta kasus pada skenario JETP. Dengan menurunnya kasus penyakit, hal tersebut akan mengurangi beban biaya kesehatan sebanyak 44% dari kondisi BaU Ketika mengimplementasikan skenario JETP.

Terima kasih telah membaca!
Berlangganan GNA Indonesia untuk mendapatkan akses tanpa batas ke semua konten yang didesain khusus untuk membawakan wawasan lintas sektor tentang isu-isu keberlanjutan (sustainability) dan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) di Indonesia dan dunia.